Tuesday, April 23, 2013

MANDI JANABAH


Mata Kuliah   : Ilmu Fiqih
Dosen           : Nur Asia Hamzah, LC MA

MANDI JANABAH



Disusun Oleh:
KELOMPOK  III
AHMAD HUMAID (30700112025)
TAUFIQ HIDAYAT (30700112031)
NUR KHALIS (30700112012)
HARIYADIN (30700112006)


JURUSAN TAFSIR HADIS
PRODI ILMU HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2013


I.  PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih (air mutlak) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadas besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat. Maka dari itu kita sebagai ummat muslim sangat penting untuk mengetahui bagaimana tata cara Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib sesuai dengan tuntunan Rosulullah SAW. Agar ibadah-ibadah yang kita lakukan bisa diterima dan mendapatkan pahala
B.   RUMUSAN MASALAH
  Dengan uraian latar belakang diatas penulis ingin menyajikan makalah yang berkisar tentang Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib:
1.    Pengertian Mandi Janabah
2.    Hal-hal Yang Mewajibkan Mandi Janabah
3.    Fardhu Mandi Janabah
4.    Sunnah Mandi Janabah
5.    Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Ketika Mandi
6.    Hal-Hal Yang Haram Dikerjakan
7.    Tatacara Mandi Janabah
8.    Hikmah Mandi Janabah
C.   TUJUAN
Tujuan penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk menambah wawasan kita tentang Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib sesuai tuntunan Rasulullah SAW.  Apalagi mandi wajib merupakan salah satu kewajiban kita sebagai ummat muslim yang harus kita lakukan karna keluarnya cairan atau air mani  melalui kemaluan kita baik secara sadar ataupun tidak sadar, jadi kita perlu mengetahui dalil-dalil tentang tata cara Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib.
II. PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN MANDI JANABAH
       Mandi dalam bahasa Arab disebut dengan istilah al-ghusl ( الغسل ). Kata ini memiliki makna yaitu menuangkan air ke seluruh tubuh. Sedangkan secara istilah, para ulama menyebutkan definisinya yaitu :                               
Memakai air yang suci pada seluruh badan dengan tata cara tertentu dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya.
Adapun kata Janabah dalam bahasa Arab bermakna jauh ( البُعْدُ ) dan lawan dari dekat ( ضِدُّ القرَابَة )
Sedangkan secara istilah fiqih, kata janabah ini menurut Al-Imam An-Nawawi  rahimahullah berarti      
Janabah secara syar'i dikaitkan dengan seseorang yang keluar mani atau melakukan hubungan suami istri, disebut bahwa seseorang itu junub karena dia menjauhi shalat, masjid dan membaca Al-Quran serta dijauhkan atas hal-hal tersebut.74
Mandi Janabah sering juga disebut dengan istilah 'mandi wajib'. Mandi ini merupakan tatacara ritual yang bersifat ta`abbudi dan bertujuan menghilangkan hadats besar.


2. HAL-HAL YANG MEWAJIBKAN MANDI JANABAH
Para ulama menetapkan paling tidak ada 6 hal yang mewajibkan seseorang untuk mandi janabah.Tiga hal di antaranya dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan. Tiga lagi sisanya hanya terjadi pada perempuan.

