Sunday, June 9, 2013

H A J I


Mata Kuliah  : Ilmu Fiqih
Dosen            : Nur Asia Hamzah, Lc, MA
Jurusan        : Tafsir Hadis
Prodi              : Ilmu Hadis
H A J I



DISUSUN OLEH :
KELOMPOK  III
BESSE AINUL MARDIYAH KADIR
W I L D A
R I S K A

JURUSAN TAFSIR HADIS
PRODI ILMU HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR 2013



KATA PENGANTAR


            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah,sehingga kami selaku penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai Ibadah Haji ini.
Shalawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. yang telah memperjuangkan agama Islam sehingga kita dapat menikmati indahnya Islam pada saat ini.
            Pelaksanaan ibadah haji,sesuai dengan rukun islam yang kelima,merupakan suatu amal ibadah yang dilakukan untuk memenuhi panggilan ilahi.
            Dalam pembahasan masalah haji, tentunya banyak makalah-makalah yang juga membahas masalah ini, kami juga merampungkan makalah yang serupa dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan terlebih lebih lagi bagi pembaca.
Makalah ini membahas hukum-hukum haji, syarat-syarat haji, dan rukun-rukun haji yang tentunya dapat membantu pembaca dalam memahami hal-hal apa saja yang termasuk dari hukum-hukum haji, syarat-syarat haji dan rukun-rukun haji. Dengan doa penuh cinta dan ketulusan, makalah ini kami persembahkan kepada para pembaca agar sekiranya dapat menjadi pedoman yang bermanfaat.
                                                                                            Samata, 19 Mei 2013

                                                                                            Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………… i
Daftar Isi …………………………………………….…………................ ii
BAB I  PENDAHULUAN …......………………………………………… 1
A.   Latar Belakang ..……………………………………..…………... 1
B.   Rumusan Masalah …………….……………………….………... 2
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………. 3
A.   Hukum-hukum Haji........................................................................ 3
B.   Syarat-syarat Haji............................................................................ 8
C.   Rukun-rukun Haji........................................................................... 12
BAB III PENUTUP…………………………………………….………. 14
Kesimpulan………….………………………………..…………... 14
Daftar Pustaka ………………………………………….………………… 15



BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Latar belakang masalah Haji adalah rukun (tiang agama) islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual  tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat  di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (Bulan Dzulhijjah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu. Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat islam bermalam di Mina, Wukuf (berdiam diri) di padang Arafah pada tanggal  9 Dzulhijjah,dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan)pada tanggal 10 Dulhijjah masyarakat Indonesia lazim juga menyebutnya hari raya Idul Adha sebagai hari raya haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah haji ini. Secara lughawi,haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi.
Menurut etimologi bahasa Arab,kata haji mempunyai arti qashd,yakni tujuan,maksud,dan menyengaja. Menurut istilah syara’,haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan tempat-tempat tertentu dalam defenisi diatas,selain Ka’bah dan Mas’a(tempat Sa’i),juga Arafah,Muzdalifah,dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Adapun amal ibadah tertentu ialah Thawaf,Sa’I,Wukuf,Mazbit,Mabut di Mina,Dan lain-lain.
 

 

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
                   a. Apa saja hal-hal yang termasuk hukum-hukum haji ?
                   b. Apa saja hal-hal yang termasuk syarat-syarat haji ?
                   c. Apa saja hal-hal yang termasuk rukun-rukun haji?

















BAB II

PEMBAHASAN


A. Hukum-Hukum Haji

Haji merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan. Allah swt.berfirman:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,yaitu(bagi)orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah;barang siapa menghindari(kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.’’(QS.Ali Imran:97)
Juga dinyatakan dalam hadits Nabi Muhammad saw. Yang diriwayatkan dari Ibnu Umar:
سمعت رسول الله ص م يقول بني الاسلام على  خمس شهادة ان لااله الا الله وان محد الرسول الله واقامالصلاة وايتاءالزكات وحخ البيت من استطاع اليه سبيلا وصوم رمضان
Saya mendengar Rasulullah saw.bersabda:”Islam didirikan atas lima sendi yaitu mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah,dan bahwa Muhammad utusan Allah,mengerjakan shalat,mengeluarkan zakat,mengunjungi Baitullah,dan berpuasa di bulan ramadhan.”(HR.Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar)
Al-Qur’an,As-sunnah dan ijma’ para ulama’ menetapkan bahwa haji merupakan Fardhu’ain bagi kaum muslimin dan muslimah yang sanggup mengerjakannya.

