Tuesday, October 23, 2012

HADIS SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA



Mata Kuliah: Ilmu Hadis

Dosen: Abd. Fattah, S.Th. i, M. Th. I

Jurusan: Tafsir Hadis

Prodi: Ilmu Hadis

HADIS SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA









OLEH: KELOMPOK  I

MUNIRAH (3070112013)

ENDANG ERIANA(3070112020)

MEGAWATI(3070112021)

JURUSAN TAFSIR HADIS

PRODI ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

MAKASSAR 2012



KATA PENGANTAR
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOŠÏm§9$#
Segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla yang dengan kepemurahan-Nya yang tak terhingga mengutus Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam untuk menyampaikan cahaya-Nya dan sabda-sabda Rasul-Nya kemudian menjadi dua sumber cahaya kebenaran dalam perjalanan manusia hingga akhir zaman.
            Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang salah satu sumber cahaya atau sumber ajaran agama islam yakni Hadis-hadis Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam serta fungsinya terhadap al-Qur’an. Semoga saja dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan kita tentang salah satu ajaran islam yakni Hasits Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam.
            Kami menyadari di dalam pembuatan makalah ini, masih terdapat banyak kesalahan. Maka dari itu kami sangat mengharapkan saran serta kritik dari pembaca.


                                                                        Makassar, September 2012

                                                                                                                                                                                                                                    Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR                                                                                       i
DAFTAR ISI                                                                                                      ii
I.             Pendahuluan
A.   Latar Belakang                                                                           iii
B.   Rumusan Masalah                                                                     iii
C.   Tujuan                                                                                          iv
II. PEMBAHASAN 
A.   Pengertian Hadis                                                                     1
B.   Hadis sebagai sumber ajaran agama                                   2
1.    Dalil-dalil al-Qur’an                                                             2
2.    Hadis Rasulullah                                                                 4
3.    Ijma’ para ulama                                                                  5
C.   Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an                                          6
1.    Bayan At-Tafsir                                                                   7
2.    Bayan At-Taqrir                                                                   8
3.    Bayan An-Nasakh                                                               9
III.          Penutup
Kesimpulan                                                                               11
Kritik dan Saran                                                                        12
                  DAFTAR PUSTAKA



I.      PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Hadis sebagai sumber ajaran agama. Kewajiban mengikuti hadis bagi ummat islam sama wajibnya dengan mengikuti al-Qur’an. Hal ini karena hadis sebagai penjelas terhadap al-Qur’an. Al-Qur’an yang berisikan jawaban tentang segala sesuatu yang ada di dunia baik secara tersirat maupun secara tersurat, namun konteksnya ada sebagian yang perlu penelaah lebih mendalam karena tidak di ungkapkan secara gamblang maka di perlukan pengkajian dengan memakai hadis yang bersumber dari Rasulullah SAW. Di dalam hadis di jelaskan tata cara dalam beribadah, seperti tata cara sholat, wudhu, zakat dan lain-lain.  Beliau bersabda Ku tinggalkan kepadamu (umat Islam) dua pusaka abadi, apabila kamu berpegang kepadanya niscaya kamu tidak akan sesat yaitu Kitab Allah (Al Quran) dan Sunnahku.
Tapi adapun dari beberapa ummat islam yang mengingkari Sunnah. mereka tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan di hati
Bertitik tolak pada hal tersebut, maka penulis akan menyajikan beberapa dalil-dalil tentang kehujjahan hadis serta fungsi hadis terhadap al-Qur’an.
B.  RUMUSAN MASALAH
   Dengan uraian latar belakang diatas penulis ingin menyajikan makalah yang berkisar tentang hadis sebagai sumber ajaran agama :
a.    Dalil-dalil kehujjahan hadis
b.    Fungsi hadis terhadap al-Qur’an

C.  TUJUAN
Tujuan penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk menambah wawasan kita tentang hadis-hadis Rasulullah SAW.  Apalagi hadis itu sebagai sumber ajaran islam, jadi kita perlu mengetahui dalil-dalil tentang kehujjahan hadis. Manusia tidak mungkin bisa mengikuti jejak Rasul tanpa mengetahui sunnahnya. Karena kita diperintahkan beriman dan taat kepada Rasul setelah perintah taat kepada Allah. Itu menunjukkan bahwa taat kepada Allah berarti melaksanakan perintah-perintah al-Qur’an dan menjauhkan larangan-Nya. Sedang taat kepada Rasul SAW berarti taat kepada perintah dan menjauhkan larangannya yang di sebutkan dalam sunnah dan al-Qur’an. selain itu penulis juga akan menguraikan tentang fungsi hadis terhadap al-Qur’an.