   A. Keluar Mani
        Keluarnya air mani menyebabkan seseorang mendapat janabah, baik dengan cara sengaja (masturbasi) atau tidak. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini :
Dari Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Sesungguhnya air itu (kewajiban mandi) dari sebab air (keluarnya sperma). (HR. Bukhari dan Muslim).
       Namun ada sedikit perbedaan pandangan dalam hal ini di antara para fuqaha'. Mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al- Hanabilah mensyaratkan keluarnya mani itu karena syahwat atau dorongan gejolak nafsu, baik keluar dengan sengaja atau tidak sengaja. Yang penting, ada   dorongan syahwat seiring dengan keluarnya mani. Maka barulah diwajibkan mandi janabah.                                           
       Sedangkan mazhab Asy-syafi'iyah memutlakkan keluarnya mani, baik karena syahwat atau pun karena sakit, semuanya tetap mewajibkan mandi janabah.
Sedangkan air mani laki-laki itu sendiri punya ciri khas yang membedakannya dengan wadi dan mazi :
Dari aromanya, air mani memiliki aroma seperti aroma 'ajin (adonan roti). Dan seperti telur bila telah mengering.
Keluarnya dengan cara memancar.
Rasa lezat ketika keluar dan setelah itu syahwat jadi mereda.
Mani Wanita
Dari Ummi Salamah radhiyallahu anha bahwa Ummu Sulaim istri Abu Thalhah bertanya,"Ya Rasulullah, sungguh Allah tidak mau dari kebenaran, apakah wanita wajib mandi bila keluar mani? Rasulullah SAW menjawab,"Ya, bila dia melihat mani keluar". (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa wanita pun mengalami keluar mani, bukan hanya laki-laki.

   B. Bertemunya Dua Kemaluan
       Yang dimaksud dengan bertemunya dua kemaluan adalah kemaluan laki-laki dan kemaluan wanita. Dan istilah ini disebutkan dengan maksud persetubuhan (jima'). Dan para ulama membuat batasan : dengan lenyapnya kemaluan (masuknya) ke dalam faraj wanita, atau faraj apapun baik faraj hewan.
       Termasuk juga bila dimasukkan ke dalam dubur, baik dubur wanita ataupun dubur laki-laki, baik orang dewasa atau anak kecil. Baik dalam keadaan hidup ataupun dalam keadaan mati. Semuanya mewajibkan mandi, di luar larangan perilaku itu.
       Hal yang sama berlaku juga untuk wanita, dimana bila farajnya dimasuki oleh kemaluan laki-laki, baik dewasa atau anak kecil, baik kemaluan manusia maupun kemaluan hewan, baik dalam keadaan hidup atau dalam keadaan mati, termasuk juga bila yang dimasuki itu duburnya. Semuanya mewajibkan mandi, di luar masalah larangan perilaku itu.
       Semua yang disebutkan di atas termasuk hal-hal yang mewajibkan mandi, meskipun tidak sampai keluar air mani. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini :
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila dua kemaluan bertemu atau bila kemaluan menyentuh kemaluan lainnya, maka hal itu mewajibkan mandi janabah. Aku melakukannya bersama Rasulullah SAW dan kami mandi.
Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila seseorang duduk di antara empat cabangnya kemudian bersungguh-sungguh (menyetubuhi), maka sudah wajib mandi. (HR. Muttafaqun 'alaihi).
Dalam riwayat Muslim disebutkan : "Meski pun tidak keluar mani"

   C. Meninggal
       Seseorang yang meninggal, maka wajib atas orang lain yang masih hidup untuk memandikan jenazahnya. Dalilnya adalah sabda Nabi Saw tentang orang yang sedang ihram tertimpa kematian :
Rasulullah SAW bersabda,"Mandikanlah dengan air dan daun bidara`. (HR. Bukhari dan Muslim)

   D. Haidh
       Haidh atau menstruasi adalah kejadian alamiyah yang wajar terjadi pada seorang wanita dan bersifat rutin bulanan. Keluarnya darah haidh itu justru menunjukkan bahwa tubuh wanita itu sehat. Dalilnya adalah firman Allah SWT dan juga sabda Rasulullah SAW :
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al- Baqarah : 222)
Nabi SAW bersabda,`Apabila haidh tiba, tingalkan shalat, apabila telah selesai (dari haidh), maka mandilah dan shalatlah. (HR Bukhari dan Muslim)

   E. Nifas
       Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah melahirkan. Nifas itu mewajibkan mandi janabah, meski bayi yang dilahirkannya itu dalam keadaan mati. Begitu berhenti dari keluarnya darah sesudah persalinan atau melahirkan, maka wajib atas wanita itu untuk mandi janabah.
       Hukum nifas dalam banyak hal, lebih sering mengikuti hukum haidh. Sehingga seorang yang nifas tidak boleh shalat, puasa, thawaf di baitullah, masuk masjid, membaca Al-Quran, menyentuhnya, bersetubuh dan lain sebagainya.

