zulkhulafair muchtar
ilmu hadis reguler
semester 2
30700112029
TASAWUF
Pengertian dan Asal Kata Tasawuf
:
1.
Tasawuf berasal dari istilah yg dikonotasikan dengan “ahlu suffah”, yg
berarti sekelompok orang pd masa Rasulullah saw yg hidupnya diisi dg banyak
berdiam di serambi masjid dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah
kepada Allah
2.
Tasawuf berasal dari kata “shafa”, yg berarti bersih dan suci,
maksudnya orang-orang yg menyucikan dirinya di hadapan Tuhan
3. Tasawuf berasal dari kata “shaf” (barisan), yg berarti
orang-orang yg ketika shalat selalu berada di shaf paling depan, krn besarnya
keinginan mereka kpd Allah
4. Tasawuf berasal dr kata “shopos” (Yunani) yg berati hikmah
atau keutamaan, menurut pendapat ini, para sufi adalah pencari hikmah dan ilmu
hakikat
5. Tasawuf berasal dr kata “shuf”, yg berarti bulu domba atau
wol, yg merupakan simbol kesederhanaan
6. Tasawuf
berasal dr kata “shaufanah”, yaitu semacam buah-buahan kecil yg berbulu,
banyak tumbuh di padang pasir sep di
wilayah Arab
Pengertian
Tasawuf secara Istilah :
- Menurut Abu Muhammad al-Jariri tasawuf adalah: “masuk ke dalam segala akhlak yg mulia dan keluar dari budi pekerti yg rendah”
2. Menurut al-Junaidi
tasawuf adalah: ”kesadaran bahwa yg Hak (Allah) adalah yg mematikanmu dan yg
menghidupkanmu”. Rumusan yg lain ia katakan bahwa tasawuf adalah: “beserta
Allah tanpa adanya penghubung”
3. Menurut Amir bin Usman
al-Makki, tasawuf adalah: “melakukan sesuatu yg terbaik setiap saat”
4.
Menurut Syamnun, tasawuf adalah: “hendaklah engkau memiliki sesuatu dan
tidak dimiliki sesuatu”
5. Menurut Ma’ruf al-Karkhi, tasawuf adalah : “mengambil hakikat
dan tidak berharap terhadap apa yg ada di tangan makhluk”
6. Menurut al-Kanany, tasawuf
adalah: “akhlak mulia, barang siapa yg bertambah baik akhlaknya, maka bertambah
pula kejernihan hatinya”
7. Menurut Ruwaim, tasawuf
adalah: “melepaskan jiwa terhadap kehendak Allah”
8. Menurut al-Syibli, tasawuf
adalah: “seumpama anak kecil di pangkuan Tuhan”
9. Menurut al-Hallaj, tasawuf
adalah: “merupakan kesatuan zat”
Dasar-dasar Tasawuf :
al-Qur’an, misalnya: Q.S. al-Baqarah:125, 186, Q.S.
al-Nur:35, Q.S. Qaf: 16, dll.
Al-Sunnah atau kehidupan Nabi saw., akhlak dan
perkataannya, misalnya:
كنت كنزا
مخفيا فأحببت أن أعرف فخلقت الخلق فبه
عرفوني
Kehidupan sahabat dan perkataan mereka
Karakteristik
Umum Tasawuf :
- Ketinggian moral
- Fana ke dalam hakikat mutlak
- Pengetahuan intuitif secara langsung
- Timbulnya rasa ketenangan dan kebahagiaan sebagai karunia Allah
5. Penggunaan
simbol-simbol pengungkapan yg mengandung pengertian harfiah dan tersirat
Rumusan lain tentang karakteristik
Tasawuf :
1. Cahaya eksistensi batin
2. Ketinggian moral
3. Pancaran akal
4. Perasaan akan keabadian
5. Hilangnya rasa takut dari kematian
6. Hilangnya perasaan berdosa
7. Keterkagetan (sesuatu yg tidak disangka-sangka)
Sejarah Kemunculan Tasawuf :
1. Pengaruh dari Nashrani (Kristen)
2. Pengaruh dari unsur Hindu-Budha
3. Pengaruh dari unsur Yunani
4. Pengaruh dari unsur Persia
5. Pengaruh dari unsur Arab
Perkembangan Tasawuf :
1.