Definisi Haji
Haji menurut bahasa ialah menuju ke sesuatu tempat secara berulang kali atau menuju kepada sesuatu yang diagungkan.
Oleh karena itu para muslim mengunjungi baitullah Al-Haram berulang kali pada tiap-tiap tahun dinamakan ibadah tersebut dengan haji atau nusk (ibadah). Atau karena Baitullah merupakan tempat yang diagungkan maka pekerjaan mengunjunginya dinamakan dengan haji.
Allah SWT. telah menjadikan baitullah suatu tempat yang dituju manusia pada setiap tahun Allah SWT berfirman:
“Dan ketika kami jadikan Bait Al-Haram tempat perkunjungan manusia dari tempat yang aman….”(QS.Al-Baqarah:125)
Baitullah adalah suatu tempat yang didatangi manusia pada setiap tahun umumnya mereka yang sudah pernah mengunjungi Baitullah, timbul keinginannya untuk kembali lagi yang kedua kalinya.
Maka makna hajj al-baiti menurut syara’ ialah mengunjungi Baitullah dengan sifat yang tertentu di waktu yang tertentu disertai oleh perbuatan-perbuatan yang tertentu pula.
Para ulama  telah mengkhususkan kalimat haji untuk mengunjungi ka’bah,buat menyelesaikan manasik haji.
Allah SWT. memerintahkan Nabi Ibrahim as. membangun sebuah rumah di Makkah. Ibrahim melaksanakan perintah tersebut dengan membangun Ka’bah bersama-sama puteranya Ismail. Selesai pembangunan dikerjakan, Allah memerintahkan Ibrahim agar memberitahukannya kepada umat manusia dan harus dipakai serta dikunjungi sebagai tempat ibadah.
Ibrahim dan Ismail memohon kepada Allah supaya diajarkan manasik yang harus mereka kerjakan.
Ka’bah adalah rumah yang mula-mula dibangun dipermukaan bumi sebagai tempat menyembah Allah SWT. Ketika ada bangsa-bangsa yang juga membangun rumah-rumah untuk tempat-tempat memuja berhala dan patung-patung. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya permulaan rumah yang dibuat manusia untuk tempat beribadah, itulah rumah yang di bakkah,yang diberkahi dan yang menjadi petunjuk bagi segenap manusia”(QS.Ali Imran :96)
Allah swt.berfirman:
“Kami telah perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail:’Sucikanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang berthawaf,yang beriktikaf,orang-orang yang rukuk dan sujud.”(QS.Al-Baqarah:125)

Hukum mengingkari kewajiban Haji
Apabila seseorang mengingkari kewajiban haji,maka ia menjadi kufur dan murtad dari agama Islam.

Anjuran menyegerakan pelaksanaan Ibadah Haji
Sangatlah dianjurkan supaya orang yang telah wajib mengerjakan haji segera mengerjakannya. Firman Allah swt:
“…Maka berlomba-lombalah kamu mengerjakan kebaikan….”(QS.Al-Baqarah:148)
Apabila menunda-nunda haji disaat mampu untuk melaksanakannya, maka akan dikhawatirkan haji tersebut akan lupa dikerjakan. Dalam pada itu, haji boleh di-takhir-kan dari tahun ketahun,mengingat bahwa menurut jumhur,haji itu diwajibkan pada tahun ke-6 H. dan Nabi saw.baru melakukannya pada tahun ke-10 H. tanpa ada uzur. Demikianlah menurut pendapat Asy-syafi’i,Auza’I, Ats-Tsauri dan Muhammad Ibn Al-Hasan. Dan juga pendapat Ibnu Abbas, Anas, Jabir, dan Thaus menurut nukilan Al-Mawardi.
Menurut pendapat Abu Hanifah, Malik, Ahmad, Abu Yusuf dan sebagian ulama’ Syafi’iyah bahwa pelaksanaan haji itu wajib disegerakan. Pendapat ini juga dipegang oleh Al-Muzani dan inilah pendapat  ulama’ Hanafiyah. Mereka ber-hujjah dengan firman Allah swt:
“Dan sempurnakanlah haji dan umrah untuk Allah….”(QS.AL-Baqarah:196)
Karena firman Allah ini merupakan suatu perintah,maka seyogyanyalah bila perintah itu segera dilaksanakan. Di samping itu perhatikan pula hadits Nabi Muhammad saw. Yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas:
من ارادالحج فليجعل فاءنه قد يمرض المريض وتضل الراحلة وتكون الحاجة
“Barang siapa hendak mengerjakan haji,maka hendaklah dikerjakannya dengan segera,karena dia mungkin akan sakit,akan hilang kendarannya, dan timbul kebutuhan-kebutuhan yang lain.”(HR.Ahmad,Ath-thabari,Ibn Majah dan Al-Baihaqi)
Mengingat haji itu merupakan salah suatu ibadah yang wajib,maka diberikan kaffarat apabila dirusakkan. Hal tersebut sama dengan puasa.
Asay-Syafi’i menerapkan hadits-hadits ini kepada sunnah melaksanakan penyegeraan haji.