   F. Melahirkan
       Seorang wanita yang melahirkan anak, meski anak itu dalam keadaan mati, maka wajib atasnya untuk melakukan mandi janabah. Bahkan meski saat melahirkan itu tidak ada darah yang keluar. Artinya, meski seorang wanita tidak mengalami nifas, namun tetap wajib atasnya untuk mandi janabah, lantaran persalinan yang dialaminya.
       Sebagian ulama mengatakan bahwa 'illat atas wajib mandinya wanita yang melahirkan adalah karena anak yang dilahirkan itu pada hakikatnya adalah mani juga, meski sudah berubah wujud menjadi manusia.
       Dengan dasar itu, maka bila yang lahir bukan bayi tapi janin sekalipun, tetap diwajibkan mandi, lantaran janin itu pun asalnya dari mani.

3. FARDHU MANDI JANABAH
        Untuk melakukan mandi janabah, maka ada tiga hal yang harus dikerjakan karena merupakan rukun/pokok:

   A. Niat              
Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya. (HR Bukhari dan Muslim)

   B. Menghilangkan Najis
       Menghilangkan najis dari badan sesungguhnya merupakan syarat sah mandi janabah. Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah, disyaratkan sebelumnya untuk memastikan tidak ada lagi najis yang masih menempel di badannya.
       Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun atau pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
       Untuk itu sangat dianjurkan sebelum mandi janabah dilakukan, mandi terlebih dahulu seperti biasa, dengan sabun dan lain-lainnya, agar dipastikan semua najis dan kotoran telah hilang. setelah itu barulah mandi janabah hanya dengan air saja.

   C. Meratakan Air
       Seluruh badan harus rata mendapatkan air, baik kulit maupun rambut dan bulu. Baik akarnya atau pun yang terjuntai. Semua penghalang wajib dilepas dan dihapus, seperti cat, lem, pewarna kuku atau pewarna rambut bila bersifat menghalangi masuknya air.
       Rambut yang dicat dengan menggunakan bahan kimiawi yang sifatnya menutup atau melapisi rambut, dianggap belum memenuhi syarat. Sehingga cat itu harus dihilangkan terlebih dahulu. Demikian juga bila di kulit masih tersisa lem yang bersifat melapisi kulit, harus dilepas sebelum mandi agar kulit tidak terhalang dari terkena air.
       Sedangkan pacar kuku (hinna') dan tato, tidak bersifat menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga tetap sah mandinya, lepas dari masalah haramnya membuat tato. Termasuk yang dianggap tidak menghalangi air terkena kulit adalah tinta pemilu, dengan syarat tinta itu tidak menutup atau melapisi kulit, tinta itu hanya sekedar mewarnai saja.

4. SUNNAH MANDI JANABAH
       Rasulullah SAW telah memberikan contoh hidup bagaimana sebuah ritual mandi janabah pernah beliau lakukan, lewat laporan dari istri beliau, ibunda mukminin, Aisyah radhiyallahu ta'ala anha.

Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya dengan mencuci kedua tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan kanannya ke tangan kiri lalu ia mencuci kemaluannya kemudia berwudhu seperti wudhu` orang shalat. Kemudian beliau mengambil air lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya, dan apabila ia yakin semua kulit kepalanya telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali, kemudia beliau membersihkan seluruh tubuhnya dengan air kemudia diakhir beliau mencuci kakinya (HR Bukhari/248 dan Muslim/316)