Masa pembentukan (abad I & II
H), gerakan-gerakan yg muncul: zuhud,
khauf, dzamm al-dunya, thaharah al-nafs, naqy al-qalb, memerangi hawa nafsu,
memperbanyak zikir dan riyadah. Mis. Hasan Basri (w. 110 H), dengan gerakan
zuhud, khauf, Rabi’ah al-Adawiyah (w. 185 H) dengan gerakan al-hub
2.
Masa pengembangan (abad III & IV H),
tasawuf sudah bercorak ke fana dan baqa, fana fi al-mahbub, baqa fi al-mahbub,
musyahadah, ittihad fi al-mahbub, liqa’. Tokohnya sep. Abu Yazid al-Bustami
(w.261 H), dengan teori al-ittihad, al-Hallaj (w.309 H) dengan teori al-hulul.
Dan teori yg lain sep: nur Muhammad, wahdat al-adyan, wahdat al-wujud, insan
kamil. Pada masa ini al-Junaid meletakkan dasar-dasar ajaran tarekat dg istilah
syekh, mursyid, murid. Juga pd masa
ini muncul istilah tasawuf sunni dan
tasawuf falsafi
3.
Masa konsolidasi (abd V H), masa
pertarungan antara tasawuf sunni dan tasawuf falsafi yg ditandai dg pemantapan
dan pengembalian tasawuf ke landasannya al-Qur’an dan Hadis. Tokoh-tokohnya sep:
al-Qusyairi (376-465 H), al-Gazali (450-505 H)
4. Masa falsafi (abad VI
& VII H), masa bercampurnya tasawuf dg filsafat. Tokohnya sep: Suhrawardi
al-Maqtul dg teori al-isyraqiyah, Ibnu Arabi dg teori wahdat al-wujud, Ibnu
Sabi’in dg teori ittihad, dll. Pd masa ini muncul berbagai tarekat , sep:
Tarekat Qadiriyah yg diciptakan oleh Syekh Abd al-Qadir al-Jaelani (471-561 H),
Tarekat Rifa’iyah yg dicetuskan oleh Ahmad Rifa’i (512 H), Tarekat Syadziliyah
yg dirintis oleh Abu al-Hasan al-Syadzili (592-656 H), dll
5. Masa pemurnian, masa ini tak terelakkan lagi kisah-kisah ttg
keajaiban sebagian tokoh-tokoh sufi, terjadinya pengkultusan terhadap para
wali, khurafat dan tahayyul, bid’ah, mengabaikan syari’at, azimat, ramalan,
ziarah ke makam para wali, kekuatan gaib ditonjolkan, dll. Dengan kondisi sep
ini, Ibnu Taimiyah tampil melancarkan kritikan terhadap hal-hal tsb.
Kerangka
Berpikir Irfani: Dasar-dasar Falsafi Maqamat dan Ahwal :
Kerangka sikap dan prilaku sufi dalam menempuh perjalanan
menuju Tuhan yg diwujudkan melalui amalan-amalan atau tahapan-tahapan untuk
memperoleh ma’rifah sering disebut
sebagai kerangka irfani. Manusia tidak
akan tahu banyak ttg penciptanya selama belum melakukan perjalanan menuju
Tuhan. Lingkup irfani tidak dapat
dicapai dg mudah a secara spontanitas,
ttp melalui proses yg panjang, yaitu maqam dan ahwal
Maqam adalah
tahapan-tahapan a stasiun-stasiun yg harus dilewati seseorang u mencapai puncak
spiritual, sep: tobat, zuhud, sabar, faqr, wara’, takwa, ikhlas, syukur, tawakkal, ridha, mahabbah.
Hal adalah keadaan atau kondisi psikologis ketika seseorang
mencapai maqam tertentu, sep: muhasabah,
muraqabah, hubb, khauf, raja’, syauq, uns, thuma’ninah, musyahadah.
