Thursday, February 14, 2013

HUBUNGAN TERHADAP TETANGGA, KERABAT DAN ORANG LAIN


Dosen Pembimbing: Fadhlina Arief Wangsa.Lc.MA
Mata Kuliah: Hadits Ibadah dan Muamalah
HUBUNGAN TERHADAP TETANGGA, KERABAT DAN ORANG LAIN

                                 Disusun oleh kelompok 3 :
1.Muh. Zainal
2.Endang Eriana
3.Hariadin

STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF ALAUDDIN MAKASSAR
2012/2013



 KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang, penulis memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah swt. Karena atas rahmat, dan hidayanyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Begitupula shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw beserta sahabat, keluarga dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Dalam penyusunan makalah ini penulis sedikit mengalami kesulitan dan rintangan, namun berkat bantuan yang diberikan dari berbagai pihak, sehingga kesulitan-kesulitan tersebut bisa teratasi dengan baik. Dengan demikian penulis lewat lembaran ini hendak menyampaikan ucapan terimah kasih yang setinggi-tingginya kepada mereka, teriring doa agar segenap bantuannya dalam urusan penyelesaian makalah ini, sehingga bernilai ibadah disisi Allah swt.
Akhirnya penyusun menyadari bahwa makalah ini bukanlah sebuah proses akhir dari segalanya, melainkan langkah awal yang masih memerlukan banyak koreksi, olehnya itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Amin.



DAFTAR ISI

                                                                                      

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
 BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................5

BAB I
PENDAHULUAN
                                                         

A.      Latar Belakang

Dalam kehidupan didunia ini, manusia tidak terlepas dari berbagai masalah kehidupan. Semua masalah tersebut harus dihadapi dengan penuh kesabaran dan tawakkal. Problematika kehidupan yang dihadapi setiap manusia berbeda-beda apbila dilihat dari tingkat kesulitan dan kemudahannya. Diantara masalah itu ada yang sangat berat dihadapi, adapula yang mudah untuk diselesaikan.
Dalam menghadapi masalah kehidupan yang dirasakan amat berat membuat seseorang kesulitan sehingga memerlukan bantuan orang lain untuk mengatasinya. Bagi setiap muslim, memberikan bantuan kepada sesama (Kerabat, Tetangga, dan lain-lain) yang menghadapi kesulitan merupakan suatu amal yang harus dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Setiap orang  muslim setidaknya memiliki kepribadian dan jiwa sosial yang tinggi sehingga tidak menginginkan melihat kesaliman yang terjadi pada sesama manusia. Sehingga dengan demikian hubungan antar sesama manusia baik keluarga, kerabat maupun orang lain sangat berperang penting dalam suatu kehidupan manusia.
B. Rumusan Masalah
            Dari latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan dua rumusan masalah, yaitu:
1.      Bagaimanakah Wawasan Hadis Tentang Hubungan Sesama Kerabat ?
2.      Bagaimanakah Wawasan Hadis Tentan Hubungan Sesama Tetangga?
3.      Bagaimana wawasan hadis tentang sesame orang lain?

C. Tujuan dan Kegunaan

            Dalam setiap penelitian apapun bentuknya senantiasa dibarengi dengan tujuan tertentu, oleh karena itu sebagai kelengkapan penjelasan, penulis mengenai tujuan dan kegunaan penelitian yaitu untuk mengetahui Wawasan hadis tentang pentingnya hubungan sesama kerabat dan tetangga.
            Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan agar para pelajar mampu memahami bahwa betapa pentingnya kita menjalin hubung silaturahmi baik orang lain, keluarga begitupun tentangga-tetangga kita

BAB II
PEMBAHASAN
A.Wawasan Hadis Tentang Hubungan Sesama Kerabat
1. Pengertian Kerabat                                                                
            Dan kerabat itu dibagi tiga:
1)      Rahim yang bukan mahram, yaitu: seperti anak paman dan anak saudara perempuan ayah, dan anak paman atau anak adik/kakak ibu.
2)      Mahram yang tudak rahim, yaitu: seperti ibu, saudara perempuan, makcik dan susuan dari istri ayah.
3)      Rahim yang mahram, seperti ibu sendiri, ayah dan kakek.
            Para ulama menetapkan bahwa kerabat yang wajib dihubungi, hanyalah rahim yang mahram. Dalam pada itu ada juga yang menetapkan bahwa segala qarib, baik mahram ataupun tidak, wajib dihubungi. Mengingat ini hendaklah saudara yang tua (abang) dan paman ditempatkan di tempat ayah. Kakak dam makcik di tempatkan di tempat ibu.
            Ditegaskan bahwa yang dinamai dzul qurba, ialah orang yang paling dekat dengan kita, selain dari ayah dan ibu. Maka haknya mengiringi hak ayah dan hak ibu.
            Menghubungi kerabat (silaturahim), ialah berbuat ihsan kepada kerabat dan mengadakan hubungan yang baik, serta menyelesaikan segala hajat mereka dan menolak segala kejahatan yang menimpa mereka menurut kadar yang sanggup di pikul, sesuai kemampuan.
            Berlaku ihsan kepada kerabat adalah benar jalan yang menguatkan fitrah manusia, meneguhkan ikatan antara anggota-anggota keluarga. Apabila hal ini terwujud, terciptalah rasa persatuan dan kerukunan.
Sebenarnya apabila seseorang manusia memenuhi hak Allah, telah benar kepercayaannya; telah baik amalan-amalannya serta memenuhi hak ibu bapak, tegaklah suatu elemen kecil (ibu bapak dan anak-anak). Elemen  kecil ini bergabung denagan elemen-elemen akan menimbulkan kekuatan yang besar, yang dapat memberikan pertolongan kepada orang yang berhajat (yang memerlukannya).
Menghubungi kerabat (dzul qurba) sangat diperlukan karena merekalah yang paling dekat dengan kita sesudah ibu bapak. Hak mereka diletakkan sesudah hak ibu bapak. Rasulullah saw. Bersabda,
 وعنه ان رسول الله قال : من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فلا يؤذ جاره, ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر, فليكرم ضيفه, ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل  خيرا او ليسمكت                        
Artinya:
Dari Abu Hurairah Radiallahu Anhu bahwasanya Rasulullah pernah bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, maka hendaklah dia tidak menyakiti tamunya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, maka hendaklah dia menghormati tamunya.” Serta barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, berkatalah yang baik atau diam” (Muttafakun ‘Alaih)[1]