Dari ’Aisyah radliyallahu anha dia berkata, ”Jika Rasulullah SAW mandi karena janabah, maka beliau mencuci kedua tangan, kemudian wudhu’ sebagaimana wudhu beliau untuk sholat, kemudian beliau menyela-nyela rambutnya dengan kedua tangan beliau, hingga ketika beliau menduga air sudah sampai ke akar-akar rambut, beliau mengguyurnya dengan air tiga kali, kemudian membasuh seluruh tubuhnya”. ’Aisyah berkata, ”Aku pernah mandi bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dari satu bejana, kami mencibuk dari bejana itu semuanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
      Dari kedua hadits di atas, kita bisa rinci sebagai berikut :

   A. Mencuci Kedua Tangan
      Pertama sekali yang harus dilakukan ketika mandi janabah adalah mencuci kedua tangan. Mencuci kedua tangan ini bisa dengan tanah atau sabun, lalu dibilas sebelum dimasukkan ke wajan tempat air.

   B. Mencuci Dua Kemaluan
      Caranya dengan menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri dan dengan tangan kiri itulah kemaluan dan dubur dicuci dan dibersihkan.

   C. Membersihkan Najis
      Selain dua kemaluan, juga disunnahkan terlebih dahulu untuk membersihkan semua najis yang sekiranya masih melekat di badan.

   D. Berwudhu
      Setelah semua suci dan bersih dari najis, maka disunnahkan untuk berwudhu sebagaimana wudhu' untuk shalat. Jumhur ulama mengatakan bahwa disunnahkan untuk mengakhirkan mencuci kedua kaki. Maksudnya, wudhu' itu tidak pakai cuci kaki, cuci kakinya nanti setelah mandi janabah usai.
   E. Sela-sela Jari
      Di antara yang dianjurkan juga adalah memasukan jari-jari tangan yang basah dengan air ke sela-sela rambut, sampai ia yakin bahwa kulit kepalanya telah menjadi basah

   F. Menyiram kepala
      Sunnah juga untuk menyiram kepala dengan 3 kali siraman sebelum membasahi semua anggota badan.

   G. Membasahi Seluruh Badan
      Ketika mandi dan membasahi semua bagian badan, ada keharusan untuk meratakannya. Jangan sampai ada anggota badan yang tidak terbasahi air. Misalnya, kalau ada orang yang memakai pewarna rambut atau kuku yang sifatnya menghalangi tembusnya air, maka mandi itu menjadi tidak sah. Tergantung jenis pewarnanya, kalau tembus air atau menyatu menjadi bagian dari rambut atau kuku, tentu tidak mengapa. Tetapi kalau tidak tembus dan menghalangi, maka mandinya tidak sah. Sebelum mandi harus dihilangkan terlebih dahulu.

   H. Mencuci kaki
      Disunnahkan berwudhu di atas tanpa mencuci kaki, tetapi diakhirkan mencuci kakinya. Dengan demikian, mandi janabah itu juga mengandung wudhu yang sunnah. Walau pun tanpa berwudhu' sekalipun, sebenarnya mandi janabah itu sudah mengangkat hadats besar dan kecil sekaligus.


5. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN KETIKA MANDI

   A. Mendahulukan anggota kanan
Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu`. Hal tersebut sebagaimana ditegaskan oleh hadits dari Aisyah, ia berkata:
Rasulullah SAW menyenangi untuk mendahulukan tangan kanannya dalam segala urusannya; memakai sandal, menyisir dan bersuci (HR Bukhari/5854 dan Muslim/268)

   B. Tidak perlu berwudhu lagi setelah mandi.
Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits dari Aisyah RA, ia berkata:
Rasulullah SAW mandi kemudian shalat dua rakaat dan sholat shubuh, dan saya tidak melihat beliau berwudhu setelah mandi (HR Abu Daud, at-Tirmidzy dan Ibnu Majah)

6. HAL-HAL YANG HARAM DIKERJAKAN
Orang yang dalam keadaan janabah diharamkan melakukan beberapa pekerjaan, lantaran pekerjaan itu mensyaratkan kesucian dari hadats besar. Di antara beberapa pekerjaan itu adalah :