TAUBAT : Taubat adalah menyesali diri karena
melakukan perbuatan yg salah serta bertekad untuk tdk mengulanginya lagi.
Karena itu, taubat harus dilakukanh secara terus menerus sampai puncaknya,
yaitu lupa segala hal kecuali Allah. Yang harus dipenuhi dlm taubat: menyesali perbuatan dosa dimasa lalu;
menjauhkan diri darinya dari saat itu juga; berjanji tidak akan meng ulanginya
lagi; dan diiringi dengan amal saleh
SABAR : Sabar, yaitu konsekuen dan konsisten dlm
menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah serta dalam menerima segala
cobaan. Menurut al-Gazali, sabar itu ada dua macam, yakni sabar yg bersifat
jasmani dan sabar yg bersifat rohani. Sabar jasmani berupa ketahanan fisik
menjalani kesukaran dan penderitaan badani, sedang sabar rohani berupa kesiapan
mental dan ketangguhan sikap dlm mengendalikan dan menguasai hawa nafsu. Inilah
sabar yg paling sempurna dan terpuji, ttpi sekaligus yg paling berat
FAQR : Faqr, yaitu tidak mengharap dan tidak
menuntut melebihi dari apa yg telah dimiliki, tidak meminta atau mencari harta
kecuali hanya untuk kepentingan melaksanakan syari’at ZUHUD : Zuhud, yaitu menghindarkan diri dr
kemewahan duniawi, menguasai hawa nafsu dalam segala jenisnya. Zuhud ada tiga
tingkatan: zuhud awam, yaitu menahan diri dr segala larangan; zuhud khawas,
yaitu meninggalkan hal-hal yg tidak perlu; dan zuhud ‘arifin, yakni
meninggalkan segala sesuatu yg menghalangi untuk mengingat Allah, apa saja yg
dapat mengganggu konsentrasi dlm mengingat Allah harus ditinggalkan
WARA’ : Wara’, yaitu menghindari apa saja yg tdk
baik, meninggalkan segala sesuatu yg tdk jelas hukumnya, baik menyangkut
makanan, pakaian maupun persoalan. Qamar Kailani membagi wara’ kepd dua macam:
wara’ lahiriyah, yaitu tdk menggunakan agt tubuhnya untuk hal-hal yg tdk
diridhai Allah; dan wara’ bathiniyah, yaitu tdk menempatkan atau mengisi hatinya
kecuali Allah.
TAWAKKAL : Tawakkal, yaitu kondisi
batin yg erat kaitannya dengan amal dan hati yg ikhlas, yakni keikhlasan hati
hanya semata-mata karena Allah dan mempercayakan diri kepd-Nya. Segala
keinginan, niat dan usaha hanya karena dan untuk Allah. Tawakkal tidak akan
tercapai dg sempurna tanpa pengetahuan tentang ke-Esaan-an dan ke-Mahakuasa-an
Allah.
RIDHA :
Ridha, yaitu menerima dengan sepuas- puasnya apa yg dianugrahkan oleh Allah,
bahkan setiap penderitaan pun dirasakan sebagai suatu anugrah. Kesenangan
(kepuasan)bercinta dg Allah adalah menghilangkan segala jenis penderitaan.
Al-Gazali mengatakan, bahwa ridha berada dibawah maqam mahabbah dan di atas
maqam sabar. Jd sabar yg terus menerus dan sungguh2 akan menghasilkan ridha.
MAHABBAH: Mahabbah, yaitu cinta kepd Allah melebihi
cinta kepd yg lainnya. Menurut al-Gazali, mahabbah adalah peringkat tertinggi
dr keseluruhan jenjang yg dilalui, krn ia adalah hasil kumulatif dr keseluruhan
jenjang sebelumnya. Bagi mereka yg telah sampai pd peringkat ini akan merasakan
kelezatan iman dan kenikmatan munajat kepd Allah. Jd cinta Ilahi lahir setelah
mengenal hakikat Allah, sebab tdk mungkin ada cinta tanpa adanya pengenalan yg
lengkap dan tuntas.