Ternyata dalam islam, memperhatikan hak tetangga mendapat perhatian yang istimewa. Dan perhatian semacam itu dipandang sebagai tanda beriman . Fakta menunjukkan bahwa tak mungkin iman seseorang itu sejati selama dia tidak memperhatikan  hak tetan atau gga. Nabi saw. Bersabda: “Barang siapa tidur, sementara tetangganya dalam keadaan lapar, berarti dia belum beriman kepadaku. Allah tidak menyukai masyarakat suatu negeri bila ada anggota masyarakat yang pergi tidur dalam keadaan perut lapar.” Seorang Anshar dating kepada nabi, lalu berkata bahwa dirinya telah meelmbeli suatu rumah di jalan tertentu, namun tetangganya bukanlah orang yang baik, dan orang Anshar itu cemas jangan-jangan tetangganya akan berbuat jahat. Nabi saw. Meminta Ali, Salman, Abu Dzar dan satu orang lagi ( periwayat peristiwa ini menyebutkan tidak ingat nama oang yang satu lagi, namun barang kali itu miqdad)  untuk pergi ke masjid untuk menyampaikan dengan suara yang sekeras mungkin bahwa; “Bila tetangga kita cemas atau takut kita berbuat jahat, berarti kita belum benar-benar beriman.” Ali, Salman, Abu Dzar dan barang kali Miqdad pun lalu melakukan apa yang diminta nabi, dan memaklumkan pernyataan tersebut sebanyak tiga kali. Setelah itu nabi memberikan isyarat dengan tangannya dan mengatakan bahwa penghuni empat puluh rumah di depan, di belakang, di sebelah kanan dan di sebelah kiri rumah kita adalah tetangga. Karena itu petunjuk moral islam ini tidak boleh dianggap kecil artinya, atau tidak boleh dipandang sebagai fomalitas yang tidak begitu penting maknanya.
Untuk menyelamatkan diri dari sifat jahat atau kejahatan tetangga, kita perlu sejauh mungkin menggunakan cara-cara yang arif dan damai. Jika ternyata cara-cara ini tidak membuahkan hasil, Barulah dapat digunakan cara-cara yang lebih keras, karena sifat jahat atau kejahatan ahrus dihentikan. Namun perlu pula diperhatikan, kejahatan tidak dihadapi dengan kejahatan pula. Imam al-Baqir berkata: “Seseorang datang kepada Nabi. Dia mengadu bahwa tetangganya sering mengganggunya. Nabi menasihatinya untuk bersabar. Orang itu datang lagi kepada nabi, dan mengadu lagi. Nabi kembali memintanya untuk bersabar. Orang itu datang lagi yang ke-3 kalinya, dan keluhnya juga sama. Nabi saw. Bersabda: “Pada hari jumat, ketika orang pada pergi salat jumat, keluakan perabot rumahmu ke jalan, lalu katakana kepada orang-orang bahwa  kamu hendak mengungsi karena si polan tetanggamu selalu membuat masalah.”
Orang itu mengikuti nasihat nabi. Banyak orang yang akhirnya tahu betapa berdukanya ia. Berita itupun sampai ke telinnga tetangga yang suka bikin masalah itu, sehingga pandangan orang jadi negatif terhadap tetangga yang suka membuat masalah, tetangga itu meminta orang itu untuk mengembalikan kembali perabotnya ke rumah dan menjamin tidak akan lagi mengganggu atau menyusahkannya.

2) Hak kerabat
            Tiap-tiap kerabat mempunyai hak yang harus dipenuhi. Ada Delapan hak kerabat.
1)         Mendapat bantuan harta.
        Nabi Saw bersabda:
مثل الاخوين مثل اليدين تفسل احداهما الاخرى (رواه ابو نعيم)
Artinya:
“Perumpamaan dua orang yang bersaudara itu adalah setamsil dua belah tangan yang sebelah membersihkan yang sebelah lain”. (H.R. Abu Nu’aim). [2]
            Menolong dengan harta dapat dengan member belanja dengan kadar yang lebih dari membeanjai diri sendiri, dan dapat dengan mengutamakannya atas diri kita sendiri.
            Nabi Saw bersabda:
 لا يقبل الله صدقت احدكم اذا كان له قريب يحتاج اليها والذي نفسي بيده لا ينظر الله اليه يوم لقيامة (رواه الطبراني)
Artinya:                                                                
“Allah tidak menerima sedekah seseorang yang diberikan kepada seseorang, jika ada bagi yang memberikan itu, kerabat yang membutuhkannya. Demi Tuhan, yang diriku di tangan-Nya, Allah tidak melihat kepada orang itu di hari kiamat”. (H.R. Ath Tabrani).
           