   A. Shalat
Shalat adalah ibadah yang mensyaratkan kesucian dari hadats kecil maupun hadats besar. Seorang yang dalam keadaan janabah atau berhadats besar, haram hukumnya melakukan ibadah shalat, baik shalat yang hukumnya fardhu a'in seperti shalat lima waktu, atau fadhu kifayah seperti shalat jenazah, atau pun shalat yang hukumnya sunnah seperti dhuha, witir, tahajjud.
Dasar keharaman shalat dalam keadaan hadats besar adalah hadits berikut ini :
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Tidak diterima shalat yang tidak dengan kesucian". (HR. Muslim)

   B. Sujud Tilawah
Sujud tilawah adalah sujud yang disunnahkan pada saat kita membaca ayat-ayat tilawah, baik dilakukan di dalam shalat maupun di luar shalat.
Syarat dari sujud tilawah juga suci dari hadats kecil dan besar. Sehingga orang yang dalam keadaan janabah, haram hukumnya melakukan sujud tilawah.

   C. Tawaf
Tawaf di Baitullah Al-Haram senilai dengan shalat, sehingga kalau shalat itu terlarang bagi orang yang janabah, otomatis demikian juga hukumnya buat tawaf.
Dasar persamaan nilai shalat dengan tawaf adalah sabda Rasulullah SAW :
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Tawaf di Baitullah adalah shalat, kecuali Allah membolehkan di dalamnya berbicara." (HR. Tirmizy, Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya)

      Dengan hadits ini, mayoritas (jumhur) ulama sepakat untuk mengharamkan tawaf di seputar ka'bah bagi orang yang janabah sampai dia suci dari hadatsnya. Kecuali ada satu pendapat menyendiri dari madzhab Al-Hanafiyah yang menyebutkan bahwa suci dari hadats besar bukan syarat sah tawaf, melainkan hanya wajib. Sehingga dalam pandangan yang menyendiri ini, seorang yang tawaf dalam keadaan janabah tetap dibenarkan, namun dia wajib membayar dam, berupa menyembelih seekor kambing.
Pendapat ini didasarkan pada fatwa Ibnu Abbas radhiyallahu anhu yang menyebutkan bahwa menyembelih kambing wajib bagi seorang yang melakukan ibadah haji dalam dua masalah : [1] bila tawaf dalam keadaan janabah, [2] bila melakukan hubungan seksual setelah wuquf di Arafah.

   D. Memegang atau Menyentuh Mushaf
Jumhur Ulama sepakat bahwa orang yang berhadats besar termasuk juga orang yang haidh dilarang menyentuh mushaf Al-Quran. Dalilnya adalah firman Allah SWT berikut ini :
`Dan tidak menyentuhnya kecuali orang yang suci.` . (QS. Al- Waqi’ah ayat 79)
Ditambah dan dikuatkan dengan hadits Rasulullah SAW berikut ini :
Dari Abdullah bin Abi Bakar bahwa dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah SAW kepada ‘Amr bin Hazm tertulis : Janganlah seseorang menyentuh Al-Quran kecuali dia dalam keadaan suci”.(HR. Malik).

   E. Melafazkan Ayat-ayat Al-Quran
Empat madzhab yang ada, yaitu Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah, semuanya sepakat bulat mengharamkan orang yang dalam keadaan janabah untuk melafadzkan ayat ayat Al-Quran.
Dari Abdillah Ibnu Umar radhiyallahu anhu bahwa Rasululah SAW bersabda,"Wanita yang haidh atau orang yang janabah tidak boleh membaca sepotong ayat Qur’an (HR. Tirmizy).
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah SAW tidak terhalang dari membaca Al-Quran kecuali dalam keadaan junub. (HR. Ahmad)