AL-MA’RIFAH: Ma’rifah dalam tasawuf berarti pengetahuan
yg sangat jelas dan pasti tentang Tuhan yg diperoleh melalui sanubari. Karena
jelas dan pastinya pengetahuan itu, menyebabkan seseorang merasa satu dg yg
diketahuinya itu. Menurut Dzun Nun al-Mishri (w.245 H), dialah yg pertama
menganalisis ma’rifah secara konseptual. Ia mengklasifikasi ma’rifah kpd tiga
tingkatan: 1) ma’rifah tauhid sebagai ma’rifahnya orang awam, 2) ma’rifah
al-burhan wa al-istidlal yg merupkan ma’rifahnya mutakallimin dan filosof,
yaitu pengetahuan tentang Tuhan melalui pemikiran dan pembuktian akal, dan 3)
ma’rifah para wali, yaitu pengetahuan dan pengenalan ttg Tuhan dg mukasyafah.
Menurut sufi ada tiga komponen dlm diri manusia yg dpt
memperoleh ma’rifah, yaitu qalb dapt mengetahui sifat-sifat Allah; ruh, adalah
alat untuk mencintai Tuhan; dan sir sebagai alat untuk melihat Tuhan. Al-Gazali
mengatakan bahwa ma’rifah adalah mengetahui Tuhan dg mata hati, krn jelas dan
terangnya pengetahuan itu, ia mengungkapkan dlm kalimat “nazharu ila
wajhillah”. Kata al-Gazali, orang arif atau yg sdh mencapai ma’rifah, tdk lagi
menyeru Tuhan dg kalimat ya Allah, krn ucapan tsb menunjukkan pengertian bahwa
Allah masih berada dibelakang tabir, padahal bagi org arif tabir itu sudah
tiada, maka tdk perlu lagi saling memanggil.
Menurutnya inilah maqom tertinggi yg dapat dicapai oleh sufi.
TASAWUF
SUNNI: Tasawuf Sunni, yaitu bentuk tasawuf yang
mendasari dan memagari dirinya dengan al-Qur’an dan Hadis secara ketat, serta
mengaitkan maqamat dan ahwal kepada dua sumber tsb.
Karakteristik
Tasawuf Sunni:
1.
Melandaskan
diri pada al-Qur’an dan Hadis secara ketat
- Tidak menggunakan terminologi2 filsafat seperti yg terdapat pada ungkapan2 syathahat. Kalaupun ada yg mirip syathahat mereka menganggap sebagai pengalaman pribadi dan tidak disebarkan kpd orang lain atau menganggapnya sebagai sebuah karamah
- Mengakui bahwa meski manusia dapat berhubungan dengan Tuhan tetapi tetap dalam kerangka yg berbeda dalam hal esensinya. Sedekat apa pun manusia dengan Tuhannya tdk lantas membuat manusia dapat menyatu dengan Tuhan
Kaum sufi
Sunni menolak ungkapan2 ganjil seperti yg dikemukakan Abu Yazid al-Busthami
dengan teori fana baqa-nya (ittihad), al-Hallaj dengan konsep hulul-nya dan
Ibnu Arabi dengan teori wahdatul wujud-nya.
- Memadukan antara hakikat dan syari’at. Antara aspek lahiriah dan aspek batiniah tidak dapat dipisahkan. Untuk memperoleh hakikat mutlak harus melalui syari’at secara kontinu
Tokoh-tokohnya,
antara lain: Hasan al-Bashri (21-110 H), al-Qusyairi (376-465 H), al-Gazali
(450-505 H), dll
TASAWUF
FALSAFI :
Tasawuf falsafi, yaitu tasawuf yg bercampur dengan ajaran
filsafat dengan pemakaian term-term filsafat yg maknanya disesuaikan dengan
tasawuf.