Sejarah Haji
Menurut pendapat jumhur ulama’ ibadah haji diwajibkan pada tahun ke-6 H. pada tahun itulaah turun ayat:
“Sempurnakanlah haji dan umrah untuk Allah.”(QS.Al-Baqarah:196)
Dimaksudkan dengan sempurnakanlah disini ialah kerjakanlah atau laksanakanlah.
Dalam pada itu Ibnu Qayyim menguatkan pendapat yang menetapkan bahwa ibadah haji diwajibkan pada tahun ke-9 H, atau tahun ke-10 H,, tahun Nabi Muhammad saw. Melaksanakan hajinya yang kemudian terkenal dengan haji Wada’.
Haji telah terkenal dimasa jahhiliyah. Pada awalnya orang-orang jahiliyah berthawaf dengan telanjang. Sesudah adanya agama Islam, adat Jahiliyah tersebut dihilangkan, dan juga dengan kemungkaran-kemungkaran yang lain.
Ibadah haji juga terdapat dalam syariat-syariat yang lain.
Ada yang mengatakan bahwa Adam berulangkali mengerjakan haji. Jibril memberitahukan kepada Adam bahwa malaikat berthawaf dikeliling ka’bah. Nabi Ishaq, dan nabi-nabi sesudah Ibrahim juga mengerjakan haji. Menurut sebagian ulama’ semua nabi mengerjakan haji.


Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari As-Sya’bi, berkata:
كان صنم بالصفا يدعي اساف ووثن بالمروة يدعى ناءلة فكان اهل الجا هلية يسعون بينهما فلما جاء الاء سلام رمى بهما وقال انما كان ذلك يصنعه اهل الجاهلية مناجل اوثانهم فامسكوا عنالسعي بينهما فان زلالله انالصفا والروة من شعاءرالله
“Di shafa ada suatu berhala yang dinamakn Asaf  dan di Marwah ada suatu patung,yang dinamakan Nailah. Orang-orang Jahiliyah ber-sa’yu diantara keduanya.Setelah datangnya Islam berhala-berhala itu disingkirkan dari tempat-tempat tersebut. Umat Islam beranggapan bahwa orang-orang Jahiliyah ber sa’yu , karena berhala. Lantaran itu umat islam enggan ber-sa’yu,maka Allah menurunkan ayat:”Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah dari syiar-syiar Allah.”(QS.Al-Baqarah:158)
Dalam sebagian riwayat diterangkan bahwa tatkala turun ayat haji (QS.Ali Imran : 97) Rasulullah mengumpulkan orang Musyrikin, Nashara, Yahudi, Majusi dan Shabi’in serta memberitahukan bahwa Allah telah mewajibkan haji, dan hendaklah mereka semua melaksanakan haji. Perintah itu ditaati oleh kaum muslimin dan ditolak oleh orang-orang Kafir.
Telah diketahui bahwa Rasulullah mengajarkan haji sekali saja pada tahun ke-10 H. Sedang kaum Muslimin telah mengerjakan haji pada tahun ke-9 H, sesudah penaklukan Makkah. Dan yang bertindak sebagai Amir al Hajj ialah Abu Bakar ash-Shiddiq.
Tidak ikut sertanya Rasulullah bersama para Sahabatnya karena orang Musyrikin masih berpegang kepada perdamaian Hudaibiyah. Mereka masih masuk kedalam Masjid dan Berthawaf dengan bertelanjang. Lantaran itu Naabi menunda hajinya selama satu tahun.
Pada tahun ke-9 H. Itu Nabi menyuruh Ali menyusul Abu Bakar dan mennyampaikan kepada khalayak yang berkumpul pada hari Nahar bahwa orang Musyrikin tidak dibenarkan mengerjakan haji lagi pada tahun-tahun mendatang dan tidak boleh ada orang yang melakukan Thawaf dengan telanjang.
Dengan demikian, murnilah Ka’bah sebagai tempat menyembah Allah sendiri dan murnilah Masjid Al-Haram untuk orang-orang yang mengerjakan Thawaf, rukuk dan sujud.
Pada tahun ke-10 H. Nabi mengerjakan haji yang kemudian terkenal dengan haji Wada’, haji Nabi inilah yang menjadi pegangan kita dalam mempelajari ibadah haji.