            Sesungguhnya berbakti kepada kerabat itu banyak benar jalannya. Diantaranya memberikan belanja, jika mereka membutuhkan.
            Diantaranya mewasiatkan sebagian harta untuknya, jika mereka bukan kerabat yang berhak menerima pusaka. Dan jika mereka menghadiri hari pembagian pusaka, padahal dian mereka tidak mempunyai hak dari pembagian itu, hendaklah diberikan sedikit kepadanya sebelum dibagi (dari bagian itu).
            Firman Allah swt,:
واذا حضر اقسمة اولوا القربى وايتمى والمسكين فارزقهم منه وقولوا لهم قولا مغروفا (النساء)      Terjemhnya:
“Dan apabila kerabat-kerabat itu hadir di masa pembagian pusaka, demikian pula anak-anak yatim dan orang-orang miskin yang hadir padakala itu, maka hendaklah kamu berikan kepada mereka barang sedikit dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”. (Q.S. An-nisa’:8).[3]
            Adapun kerabat yang kaya, maka perlu sering-sering kita berikan hadiah, supaya dengan demikian, rahim itu selalu diperbahrui dan diperkokoh.
2)      Mendapat bantuan tenaga, yakni menyelesaikan segala hajatnya dengan usaha. Maka serendah-rendah bantuan, ialah menyelesaikan hajatnya sesudah dimintanya dengan rasa senang hati.
Sesuatu hal yang harus dicatat, bahwa pada salaf dahulu menyelesaikan kepeluan saudara-saudaranya, selama empa puluh tahun lamanya.
3)      Membantunya dengan lidah.
Membantunya
 Dengan lidah ialah: Tidak mengungkapkan keburukannya atau memujinya dan memelihara segala rahasia yang disampaikan kepada kita.
4)      Menanyakan keadaannya, dan ikut bersedia terhadao kesedihannya; ikut bergembira atas nikmatnya.
5)      Memaafkan kesalahan-kesalahan dan keterlanjuran-keterlanjuannya.
6)      Berdoa untuknya dikala hidupnya dan sesudah matinya.
Kata Abu Darda’: “Aku selalu berdoa untuk para saudaraku. Di dalam sujudku aku selalu berdoa dengan menyebut tujuh puluh nama saudaraku itu”.
7)      Menepati janji, berlaku ikhlas dan tetap setia kepadanya. Sesudah matinya, maka hal yang tersebut ini dilanjutkan tehadap anak-anaknya dan keluaganya.
8)       Tidak memberatkan para saudara, untuk menyelesaikan sesuatu yang sukar. Dan ikut meringankan beban yang dihadapinya. Kita menerima apa adanya dari saudara kita.
            Dan kita juga diperintahkan untuk selalu bersikap baik kepada kerabat/keluarga. Amirul Mukminin, Imam Ali, berkata: “Jagalah hubunganmu dengan keluaragamu, minimal memberi salam kepada mereka. Al-Qu’an mengatakan:
Wahai sekalian manusia, penuhilah kewajibanmu kepada Allah. Bahwa Allah, kepada-Nya dan kepada keluargamu, kamu bertanggung jawab. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu. (Q.S. an-Nisa’:1)[4]
            Bila kita bersikap baik kepada keluarga, maka pengaruhnya pada kehidupan kita sendiri akan positif dan sangat penting. Imam al-Baqir berkata: “ Menjaga hubungan baik dengan keluaga  memperbaiki rezeki kita, dan memperpanjang usia kita”.
            Jelaslah bahwa ada dua segi dalam bebuat baik kepada kerabat atau keluarga: pertama, kasih saying, dan kedua, bantuan keluarga serta entuk dukungan dan bantuan lainnya. Kedua segi ini bertentangan dengan egoism, dank arena itu pengaruhnya positif. Pengorbanan-pengorbanan ini merupakan sebuah upaya terencana untuk menundukkan egoism pribadi, sehingga pengaruhnya positif pada jiwa, dan jiwa pun kemudian jadi bersih.
            Jika seseorang memperlahatkan kasih sayangnya kepada orang lain, tentu orang itu akan kasih saying kepadany juga. Dan dalam perkembangan alamiahnya, orang lain juga akan member manfaat bagi dirinya. Bantuan an dukungan ini memungkinkannya untuk memperoleh pasilitas yang baik untuk hidup enak dan untuk mencapai kemajuan. Dengan demikian, jalann rezekinya pun jadi lapang, dan usianya pun jadi panjang. Selain itu panjang usia berkat bersikap baik kepada keluarga bisa merupakan efek spiritual yang ditanamkan Allah pada semua amal shalih atau perbuatan baik.
            Sekalipun efek duniawinya kita anggap kecil kemungkinannya, namun yang jelas tetap ada pahalanya di akhirat. Imam Ash Shadiq berkata: “ menjaga hubungan baik dengan keluaga, dan bersikap baik kepada keluarga mempermudah jalan kita untuk menyampaikan catatan perbuatan di akhirat dan melindungi kita dari berbuat dosa. Karena itu ciptakan dan jagalah hubungan baik dengan keluarga, dan berbuat baiklah kepada saudara, minimal dengan bertutur baik, member salam, memberikan sambutan ramah, dan menjawab salam mereka”.
3. Pentingnya Menghubungi Rahim dan Hal-Hal yang Memutuskan Hubungan
            Kasih sayang yang berlaku antara anggota-anggota kerabat mendorong mereka saling membela dan saling membantu. Kemudian kasih antara mereka itu, mengokohkan ikatan persatuan. Kasih saying antara kerabat itu menyebabkan yang seorang merasa tak senang melihat kerabatnya diobrak abrik orang.
            Nabi saw. Sendiri pernah besabda:
   الاقرباء اذا تراحموا تعاونوا (رواه الطبراني)
"Para keraba itu apabila telah berkasih sayang, pasatilah mereka saling membantu”. (H.R. Ath Thabrani)[5]
            Akan tetapai kerab kali juga persatuan kerabat itu dihancurkan oleh beberapa factor. Lantaran itu perlulah kita terangkan dengan ringkas keadaan perpautan kekeluargaan dan sebab-sebab yang menceraikan-beraikan mereka.
            Anggot-anggota Sesutu kerabat, terbagi 3:
1)      Yang melahirkan
2)      Yang dilahirkan, dan
3)      Bagian yanggg seimbang antara yang seorang  dengan yang lain.
            Masing bagian ini mempunyai kedudukan yang tersendiri dalam soal hubungan dan sebab-sebab yang memutuskan hubungan.
            Bagian yang melahirkan, ialah: ayah, kakek, ibu dan nenek, memang telah ditanam Allah dalam lubuk jiwa sejak daro semula dan yang diperoleh denan usaha,
            Pekerti yang tabi’I adalah: tabiat yang menyayangi dan mengasihi anak serta memelihara keselamatannya.
            Nabi saw. Bersabda:
الولد فلذة الكبد (رواه ابو يعلى)
Artinya:
            “Anak itu, buah hati”. (H.R. Abu Ya’la)[6]
            Adapun pekerti yang diperoleh dari usaha, maka ialah: cinta mesra.
            Cinta mesra ini bertambah dan berkurang . Dia bertambah menerut keadaan dan mungkin berubah menjadi benci dengan berubahnya keadaan. Tegasnya, seorang ayah mungkin membenci anaknya karena sang anak itu durhaka. Akan tetapi, biarpun bagaimana, seorang ayah tetap menghendaki keselamatan anaknya. Dalam hal ini kesayangan ibu lebih besar dari pada bapak.
قال خالد بن معدان: سمعت رسول الله عليه وسلم يقول: ان الله والصاكم بامكم, ان الله والصاكم بامكم, ان الله والصاكم بامكم(ثلاثا), ثم قال: ان الله والصاكم بابيكم(اثنين) ثم قال: ووالصاكم بادناكم فادنا كم. (رواه ابن ماجه)