Tokoh-tokohnya: Abu Yazid al-Busthami dengan teori fana
baqa-nya (ittihad), Abu Mansur al-Hallaj dengan konsep hulul-nya dan Ibnu Arabi
dengan teori wahdatul wujud-nya
AL-FANA: Menurut Abu Yazid, manusia pd hakikatnya
dapat bersatu dengan Allah apabila ia mampu meleburkan eksistensinya sebagai
suatu pribadi sehingga ia tdk menyadari pribadinya (fana’an nafs), yaitu
hilangnya kesadaran kemanusiaannya dan menyatu ke dlm iradah Allah, bukan jasad
tubuhnya yg menyatu dg Dzat Allah.
>Menurut
al-Junaid, fana yg dimaksud adalah hilangnya daya kesadaran qalbu dari hal-hal
yg bersifat inderawi krn adanya sesuatu yg dilihatnya. Situasi demikian akan
beralih krn hilangnya sesuatu yg terlihat itu dan berlangsung terus secara
silih berganti sehingga tiada lagi yg disadari dan dirasakan oleh indera.
>Menurut
al-Qusyairi, fana adalah fananya seseorang dari dirinya dan dari makhluk
lainnya. Sebenarnya dirinya tetap ada
tetapi ia tidak sadar dengan dirinya sendiri dan dengan alam sekitarnya
>Dalam
proses fana ada empat situasi getaran psikis yg dialami seseorang, yaitu:
al-sakar, al-syathahat, al-zawal al-hijab dan ghalab al-syuhud. Al-sakar adalah
situasi kejiwaan yg terpusat penuh kpd satu titik sehingga ia melihat dg
perasaannya, sep apa yg dialami oleh nabi Musa as di Tursina. Syathahat adalah
suatu ucapan yg terlontar di luar kesadaran, kata-kata yg di ucapkan dlm
keadaan sakar. Al-zawal al-hijab adalah bebas dr dimensi shg ia keluar dr alam
materi dan telah berada di alam Ilahiyat shg getar jiwanya dpt menangkap
gelombang cahaya dan suara Tuhan. Glalab
al-syuhud, merupakan tingkatan kesempurnaan musyahadah shg ia lupa pd dirinya
dan alam sekitarnya.
AL-ITTIHAD
: Ittihad, yaitu jika seorang sufi telah berada
dalam keadaan fana, maka pada saat itu ia telah dapat menyatu dengan Tuhan,
sehingga wujudnya kekal atau baqa. Di dalam perpaduan itu ia menemukan hakikat
jati dirinya sebagai manusia yg berasal dari Tuhan, itulah yg dimaksud dengan
ittihad
AL-HULUL : Al-Hulul, adalah Tuhan mengambil tempat dlm
tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yg telah membersihkan dirinya dari
sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana atau ekstase. Menurut al-Hallaj,
manusia mempunyai sifat dasar yg ganda, yakni sifat lahut dan nasut. Jika
manusia telah mampu menghilangkan sifat-sifat
kemanusiaannya dan mengembangkan sifat-sifat Ilahiyatnya melallui fana, maka Tuhan akan
mengambil tempat dalam dirinya dan
terjadilah kesatuan manusia dg Tuhan dan inilah yg dimaksud hulul
AL-WAHDAT
AL-WUJUD : Al-wahdat al-wujud,
merupakan pengembangan dr paham hulul, krn nasut yg ada dalam hulul diganti
dengan khalq (makhluk), sedang lahut menjadi Haq (Tuhan). Khalq dan al-Haq
adalah dua sisi bagi segala sesuatu. Aspek khalq memiliki sifat kemakhlukan
atau nasut, sedang aspek Khalq memiliki sifat ketuhanan atau lahut. Tiap-tiap
yg bergerak tdk lepas dr dua aspek itu, tetapi aspek yg terpenting adalah aspek
Khalq dan aspek ini yg merupakan hakikat atau esensi dr tiap-tiap wujud.