Haji diwajibkan hanya sekali seumur hidup
Syariat Islam mewajibkan haji atas setiap Mukallaf,sekali dalam seumur hidup. Seluruh ulama’ bersepakat menetapkan bahwa melaksanakan haji tidak berulang-ulang, hanya diwajibkan sekali seumur hidup terkecuali jika dinazarkan. Selain dari satu kali yang wajib,maka yang selebihnya dari satu kali dipandang sunnah.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata:
خطبنا رسول الله ص م فقال ياايهاالناس كتبت عليكمالحج فقام الاقرع بن حابس فقال افى كل عام يا رسول الله فقال لو قلتها نعم لوو جبت لم تعملو بها ولم تستطيعوا الحج مرة فمن زاد فهو تطوع
“Rasulullah saw. Berkhutbah dihadapan kami, maka beliau berkata: ”Wahai Manusia, telah diwajibkan haji atas kamu.” Maka Al Aqra’ Ibnu Habis berdiri dan bertanya : ”Apakah pada tiap-tiap tahun Ya Rasululallah ?” Nabi menjawab : ”Sekiranya aku mengatakan ya,tentulah wajib setiap tahun. Dan jikalau dia wajib setiap tahun tentulah, anda tidak dapat melaksanakannya dan tentulah anda tidak menyanggupinya. Haji hanya sekali. Maka barangsiapa mengerjakan lebih dari satu kali,yang demikian itu,merupakan amalan sunnah.”(HR.Ahmad,Abu Daud,An-Nasa’I,dan Al-Hakim serta dishahihkannya).