“Berkata Khalid ibnu ma’ dan, ujarnya:saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda: “ Bahwasanya Allah memerintahkan kamu memenuhi hak ibumu (tiga kali beliau mengulangi kata-kata tersebut). Sesudah itu beliau bersabda pula: “Dan memerintahkan kamu mmenuhi hak ayahnya (dua kali beliau ulangi perkataannya itu). Sesudah itu beliau bersabda lagi: “Dan memerintahkan kamu memenuhi hak orang-orang yang paling dekat, sesudah itu orang yang paling dekat”. (H.R. Ibnu Majah)[7]
            Hadis ini Menunjukkan bahwa ibulah yang utama dalam soal bakti kita kepadanya. Sesudah itu ayah. Sesudah itu anak. Sesudah itu kakek dan nenek. Sesedah itu saudara-saudara perempuan. Sesudah itu barulah maham-mahran yang lain, seperti paman dan makcik, baik sebelah ayah maupun ibu.
            Bagian yang dilahirkan, ialah: anak-anaknya
            Anak-anak selama masih terpelihara keadaannya, belum rusak, mempunyai dua tabiat
            Pertama, yang tetap asli, yaitu: merasa tak senang melihat ayahnya direndahkan orang.
            Kedua, yang berubah-ubah, yaitu: memanjakan diri kepada orang tua.
            Tabiat yang pertama adalah membandingkan belas kasihan dari orang tua dan yang kedua adalah bandingan kasih saying yang diterima dari ayah pula.
            Akan tetapi kemajuan ini dapat membawa mereka kepada bebakti dan ataupun durhaka. Kalaupun anak itu adalah seorang yang mendapat petunjuk, maka kemanjaan yang diperolehnya dari orang tuanya. Membaea mereka kepada berbakti dan membesarkan oang tua. Sebaliknya kalau anak itu tidak mendapat petunjuk, maka kemanjaannya membawa mwreka kepada kedurhakaan dan pemungkir kebajikan.
            Seorang hakim pernah berkata:”Anakmu itu dalam tempo 7 tahun, dipandang penawar matamu. Dan dalam 7 tahun lagi dipandang pelayanmu. Dan selama 7 tahun pula menjadi wazirmu (pelayanmu). Sesudah itu dapat menjadi sahabatmu yang karib, ataupun menjadi seterumu yang buruk.
            Bagian orang-orang yang sebanding, maka ialah ang selain dari bagian pertama dan kedua, yaitu: kerabat-kerabat kita yang mengambil pusaka dai kita dengan jalan ‘ushubah, yaitu: saudara-saudara dan anak saudara kita dan rahim dari segala mereka yang mempunyai hamiyah[8] yang mendorong mereka.
            Maka barang siapa yang memelihara perasaan hamiyah diantara para keluarganya, ddengan hubungan yang baik dan kasih yang mesra, terdapatlah kasih yang mesra antara para keluarga itu dan terdapatlah saling membantu diantara mereka. Jika perasaan hamiyah itu tidak terpelihara dengan kasih saying lantaran berpendapat bahwa tali kekerabatan tidak putus-putusnya, timbullah kedengkian dan perebutan antara mereka hingga menjadilah orang-orang yang setaraf itu, musuh yang berselimutkan saudara, dan menjadilah orang-orang yang dipandang dekat, jauh sejauh-jauhnya.
             Seorang hakim pernah berkata:”Ayah itu menjadi beruang yang menerkam; anak itu pnyakit hati dan saudara-saudara itu menjadi perangkap. Paman-paman itu menggundahkan hati dan paman sebelah ibu menjadi bala bencana dan kerabat mennjadi kalajenking yang menyengatkan.”
            Sikap tak mau ambil peduli, tak ada rasa kasih anttara para keluarga , itulah yang menjadikan orang-orang yang u udara itu, saling membenci. Barang siapa berkehendak agar tali hubungan yang baik selalu terbina antara para anggota keluarga, hendaklah hubungan itu dipelihara dengan kasih sayang dan cinta mesra.
B.Wawasan Hadis Tenteng Hubungan Sesama Tetangga
            1. Pengertian tetangga
Istilah tetangga mempunyai pengertian yang luas, mencakup tetangga yang dekat maupun jauh. Tetangga merupakan orang-orang yang terdekat yang umumnya merekalah orang pertama yang mengetahui jika kita ditimpa musibah dan paling dekat untuk dimintai pertolongan di kala kita kesulitan. Oleh karena itu, hubungan dengan tetangga harus senantiasa diperbaiki. Saling kunjung mengunjungi antara tetangga merupakan perbuatan terpuji, karena hal itu akan melahirkan kasih sayang antara satu dengan yang lainnya.
Berbuat baik kepada tetangga dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan memberikan pertolongan, memberikan pinjaman jika ia membuthkan, menengok jika ia sakit, melayat jika ada yang meninggal, dan lain-lain. Selain itu, sebagai tetangga kita juga harus senantiasa melindungi mereka dari gangguan dan bahaya, memberinya rasa tenang. Dalam hadis sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi saw. menggambarkan pentingnya memuliakan tetangga sebagai berikut:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرَةَ سَعِيدٍ قَالَ عtَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ.
Artinya:
Isma’il bin Abi Uways telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Malik telah menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Sa’id, ia berkata Abu Bakr bin Muhammad telah mengabarkan kepadaku dari ‘Amrah, dari ‘A’isyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: “Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk memuliakan) tetangga sehingga aku menyangka bahwa Jibril akan memberi keada tetangga hak waris”.
2. Hak-Hak Tetangga
            Memenuhi hak tetangga adalah : berlaku baik kepadanya dan tidak mengganggunya. Jar (tetangga) meliputi orang-orang yang tinggalnya berdekatan dengan rumah kita, baik muslim, ‘abid, fasik, teman, seteru, atau anak negeri, perantau, baik kerabat ataupun bukan.
            Rasulullah saw. Bersabda:
حق اجار ان مرض عدته , وان مات شيعته وان استقرضك اقرضته , وان اعوز سترته وان اصابه خير هناته وان اصابته مصيبة عزيته , ولا ترفع بناءك فوق بناءه فتسد عليه الريح ولا تؤذه بريح قدرك الاان تغرف له منها.
Artinya:
 “Hak tetangga ialah : jika ia sakit engkau menjenguknya jika meminjam maka engkau meminjaminya, jika ia telanjang engkau menutupinya, jika ia mendapat kebajikan engkau menyenanginnya, jika ia mendapat musibah engkau mengunjunginya, janganlah bangunan rumahmu lebih tinggi dari bangunan rumahnya sehingga angin terhalang masuk kerumahnya dan janganlah engkau menyakitinya dengan bau makanan yang ada di periukmu kecuali engkau mau mengambilnya untuknya”.[9]