Menurut Ibnu Arabi, hakikat wujud itu hanya satu, yaitu
Allah, sedangkan wujud yg banyak itu hanya bayangan (ilusi) dari yg satu
itu. Wujud segala yg ada tergantung
dengan wujud Tuhan, andai kata Tuhan tdk ada, maka wujud yg selain Tuhan juga
tidak ada. Jd yg memiliki wujud hakiki hanyalah Allah. Kalau demikian, konsepsi
wahdat al-wujud ini bukanlah kesatuan subtansial atau kesatuan zatiyah, sebab
adanya sesuatu selain Tuhan hanyalah bayangan belaka dari wujud mutlak, yaitu
Tuhan.
AL-WAHDAT AL-SYUHUD : Al-wahdat
al-syuhud, merupakan ajaran tasawuf yg mirip dg paham al-wahdat al-wujud.
Ajaran ini adalah karya mistis Umar Ibn al-Faridh (w. 632 H). Menurutnya,
kesatuan yg dimaksud adalah bukan penyatuan dua wujud, tetapi penyatuan dlm
arti disaksikan hanya satu, yaitu wujud Yang Maha Esa. Pluralitas yg tadinya
tampak menjadi lenyap sehingga segala sesuatu tampaknya satu kesatuan karena ia
telah mampu menghadirkan Tuhan dlm dirinya melalui tajalliyat Ilahi.
Tajalli dlm konsep Ibn al-Faridh ada dua segi, yaitu: 1)
tajalli secara zhahir, yakni melihat Yang Esa pd yg aneka, yg 2) tajalli secara
batin, yakni melihat yg aneka pd Yang
Esa. Akhirnya terjadi fana antara yg asyik mencinta ke dlm yg dicinta sehingga
ia tenggelam dlm kemanunggalan dan tdk merasakan serta tdk melihat (syuhud) sesuatu selain Allah Yang Maha
Tunggal. Jadi dimaksudkan dlm teori ini adalah fananya seluruh yg ada dr
kesadaran dan penglihatan sehingga yg tampak hanyalah Zat Yang Esa, karena
itulah disebut wahdat al-syuhud bukan wahdat al-wujud.
AL-ISYRAQIYAH
: Al-Isyraqiyah, adalah tipe tasawuf falsafi yg paling
orisinil yg dicetuskan oleh Suhrawardi al-Maqtul, ia menyatakan bahwa alam ini
diciptakan melalui penyinaran atau illuminasi. Kosmos ini terdiri dari susunan
bertingkat-tingkat berupa pancaran cahaya. Cahaya yg tertinggi dan sumber dr
segala cahaya adalah Nurul Anwar atau Nurul A’zham dan inilah Tuhan yg azali.
Manusia berasal dr nurul anwar yg diciptakan melalui pancaran cahaya dg proses
yg hampir sama dg emanasi atau alfaidh. Hubungan manusia dg Tuhan merupakan
arus bolak-balik, artinya ada hbg yg bersifat dr atas ke bawah dan dr bawah ke
atas yg kemudian terjadilah ittihad.
Syarat mutlak yg harus dilalui agar bisa kembali kepd sumber
asalnya, adalah latihan rohaniyah yg sungguh2 (riyadhah dan mujahadah) hingga
potensi ragawi akan melemah dan sirna sedang kualitas rohaniah meningkat dan
daya jiwa menguat, akhirnya jiwa yg suci akan bergabung dg sumbernya, yaitu
Nurul Anwar. Suhrawardi mengajarkan tahapan2 yg harus dilalui agar dpt bersatu
dg Allah: 1) la ilaha illallah 2) la huwa illa huwa 3) la anta illa anta 4) la
ana illa ana, dan 5) kullu syaikhaliqun illah wajhahu.
INSAN
KAMIL: Insan Kamil, konsep ini
dipopulerkan oleh al-Jili (w. 1417 M), meski sebelumnya telah disinggung oleh
Ibnu Arabi. Insan kamil, disamping
sebagai khalifat Tuhan, sebagai copy diri Tuhan dan kaca cermin bagi dirinya,
ia juga sebagai mikrokosmos yg sesungguhnya, miniatur dari kenyataan, karena ia
adalah aspek internal dan eksternal realitas. Al-Jili melihat bahwa insan kamil
merupakan copy Tuhan sep disebutkan dlm hadis: “Allah menciptakan Adam dalam
bentuk diri-nya”.