B. Syarat-syarat Haji

Syarat-syarat wajib mengerjakan haji ada empat syarat wajib haji yaitu :
1.    Orang yang mengerjakan haji itu beragama islam
2.    Orang yang mengerjakan itu Mukallaf
3.    Orang yang mengerjakan haji itu merdeka  (bukan budak belian)
4.    Orang yang mengerjakan haji itu mempunyai kesanggupan melakukannya
Ringkasnya syarat-syarat wajib haji ialah islam, baligh, berakal, merdeka dan sanggup mengerjakannya. Bagi orang-orang yang tidak terdapat pada syarat-syarat tersebut itu, maka tidak diwajibkan ibadah haji. Dan dengan memiliki syarat-syarat ini, maka wajib bagi seseorang melaksanakan ibadah haji.
Mengingat syarat-syarat ini, bagi wali yang mengerjakan haji atas nama anaknya adalah sah, walaupun atas anak kecil tidak diwajibkan haji.
Sebenarnya tidaklah disyaratkan untuk melaksanakannya ibadah haji, selain dari islam dan tamyiz (dapat membedakan antara yang baik dengan yang buruk). Oleh karena itu haji yang dilakukan oleh anak-anak muslim yang telah tamyiz adalah sah. Dengan demikian haji yang dilakukan oleh budak dengan izin tuannya adalah sah. Demikian pula pendapat Asy-Syafi’i.
Untuk sahnya haji secara mutlak, seseorang harus beragama islam. Karenanya hajinya orang kafir adalah tidak sah, sama halnya dengan puasa dan shalat. Selain beragama islam,seseorang harus Mumayyiz. Karenanya tidaklah sah haji bagi orang gila atau anak kecil yang belum Mumayyiz.
Untuk menjadikan haji yang wajib atas yang melaksanakannya, maka selain dari islam dan tamyiz, hendaklah orang yang melaksanakannya adalah mukalaf dan merdeka. Nabi Muhammad SAW. bersabda:
ايما صبي حج ثم بلغ الحنث فعليه ان يحج حجة اخرى
Walau seorang anak kecil telah melaksanakan haji,tetapi kemudian apabila dia telah sampai kepada umur ditulis dosanya, maka haruslah dia mengerjakan haji sekali lagi.”(HR.Ibnu Khuzaimah dan dishahihkan oleh Ibnu Hazam dan Al-Khatib didalam At-tarikh)
Maka syarat sah haji yang dikerjakan itu menjadi haji wajib adalah islam, tamyiz, baligh, dan merdeka.
Apabila seorang fakir bersusah payah pergi haji dengan tidak memperdulikan kesukaran-kesukaran diperjalanan,maka hajinya itu sah sebagai haji fardhu, sama dengan haji yang dilakukan oleh orang-orang  yang berharta.
Untuk mewajibkan islam (haji yang dipandang sebagai rukun islam), maka disamping syarat-syarat yang telah diterangkan juga diperlukan kesanggupan, yaitu :
1.    Wujud kesanggupan
Kesanggupan barulah dipandang telah berwujud bagi orang yang menunaikan haji itu apabila telah terdapat hal-hal yang dibawah ini:
a.    Yang diperintahkan untuk haji adalah orang yang mukalaf yang sehat badan.
b.    Perjalanan yang ditempuh aman dari segala bahaya, baik terhadap jiwa,ataupun harta.
c.    Ada alat angkutan pulang pergi,baik darat,laut atau udara.
d.    Memiliki perbelanjaan.
2.    Kesanggupan kaum wanita
Kesanggupan kaum wanita sama dengan kesanggupan kaum lelaki,asal saja ada mahram yang mendampinginya,atau ada wanita yang dapat dipercaya dan aman dijalan.
Mahram seseorang wanita ialah orang yang haram menikahi si wanita itu untuk selamanya dengan suatu sebab yang mubah, karena keharamannya. Karenanya,saudara dari istri dan saudara ayah istri,tidaklah dipandang mahram,demikian pula ibu dari wanita yang disetubuhinya dengan syubhat dan anak perempuannya,sebagaimana tidak dipandang mahram,wanita yang haram dinikahi karena li’an.
Para wanita tidak wajib mengerjakan haji sampai dia merasa aman terhadap dirinya. Maka apabila ada bersamanya seorang mahram,baik mahram nasab,ataupun lainnya,maka ia harus pergi mengerjakan haji.   

3. Syarat-syarat sah haji
Martabat sah haji
a.  Sah secara mutlak
Syarat sah haji yang mutlak ialah orang yang melaksanakan beragama islam dan dilaksanakan dalam waktu yang sudah ditentukan untuk berhaji. Karena tidak sah haji orang yang tidak beragama islam dan tidak sah haji yang dilakukan selain pada bulan haji. Untuk memperoleh sah yang mutlak ini tidaklah disyaratkan pelakunya sudah mukalaf. Anak yang belum sampai umur boleh mengerjakan haji,walaupun hajinya itu tidak menjadi haji wajib.
Nabi Muhammad saw.dalam sebuah riwayat
ان النبي ص م لقي ركبا با لروحاء فقال (من القوم) قالوا المسلممون فقالو من انت قال رسول الله ص م فرفعت اليه امراة صبيا فقا لت الهذا حج قال (نعم ولك اجر)
Nabi SAW. berjumpa dengan kafilah di Rauha’, lalu beliau bertanya : ”siapa kaum ini?” Mereka berkata, ”muslimin“.Mereka bertanya, ”siapa kamu ?”. Bbeliau menjawab, ”rasulullah”.Lalu ada seorang wanita mengangkat seorang anak kecil dan bertanya, ”apakah ini boleh haji?” Beliau bersabda : ”Ya, dan pahalanya untukmu.”
Diriwayatkan oleh Musllim”

Bahkan menurut pendapat sebagian ulama’,wali boleh mengerjakan haji untuk orang gila dan anak kecil yang belum mumayyiz, asal saja wali itu wali yang berhak mengurus harta sianak kecil itu, yaitu ayah atau kakek,atau penjaga yang mengurus segala kepentingan anak kecil itu. Dan anak yang belum mumayyiz itu harus dibawa bersama menghadiri tempat-tempat ibadah haji. Tetapi jika anak itu sudah mumayyiz, maka anak itu sendiri yang harus melakukan thawaf, sa’yu, wukuf, dan melempar jamrah. Demikianlah pendapat sebagian ulama’.

b.    Sah mubasyarah
Sah mubasyarah ialah boleh mengerjakan haji walaupun tidak dipandang haji wajib. Syaratnya ialah beragama islam,dan di lain waktu-waktu haji,sesudah mumayyiz,dibenarkan oleh wali dan mengetahui cara-cara mengerjakan haji. Dia boleh berihram sendiri. Dan kepadanya diberikan pahala. Hajinya ini tidak dipandang haji wajib baginya. Sesudah dia besar dan mampu,dia harus mengerjakan haji wajib.