            Berkata Ibnu Abi Jamrah: “Pengertian hadis ini meliputi himbauan kebajikan, nasihat kebaikan, ajakan mengikuti hidayah, meninggalkan perbuatan yang dapat menimbulkan bencana dengan per
            Tetangga mempunyai hak terhadap tetangga, yang harus diperhatikan. Rasulullah saw. Telah memerintahkan agar menyambung hubungan dengan tetangga dan menyebutkan bahwa Jibril senantiasa berwasiat kepada beliau tetagga, sampai-sampai beliau mengira bahwa Jibril akan menjadikan tetangga sebagai ahli waris, karena besarnya hak tetangga dan keharusan karena berbuat baik kepadanya.
            Rasulullah saw bersabda:م    
حديث ابن عمر رضي الله عنهما قال:قال رسول الله صلي الله عليه وسلم:ما زال جبريل يوصيني با الجار حتي ظننت انه سيورثه. (اخرجه البخاري في: (78) كتاب الادب, (28)
Artinya:
            Diriwayatkan dari ibnu ‘umar, ia berkata: rasulullah saw bersabda, ‘jibril selalu mewasiatkan  kepadaku tentang tetangga sampai aku mengira ia akan menjadikannya ahli waris’.” (disebutkan oleh Al-Bukhri pada kitab ke 78 kitab adab, bab ke 28,bab wasiat tentang tetangga)[10]
            Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata di dalam Fathu Bari’, “Syaikh Abu Muhammad bin Abu Jamrah
Mengatakan, ‘Bahwa menjaga tetangga termasuk kesempurnaan iman, dan orang-orang jahiliyah sangat menjaga hal tersebut. Menjalankan perintah tersebut adalah dengan melakukan berbagai macam kebaikan kepada tetangga sesuai dengan kemampuan. Sepertu memberi hadiah, mengucapkan salam, tersenyum ketika berjmpa, memeriksa keadaannya, membantu apa yang dibutuhkannya, dan lain sebagainya, termsuk menahan diri dari menyakitinya dengan berbagai macam bentuknya, baik secara fisik maupun psikis. Rasulullah telah menafikan iman seseorang yang tidak menjaga tetangganya dari sikap buruknya. Itu sebenarnya merupakan perumpamaan bahwa betapa besar hak tetangga, dan menyakitinya termasuk dosa besar.’.”
            Dia juga berkata. “Ada perbedaan antara tetangga yang shaleh dan yang tidak shaleh, namun yang meliputi ke duanya adalah adnya I’tikad baik  kepada mereka, menasihati dalam kebaikan, mendoakan kebaikan agar mendapat hidayah, dan tidak menyakitinya kecuali pada situasi tertentu yang menuntut untuk bersikap keras baik dengan ucapan ataupun perbuatan.
            Adapun sikap yang dikhususkan terhadap tetangga yang saleh adalah meliputi semua yang disebutkan di atas.
            Sedangkan sikap yang dikhususkan kepada tetangga yang tidak saleh adalah mencegahnya untuk tidak melakukan lagi kesalahan dengan cara yang baik sesuai denga tingkatan yang terdapat dalam amar ma’ruf nahy mungkar; menasihati orang kafir dengan memperlihatkan keindahan kebaikan islam kepadanya, menjelaskan kebaikannya, dan mendorongnya untuk memeluk islam dengan cara lemah lembut; mensihati orang fasik dengan cara yang lemah lembut juga sesuai dengan perbuatan fasik yang dilakukannya, sambil menutupi kesalahannya dari orang lain,juga melarangnya mengulangi kesalahnnya dengan cara yang baik. Namun jika usaha itu tidak berhasil jauhilah dengan maksud mendidiknya dengan memberitahukan kepadanya sebab-sebab mengapa mengambil sikap menjauhi, yaitu untuk mencegahnya berbuat kesalahan lagi.
            saling memperhatikan hak tetangga, sebagian harus menghindari kejahatan terhadap yang lain baik perkataan maupun perbuatan.
            Diantara hak tetangga dan memperhatikan hak-hak tetangga ialah manfaat yang diberikan sebagian yang lain, selagi tidak mendapatkan mudharat kepadanya. Contohnya ialah ketika tetangga hendak meletakkan kayu di dinding tetangga lain. Jika tetangga yang memiliki dimding itu tidak membutuhkannya, maka hendaklah ia member izin kepadanya, sebagai sikap menghormati hak tetangga.
             Rasulullah menjelaskan di dalam sabdanya:
عن ابي هريرة ان رسول الله صلي الله عليه وسلم قال : لا يمنع احدكم جاره ان يغرز خشة في خداره قال ثم يقول ابو هريرة ما لي اراكم عنها معرضين والله لارمين بها بين اكتافيكم