SEJARAH
PERKEMBANGAN TAREKAT :
Pengertian Tarekat:
Asal kata tarekat dlm bhs Arab adalah “thariqah” yg berarti
jalan, aliran, garis pada sesuatu. Dalam tasawuf tarekat yg dimaksud adalah
jalan yg ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin kepada
Tuhan dengan bimbingan seorang syekh dan dalam bentuk sebuah majlis atau
organisasi.
HUBUNGAN
TASAWUF DENGAN TAREKAT :
Tasawuf, merupakan usaha mendekatkan diri kepd Tuhan sedekat
mungkin melalui riyadhah dan mujahadah, sedang tarekat, merupakan cara dan
jalan yg ditempuh seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah di bawah
bimbingan seorang syekh. Jd tarekat dilakukan secara berkelompok dengan nama
tarekat tertentu yg dinisbahkan kepada pendirinya.
ALIRAN-ALIRAN
TAREKAT DALAM ISLAM :
1. Tarekat
Qadiriyah, adalah nama tarekat yg diambil dari nama pendirinya, Syekh Abd Qadir
al-Jailani (470-561H/1077-1166 M), digelar sebagai “quthb al-awliya, sulthan
al-awliya”. Tarekat ini menempati posisi yg amat penting dlm sejarah
spiritualitas Islam, krn tdk saja sebagai pelopor lahirnya organisasi tarekat,
ttp juga cikal bakal munculnya berbagai tarekat di dunia Islam.
Di antara
praktik tarekat Qadiriyah adalah zikir
dan wirid. Ada zikir yg berulang-ulang dg jumlah tertentu dan dg satu gerakan,
sep membaca la ilaha illallah melalui tarikan nafas panjang yg kuat, diikuti
penekanan dr jantung dan tenggorokan, kemudian berhenti sehingga nafas kembali
normal.
- Tarekat Rifa’iyah, adalah tarekat yg didirikan oleh Syekh Ahmad bin Ali al-Rifa’I (1106-1182 M)
- Tarekat Syadziliyah, adalah tarekat yg di dirikan oleh Syekh Abu al-Hasan al-Syadzili (593-656 H/1196-1258 M)
- Tarekat Naqsabandiyah, adalah tarekat yg didirikan oleh Syekh Muhammad Bahauddin a-Naqsabandi al-Awisi al-Bukhari (w. 1389)
- Tarekat Khalwatiyah, adalah tarekat yg didirikan oleh Syekh Umar al-Khalwati (w. 1397)
- Tarekat Syattariyah, didirikan oleh Syekh Abdullah bin Syattar (w. 1485)
- Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, didirikan oleh Syekh Ahmad Khatib al-Sambas yg mengajar d Mekah pd pertengahan abad ke 19
NEO-SUFISME
: Munculnya neo-sufisme di dunia Islam, tdk
bisa dipisahkan dari apa yg disebut sebagai kebangkitan agama sebagai penolakan
terhadap pengagungan yg berlebihan kpd sains dan teknologi selaku produk era
modernisme. Modernisme dinilai telah gagal memberikan kehidupan yg bermakna
bagi manusia, krn orang kembali ke agama yg berperan memberikan makna bagi
kehidupan. Juga era post-modernisme telah mencuat krisis demi krisis yg
senmakin parah, sep moralitas semakin terpuruk dan kriminalitas semakin
merajalela.
CIRI
NEO-SUFISME :
- Puritanis dan aktivis
- Ruhaniyah al-ijtima’iyah (spiritualisme sosial)
- Menekankan pelibatan diri dalam masyarakat secara intensif dan kreatif
- Penghayatan keagamaan batini dan hidup aktif dan terlibat dalam masalah2 kemasyarakatan
- Pola hidup tawazun, keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi
- Sikap uzlah hanya sewaktu-waktu jika diperlukan u menyegarkan wawasan melalui muhasabah
- kehidupan duniawi sangat bermakna dan amat penting
No comments:
Post a Comment