C. Rukun-rukun Haji

Menurut Hanafiyah, rukun haji ada 2 yaitu :
1.    Wukuf di Arafah
2.    Empat kali Thawaf yang pertama dari tujuh kali Thawaf.
Yang tiga kali lagi dipandang wajib.
            Menurut golongan Syafi’iyah,rukun Haji ada 6,yaitu:
1.    Ihram (niat ihram)
2.    Wukuf di arafah
3.    Bercukur atau bergunting,yang dilakukan sesudah berlalu separuh malam dari malam Hari Raya.
4.    Thawaf  Ifadhah atau Thawaf  Ziarah
5.    Sa’yu antara Shafa dan Marwah
6.    Berurutan,yaitu  mendahulukan Ihram atas segala yang lainnya,mendahulukan Wukuf atas Thawaf  Ifadhah.
Jumhur ulama’ (Malikiyah dan Hanabilah) berpandangan bahwa rukun haji dari segolongan Syafi’iyah dan Hanafiyah. Niat ihram dipandang rukun. Nabi     Muhammad saw.bersabda:

انما الاعمال بالنيات وانما لكلامرئ ما نوى
“Sesungguhnya segala amal itu menurut niat yang mendorongnya dan sesungguhnya  bagi setiap sesuatu pekerjaan itu tergantung niatnya.(HR.Bukhari dan Muslimdari Ibnu Umar)
Wukuf di Arafah dipandang rukun haji. Nabi Muhammad saw.bersabda:
لحج عرفة
“Haji itu adalah Arafah (wukuf di Arafah).”(HR.Ahmad dan At-Turmudzi dari Abd ar-Rahman Ibn Yaurah)
Sa’yu antara Shafa dan Marwah dipandang salah satu rukun haji. Nabi Muhammad saw.bersabda: “Dan ber-Sa’yu-lah kamu,karena  Allah telah menetapkan Sa’yu atas kamu.”. Menurut Abu Hanifah dalam Fat-h al-Bari, hadits ini Hasan karena banyak jalannya.



















BAB III

PENUTUP


A.  Kesimpulan

Dari pembahasan mengenai hukum-hukum, syarat-syarat, dan rukun-rukun haji, kami dapat mengambil kesimpulan yang sekiranya menjadi pokok dalam pembahasan ini yaitu haji merupakan suatu amalan wajib bagi setiap muslim yang mampu, baik dari segi materi dan fisik. Haji merupakan panggilan Ilahi. Panggilan yang ditujukan kepada hamba-hamba-Nya yang merindukanNya. Yang rindu untuk bertemu dengan Rabb-Nya, dengan perwujudan pembuktian dengan mengunjungi rumahNya (Baitullah).
Haji yang menjadi kewajiban sekali seumur hidup ini, memanglah mengandung banyak nilai-nilai moril yang dapat kita petik.
Menjadi haji mabrur ialah impian setiap orang yang melaksanakan ibadah haji.Namun, perlu diingat kembali bahwasanya ibadah haji yang telah dilakukan seseorang akan dapat disimpulkan apakah itu haji yang mabrur atau bukan, dilihat dari segi ibadah seseorang ketika telah melaksanakan haji.
Haji yang mabrur, maka tidak ada lagi balasan baginya kecuali surga. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah saw.
الحج المبرور ليس له جزاء الاالجنة

 


 




DAFTAR PUSTAKA


Al-Ghazali,1993.Rahasia Haji dan Umrah,Bandung:Karisma
Al-Asqalani Ibnu Hajar,2011.Bulughul maram ,Jakarta Timur:Pustaka As-Sunnah

Ash-Shiddieqy M.Hasbi,2010.pedoman haji ,Semarang:Pustaka Rizki Putra







No comments:

Post a Comment