Artinya:
“ Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, bahwa rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,  ‘janganlah sekali-kali seorang tetangga mencegah tetangganya untuk menancapkan sebatang kayu di dindingnya’ . Kemudian Abu Hurairah berkata, ‘Tapi mengapa justru aku melihat kalian berpaling dari sunnah beliau ini? Demi allah, aku benar-benar akan mewajibkannya diantara bahu kalian’.”(H.R. Bukhari-Muslim)[11]
                   
Jika pemilik kayu membutuhkan hal itu, sementara pemilik dinding tidak mendapatkan dampak atau kerugian karena kayu yang di pasang di dindingnya, maka hendaknya pemilik dinding mengizinkan pemanfaatan kayu itu oleh tetangganya, karena toh dia tidak mengalami kerugian apapun, sementara tetangga membutuhkannya. Bahkan hakim dapat memaksa pemilik dinding untuk mengizinkannya jika dia tidak memberi izin.
            Jika di sana ada mudharat atau tidak ada kebutuhan terhadap kayu itu, maka sesungguhnya mudhrat tidak dapat dihilangkan dengan mudharat lain.
            Hukum dasar dalam hak orang Muslim adalah  pencegahan. Karena itulah ketika Abu Hurairah Radiallahu  Anhu mengetahui maksud Rasulullah saw. Dari as-sunnah ini, maka dia mengingkari orang-orang dari as-sunnah dan yang tidak mau mengamalkannya. Dia mengancam hendak mewajibkan mereka melaksanakannya, karena tetangga memiliki hak yang harus diperhatikan dan dilaksanakan seperti yang diwajibkan Allah.
            Inilah diantara hak tatangga yang dianjurkan Rasulullah agar berbuat baik kepada tetangga, sehingga kita bias mengetahui betapa besar hak tetangga dan keharusan memperhatikannya. Karena itulah dibuat qiyas dengan meletakkan dan lain-lainnya dan berbagai manfaat yang biasanya dibutuhkan tetangga, sementara itu tidak menimbulkan mudharat bagimu. Hal ini harus diizinkan dan tidak boleh dilarang
3. Martabat-Martabat Tetangga
            Jar ataupun tetangga mempunyai beberapa martabat, ada yang rendah dan ada yang tinggi, ada jar yang hanya mempunyai hak tetangga saja, seperti tetangga yang musyrik. Ada jar yang mempunyai dua hak, hak tetangga dan hak keislaman. Ada pula jar yang mempunyai tiga hak, yaitu hak tetangga, hak keislaman dan hak kekerabatan.
            Abdullah bin Umar, apabila disembelihkan untuknya seekor kambing, beliau menyuruh supaya diberikan sedikit daging itu kepada tetangga yahudinya.
            Sabda Nabi saw.:
لا تحقرن جارة جارة ولو فرسن شاة. (رواه ابخاري)
Artinya:
            “Jangaaanlah seorang tetangga memandang rendah pemberian untuk tetangganya, walaupun sebesar telapak kambing”. (H.R. Bukhari).