        Larangan ini dengan pengecualian kecuali bila lafadz Al-Quran itu hanya disuarakan di dalam hati. Juga bila lafadz itu pada hakikatnya hanyalah doa atau zikir yang lafadznya diambil dari ayat Al-Quran secara tidak langsung (iqtibas). Namun ada pula pendapat yang membolehkan wanita haidh membaca Al-Quran dengan catatan tidak menyentuh mushaf dan takut lupa akan hafalannya bila masa haidhnya terlalu lama. Juga dalam membacanya tidak terlalu banyak. Pendapat ini adalah pendapat Malik.
Diriwayatkan bawa Ibnu Abbas radhiyalahu anhu dan Said ibnul Musayyib termasuk pihak yang membolehkan wanita haidh melafadzkan ayat-ayat bahkan keseluruhan Al-Quran.

   F. Masuk ke Masjid
Seorang yang dalam keadaan janabah, oleh Al-Qur’an Al-Karim secara tegas dilarang memasuki masjid, kecuali bila sekedar melintas saja.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.(QS. An-Nisa' :43)
Selain Al-Quran, Sunnah Nabawiyah juga mengharamkan hal itu :
Dari Aisyah RA. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh`. (HR. Bukhari, Abu Daud dan Ibnu Khuzaemah).
Apabila haidh tiba, tinggalkan shalat, apabila telah selesai (dari haidh), maka mandilah dan shalatlah. (HR Bukhari dan Muslim)


7. TATACARA MANDI JANABAH
       Mandi Janabah tentu bukan hal yang asing bagi orang yang sudah dewasa. Namun bagaimana tatacara mandi janabah seperti yang dicontohkan oleh Rosulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tentu masih sedikit yang tahu. Tidak ada perbedaan cara mandi janabah antara laki-laki dan wanita.

Berikut Tatacara Mandi Janabah :
1.     Niat di dalam hati dan tidak diucapkan
Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya amalan-amalan seseorang tergantung niatnya,dan seseorang akan mendapatkan balasan sesuai niatnya.” (HR. Bukhari I/9 hadits no. 1) dan Muslim (I/1515 hadits no.1907))
Adapun niat cukup dalam hati tanpa perlu melafadzkannya. Mengenai bacaan niat “Nawaitu rof’al hadasil akbar …..” tidak ditemukan ada dalilnya.

2.      Membaca Bimillah
Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu (H.R Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan lainnya. Lihat Irwa’ Al Ghalil hadits no.81, syaikh Al Albani menghasankan hadits ini karena ada banyak jalur periwayatan dan penguat (syawahid).
3.      Mencuci kedua tangan sebelum dimasukkan/dicelupkan ke dalam bejana/tempat air.
4.      Menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, lalu digunakan untuk mencuci kemaluan dengan tangan kiri dan dilakukan sebanyak dua atau tiga kali.
5.      Tangan kiri yang digunakan untuk mencuci kemaluan digosokkan/diusapkan ke bumi/tanah atau ke tembok sebanyak dua atau tiga kali dilakukan dengan sungguh-sungguh.
ثُمَّ ضَرَبَ بِــشِمَاْ لِهِ اْلأَرْضَ ، فَدَلّـَـكَهَا دَلْــكًا شَدِيْدًا …
“Kemudian Beliau mengusap tanah dengan tangan kirinya lalu menggosoknya dengan gosokan yang sungguh-sungguh…” (HR. Muslim no.720).
6.    Berwudhu sebagaimana wudhu hendak Shalat
Yakni melakukan madhmadhah (berkumur-kumur), istinsyaq (memasukkan air ke hidung) dan istintsar (mengeluarkan air dari hidung), mencuci wajah, dua lengan, mengusap kepala dan telinga.
7.     Memasukkan jari jemarinya ke dalam air lalu menyela-nyela pangkal rambutnya sampai dipastikan kulit kepala terkena air. Setelah itu menuangkan air sepenuh 2 telapak tangan ke kepala sebanyak tiga kali siraman.
“ Kemudian Beliau menyela-nyela rambutnya dengan tangannya hingga ketika Beliau memastikan telah membasahi kulit kepalanya, Beliau pun menuangkan air ke kepalanya tiga kali” (HR. Bukhari no.272 dan Muslim no.716).
Ketika membasuh kepala dimulai dari belahan rambut bagian kanan kemudian kiri setelah itu bagian tengah. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah berkata :
أَمَّا أَ نَا, فَأُفِيْضُ عَلَى رَأْسِيْ ثَلاَ ثًا
“Adapun aku, aku menuangkan air ke kepalaku tiga kali.”Dan Beliau mengisyaratkan dengan kedua tangannya. (HR. Bukhari no.254 dan Muslim no.738).
“Rasulullah mengambil air dengan telapak tangannya lalu mulai menuangkannya ke belahan kepalanya yang kanan kemudian yang kiri” (HR. Bukhari no.258 dan Muslim no.723).

8.      Membasuh dan meratakan air ke seluruh tubuh
9.    Bergeser sedikit dari tempat semula lalu mencuci kaki, sebagaimana hadits Maimunah radhiallaahu ‘anha :
“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam berwudhu seperti wudhu untuk mengerjakan shalat hanya saja Beliau tidak mencuci kakinya. Dan (sebelumnya) Beliau telah mencuci kemaluannya dan kotoran yang mengenainya. Kemudian Beliau menuangkan air ke atas tubuhnya, setelahnya Beliau memindahkan kedua kakinya(berpindah dari tempat semula), lalu mencuci keduanya.” (HR. Bukhari no.249 dan Muslim no.720).
Adapun hikmah diakhirkannya mencuci kaki, Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullaahu berkata : “Hikmah diakhirkannya mencuci kedua kaki agar dalam mandi janabah itu diawali dan diakhiri dengan membasuh anggota wudhu.” (Fathul Bari, I/470).
10.   Tidak Berwudhu lagi setelah mandi
‘Aisyah radhiallaahu ‘anha mengabarkan :
“Adalah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam mandi dan setelahnya shalat dua rakaat (qabliyyah shubuh) dan shalat shubuh dan aku tidak melihat Beliau memperbaharui wudhu setelah mandi”. (HR. Abu Dawud no.250, dishahihkan Syaikh Albani  dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
Dengan demikian bila seseorang hendak mengerjakan shalat setelah mandi janabah maka wudhu yang dilakukan saat mandi janabah telah mencukupinya selama wudhu tersebut belum batal, sehingga ia tidak perlu mengulangi wudhunya setelah mandi.
11.  Mengeringkan air dari tubuh dengan mengeringkan/mengibaskan air dengan tangan.
Hadits Maimunah radhiallaahu ‘anha disebutkan :
“….Maimunah berkata : Aku pun memberikan kain/handuk kepada Beliau (untuk mengusap/mengelap tubuh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam) namun Beliau tidak menginginkannya. Maka mulailah Beliau mengibaskan air dengan tangannya.” (HR. Bukhari no.274 dan Muslim no.720).
Dari ucapan Maimunah radhiallaahu ‘anha tentang perbuatan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika selesai mandi :
وَجَعَلَ يَقُوْلُ بِا لْمَاْءِ هَكَذَا
(Mulailah Beliau melakukan begini terhadap air yang menempel di tubuhnya) yakni يَنْفُضُهُ mengibaskannya (HR. Muslim no.722) ada dalil tidak terlarangnya mengibaskan atau menepiskan air dengan tangan dari anggota tubuh setelah wudhu dan mandi. (Subulus Salam, I/141).
Adapun menyekanya dengan menggunakan kain, handuk atau yang selainnya maka kita dapati ulama berselisih pendapat (ikhtilaf).
Pertama : Tidak mengapa melakukannya setelah berwudhu dan mandi, demikian pendapat Anas bin Malik dan Ats Tsauri.
Kedua : makruh untuk dilakukan setelah wudhu dan mandi, sebagaimana pendapat Ibnu ‘Umar dan Ibnu Abi Laila.
Ketiga : Dimakruhkan dalam wudhu namun tidak makruh bila dilakukan setelah mandi, demikian  pandangan Ibnu ‘Abbas. (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/222).
        Dalam hal ini penulis lebih memilih pendapat yang pertama karena tidak adanya dalil yang melarang dalam masalah ini. Adapun penolakan Beliau bukan berarti larangan, namun Beliau lebih menyenangi mengibaskannya dengan tangan Beliau atau karena perkara yang lainnya. Sehingga apabila mengibaskan dengan tangan dibolehkan (mubah) berarti tansyif semisalnya juga dibolehkan, karena mengibaskan dengan tangan dan menyeka dengan handuk sama-sama bertujuan menghilangkan air yang menempel di tubuh. Wallaahu ‘alam.