C. Wawasan Hadis  Tentang Pentingnya Hubungan Sesama Orang Lain
            Rasulullah saw. Bersabda:
عن ابي حمزة انس ابن مالك رضي الله عنه, خادم رسول الله صلى الله عليه وسلم عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا يؤمن احدكم حتى يحب لاخيه ما يحب لنفسه. (رواه البخارى و مسلم)
Artinya:                        
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik ra.. pelayan Rasulullah saw, dari nabi saw, bersabda, “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sebelum ia  menyukai apa yang ada pada diri saudaranya sebagaimana ia menyukai apa yang ada pada dirinya sendiri.”  (H.R. Bukhari dan Muslim)[12]
            Yang pertama, mungkin hal itu memiliki pengertian tentang persaudaraan yang mencakup orang kafir dan orang musim. Artinya seorang mukmin harus menyukai saudaranya yang kafir mendapatkan apa yang dia dapatkan, yakni sekiranya ia bias masuk islam seperti dirinya. Sama seperti ia juga menyukai saudaranya sesama muslim sekiranya bisa tetap setia memeluk islam. Oleh karena itu, mendoakan orang kafir semoga mendapat hidayah atau petunjuk Allah itu dianjurkan. Atau boleh jadi pengertian hadis tadi ialah menafikan iman dari orang yang tidak menyukai apa yang ada pada diri saudaranya sebagaimana ia menyukai yang ada pada dirinya sendiri. Yang dimaksud dengan menyukai disini ialah mengharapkan kebaikan dan manfaat, dan ini dalam perspektif keagamaan, bukan kemanusiaan.Sebab karakter manusia itu cenderung tidak suka ia memperoleh kebaikan, sementara orang lain juga memperoleh kebaikan lebih banyak daripada yang diperolehnya. Dalam konteks ini seseorang harus menentang karakter manusiawi. Jadi ia berdoha dan berharap bagi saudaranya semoga mendapat kebaikan seperti ia su ka kalau kebaikan itu dia dapatkan. Kalau seseorang tidak menyukai apa yag ada pada diri saudaranya sebagaimana ia menyukai milik dirinya sendiri, berarti dia adalah orang y ang pendengki. Dan menurut Imam Al-Ghazali, dengki itu dibagi menjadi tiga:
            Pertama, seseorang berharap nikmat yang ada pada orang lain hilan dan berpindah kepadanya.
            Kedua, seseorang berharap nikmat yang ada pada orang lain hilang, meskipun ia tidak berhasil mendapatkannya. Sama seperti ia mendapat nnikmat yang serupa, atau ia memang tidak menyukainya. Orang ini lebih jahat daripada orang yang pertama tadi.
            Ketiga, seseorang berharap nikmat yang ada pada orang lain hilang. Akan tetapi ia tidak suka orang lain itu menguangguli kedudukannya.Yang ia mau minimal masing-masing punya kedudukan yang sama. Ini juga haram, karena sama saja tidak ridho akan pembagian Allah.
            Bentuk aktualisasi sumber dan ajaran islam oleh seseorang terhadap sesama manusia terwujud dalam bentuk solidaritas social, toleransi, demokrasi, saling menghargai,membantu, gotong royong, dan lain sebagainya. Untuk menjaga agar seseorang benar-benar respek tehadap orang lain sehingga tidak menimbulkan kinflik dan kekerasan, makasikap kemunafikan, somong, mencela atau mengumpat orang lain, bohong, menghasut atau memfitnah, dendam dan iri hati, semuanya harus ditinggalkan.
            Rasulullah saw bersabda:
ان الله يحب الشهل الطليق . (رزاه البيهقى)
Artinya:
“Bahwasanya Allah menyukai orang yang tidak menyukar-nyukarkan pekerjaan, yang jernih mukanya dalam menghadapi manusia”. (H.R. Baihaqi).[13]
Maksud hadis ini adalah kita harus selalu bersikap ramah kepada siapa saja. Rasulullah saw biasa benar menggendong anak-anak kecil yang beliau jumpai sebagaimana biasa sekali bersikap ramah dan bercanda dengan anak-anak kecil.
Larangan Memutuskan Tali Silaturahim
            Rasulullah saw bersabda:
عن ابي هريرة رضي الله عنه ان رسول الله قال: تفتح ابواب الجنة يوم الاثنين ويوم الخميس فيغفر لكل عبد لا يشرك بالله شئا, الا رجلا كانت بينه وبين اخيه شحناء, فيقول:انظروا هذين حتي يصطلحا, انظروا هذين حتي يصطلحا. (رواه مسلم)
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra,, bahwasanya Rasulullah bersabda: “Pintu-pintu dibuka pada setiap hari senin dan hari kamis. Ketika itu, diampuni dosa setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, kecuali seseorang yang mempunyai permusuhan antara dia dan saudaranya, lalu dikatakan: “Tangguhkanlah kedua orang ini hingga mereka berdamai! Tangguhkalah kedua orang ini hingga mereka berdamai!’” (H.R. Muslim).[14]
            Hadis ini adalah penegasan hukum haramnya permusuhan. Oleh karena itu, dalam hadis I atas permusuhan disebutkan setelah kemusyrikan. Wajib mendamaikan orang-orang yang bermusuhan, membela mereka yang dizalimi, serta mencegah orang zhalim dan jahat dari perbuatannya.
            Memusuhi dan memutuskan hubungan dengan seorang muslim tanpa adanya alas an syar’I merupakan penghalang bagi seseorang untuk masuk syurga.
            Rasulullah bersabda:
عن جبير بن مطعم رضي الله عنه قال قال رسول الله صلىالله عليه وسلم: لا يدخل الجنة قاطع يعني قطع رحم ,متفق عليه     
Artinya:
Dari Jubair Putra Muth’am, ra ia berkata: “bersabda Rasulullah saw. “Tidak akan masuk sorga orang yang senang memutuskan tali silaturahim”. ( Hadis ini disepakati Imam Bukhari dan Imam  Muslim).[15]









BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Pentingnya hubungan antara sesama, menjadikan kita lebih dekat lagi dengan apa yang ada disekitar kita baik Keluarga, Tetangga, maupun Orang lain. Karena tanpa bantuan orang lain manusia tidak akan mampu membentuk suatu kehidupan yang baik, dalam hal ini manusia saling membutuhkan antara satu sama lain. Dengan adanya pulua pedoman atau panduan  kehidupan yang dapat dijadikan suatu petunjuk untuk menjalani kehidupan ini dengan sebaik baiknya yaitu Petunjuk atau tuntunan hadis yang telah hadir ditengah-tengah umat manusia mulai pada zaman dahulu hingga sekarang hadis masih terus menjadi pedoman untuk kita ummat manusia pada umumnya. Sebagaimana yang sudah dibahasas dalam makalah ini tentang cakupan hadis atau penjelsan yang berkenaan tentang pentingnya hubungan antara sesama baik Kerabat,Tetangga, maupun orang lain.

B.      Saran dan Kritik

Diahir tulisan ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran kepada pembaca:
1.      Dalam memahami suatu hadis hendaknya kita bersifat inklusif terhadap beberapa hasanah pemikiran tentang segala hal. Sehingga ajaran Hadis dapat menjadi dinamis dan dapat menjawab berbagai tuntunan perubahan zaman.
2.      Hendaknya setiap orang tetap bersifat terbuka terhadat berbagai pendekatan dan system pendidikan yang ada. Karena hal itu akan menambah kekayaan intelektual dan wawasan kependidikan bagi semua.
3.      Semoga hasil penelitian ini bxsermanfaat bagi segenap pembaca terutama kepada penulis atau penyusun sendiri. Amin yaa Rabbal Alamin.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hilali. Syaikh Salim bin ‘Ied, Syarah Riyadhush Shalihin, diterjemahkan oleh M.
Abdul Ghaffar E.M, Cet. I; Surabaya: PT. Pustaka Imam Syafii, 2005.
Ilyas,Yunahar, Kuliah Akhlaq, Cet.1; Yokyakarta: LPPI, 1999.
Nawawi, Imam. Riyadhus Solihin.Cet:V. Surabaya: PT. Duta Ilmu. (t.th.)
Bariah,Oneng Nurul, Materi Hadis, Cet.1; Jakarta Pusat:Penerbit Kalam Mulia,2008.
Al-Asqalani, Hafidzh Ibn Hajar. (t.th.)  Bulugul Maram.  Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Ash-Siddieqi, Teungku Al Muhammad Hasbi,  Al Islam. Cet. 1; Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,1998) hal.302
[1] Muhammad Husaini Bahesyti dan Jawab Bohar, Intisari Islam, diterjemahkan oleh Philoshophi Of Islam (cet1; Jakarta, PT. Lentera Basritama, 2003), hal. 302
[1] Ibnu Hamzah al Husaini al Hanafi Ad Damsyiki, Asbabul Wurud 2, diterjemahkan oleh H.M Suwarta Wijaya, B.Abdul rs. Zafrullah Salim (cet.7; Jakarta : 2009) h.305
[1] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Kumpulan Hadis shahih Bukhari-Muslim, diterjemahkan oleh Arif Rahman Hakim, Lc (cet.1; Jaw Timur:PT. Insan Kamil Solo, 2011) h.770
Abdullah bin Rahman Ali Bassan, Syarah Hadis Pilihan Bukhari-Muslim, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi (cet.1; Jakarta: 2002) h.677
[1] Imam nawawi, Syarah Arba’in Nawawiah (cet.1; Jakarta Timur:Akbar Media Eka Sarana,2009), h.127
Al-Hafidzh Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulugul Maram (Semarang: PT. Karya Toha Putra, Tth) hlm.748



[1] Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, Syarah Riadush Shalihin (cet.3; Jakarta : Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2008)hal.7
[2] Teungku Muhammad Hasbi Ash Siddieqy, Al Islam (cet 1; Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,1998) hal.302
[3] Ibid, h.303
[4] Muhammad Husaini Bahesyti dan Jawab Bohar, Intisari Islam, diterjemahkan oleh Philoshophi Of Islam (cet1; Jakarta, PT. Lentera Basritama, 2003), hal. 302
[5] Teungku Op.cit, hal.304
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Bila kita diganggu orang
[9] Ibnu Hamzah al Husaini al Hanafi Ad Damsyiki, Asbabul Wurud 2, diterjemahkan oleh H.M Suwarta Wijaya, B.Abdul rs. Zafrullah Salim (cet.7; Jakarta : 2009) h.305
[10] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Kumpulan Hadis shahih Bukhari-Muslim, diterjemahkan oleh Arif Rahman Hakim, Lc (cet.1; Jaw Timur:PT. Insan Kamil Solo, 2011) h.770
[11] Abdullah bin Rahman Ali Bassan, Syarah Hadis Pilihan Bukhari-Muslim, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi (cet.1; Jakarta: 2002) h.677
[12] Imam nawawi, Syarah Arba’in Nawawiah (cet.1; Jakarta Timur:Akbar Media Eka Sarana,2009), h.127
[13] Teungku Op.cit, hal.429
[14]Salim Op.cit, hal.136-137
[15] Al-Hafidzh Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulugul Maram (Semarang: PT. Karya Toha Putra, Tth) hlm.748


No comments:

Post a Comment