8.HIKMAH MANDI JANABAH
        Mandi merupakan salah satu cara bersuci dalam rangkaian ibadah yang secara umum mengandung hikmah bagi manusia sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 6 yaitu:
߃̍ムöNä.tÎdgsÜãŠÏ9 §NÏGãŠÏ9ur ¼çmtGyJ÷èÏR öNä3øn=tæ öNà6¯=yès9 šcrãä3ô±n@ ÇÏÈ  


Artinya :
“Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatnya bagimu, supaya bersyukur”.

Adapun hikmahnya yaitu :
1. Dapat menetralisasi pengaruh kejiwaan yang ditimbulkan akibat pergaulan seksual.
2. Dapat memulihkan kekuatan dan kesegaran , dan membersihkan kotoran.
3. Menambah kekhusyuan dalam beribadah
4. Dapat memulihkan kesadaran, kesegaran dan ketenangan pikiran

III.  PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1.     Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih (air mutlak) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadas besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat.
2.    Keluar mani, bertemunya dua kemaluan, meninggal, haid, nifas, dan melahirkan
3.    Niat, Menghilangkan najis, dan Meratakan air.
4.    Mencuci kedua tangan, Mencuci dua kemaluan, Membersihkan najis, Berwudhu, Sela-sela jari, Menyiram kepala, Membasahi seluruh badan, sMencuci kaki
5.    Mendahulukan anggota kanan, Tidak perlu berwudhu lagi setelah mandi.
6.    Sholat, Sujud Tilawah, Tawaf,  Memegang atau menyentuh mushaf, Melafazkan Ayat-ayat Al-Qur’an, Masuk ke Masjid
7.    a. Niat di dalam hati dan tidak diucapkan
b. Membaca Bimillah
c. Mencuci kedua tangan sebelum dimasukkan/dicelupkan ke dalam bejana/tempat air.
d. Menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, lalu digunakan untuk mencuci kemaluan dengan tangan kiri dan dilakukan sebanyak dua atau tiga kali.
e. Tangan kiri yang digunakan untuk mencuci kemaluan digosokkan/diusapkan ke bumi/tanah atau ke tembok sebanyak dua atau tiga kali dilakukan dengan sungguh-sungguh
f. Berwudhu sebagaimana wudhu hendak Shalat
g. Memasukkan jari jemarinya ke dalam air lalu menyela-nyela pangkal rambutnya sampai dipastikan kulit kepala terkena air. Setelah itu menuangkan air sepenuh 2 telapak tangan ke kepala sebanyak tiga kali siraman.
h. Membasuh dan meratakan air ke seluruh tubuh
i. Bergeser sedikit dari tempat semula lalu mencuci kaki, sebagaimana hadits Maimunah radhiallaahu ‘anha :
j. Tidak Berwudhu lagi setelah mandi
k. Mengeringkan air dari tubuh dengan mengeringkan/mengibaskan air dengan tangan.


DAFTAR PUSATKA

Sumber Tata Cara Mandi Wajib yang Benar : http://www.salaf.web.id















No comments:

Post a Comment