II. PEMBAHASAN
A.Pengertian Hadis
            Sebelum kita membahas hadis sebagai sumber ajaran agama terlebih dahulu kita membahas tentang pengertian hadis sebagai awal dari menuju pembahasan hadis sebagai sumber ajran agama. Hadis menurut bahasa artinya baru. Hadis juga –secara bahasa- berarti “sesuatu yang dibicarakan atau dinukil”, juga “sesuatu yang sedikit dan banyak”. Bentuk jamaknya adalah ahadis.
y7¯=yèn=sù ÓìÏ»t/ y7|¡øÿ¯R #n?tã öNÏd̍»rO#uä bÎ) óO©9 (#qãZÏB÷sム#x»ygÎ/ Ï]ƒÏyÛø9$# $¸ÿyr& ÇÏÈ  
Terjemahnya:
“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, Sekiranya mereka tidak beriman kepada hadis ini.” (AlKahfi: 6).
            Hadis menurut istilah ahli hadis adalah Apa yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan sifat, atau sirah beliau, baik sebelum kenabian ataupun sesudahnya.
            Sedangkan menurut ahli ushul fikih hadis adalah perkataan, perbuatan dan penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam setelah kenabian. Adapun sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadis, karena yang dimaksud dengan hadis adalah mengerjakan apa yang menjadi konsekwensinya. Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan apa yang terjadi setelah kenabian.

B.   HADIS SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA
Seluruh umat islam, tanpa kecuali telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran islam. Ia menempati kedudukannya yang sangat penting setelah al-Qur’an. Kewajiban mengikuti hadis bagi umat islam sama wajibnya dengan mengikuti al-Qur’an. Hal ini karena hadis merupakan mubayyin terhadap al-Qur’an. Tanpa memahami dan menguasai hadis, siapa pun tidak akan bisa memahami al-Qur’an karena al-Qur’an merupakan dasar hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar  syariat dan hadis merupakan dasar hukum kedua, yang di dalamnya berisi penjabaran dan penjelasan al-Qur’an. Dengan demikian, antara hadis dan al-Qur’an memiliki kaitan yang sangat erat, yang satu sama lain tidak bisa dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-sendiri
Berdasarkan hal tersebut, kedudukan hadis dalam islam tidak dapat diragukan karena terdapat penegasan yang banyak, baik di dalam al-Qur’an maupun dalam hadis Nabi Muhammad., seperti diuraikan dibawah ini.
1.    Dalil Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat yang menegaskan tentang kewajiban mengikuti Allah yang digandengkan dengan ketaatan mengikuti Rasul-Nya, seperti firman Allah berikut ini:
a.    Dalam Q.S Ali imran [3]: 32
ö@è% (#qãèÏÛr& ©!$# š^qߧ9$#ur ( bÎ*sù (#öq©9uqs? ¨bÎ*sù ©!$# Ÿw =Ïtä tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÌËÈ  

Terjemahnya:
 "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
            Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa bentuk ketaatan kepada Allah adalah dengan mematuhi al-Qur’an, sedang bentuk ketaatan kepada Rasulullah adalah dengan mengikuti Sunnah atau Hadis Nabi SAW. Dengan demikian, berdasarkan ayat tersebut yang wajib ditaati bukan hanya apa yang termaktub dalam al-Qur’an saja, melainkan juga apa yang termaktub dalam hadis Nabi.
b.    Dalam Q.S Al-Hasyr ayat 7, Allah juga berfirman,
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ  
Terjemahnya:
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”.
            Kalangan ahli tafsir berpendapat, ayat tersebut memberi petunjuk secara umum bahwa semua perintah dan larangan yang berasal dari Nabi SAW, wajib dipatuhi oleh orang-orang yang beriman. Segala apa yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad wajib dilaksanakan dan segala apa yang di larang wajib dijauhi.
            Dengan petunjuk ayat-ayat diatas, maka jelaslah bahwa hadis atau Sunnah Nabi Muhammad SAW. merupakan sumber ajaran islam di samping al-Qur’an. Orang yang menolak hadis sebagai salah satu sumber ajaran islam berarti orang itu menolak petunjuk al-Qur’an. Dengan demikian, al-Qur’an dan hadis Nabi merupakan satu paket yang saling melengkapi  meskipun al-Qur’an berkedudukan lebih kuat dan lebih tinggi dari pada hadis nabi.
2.    Dalil hadis Rasulullah SAW
Di samping banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan kewajiban mengikuti semua yang disampaikan Nabi SAW, banyak juga hadis Nabi SAW yang menegaskan kewajiban mengikuti ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi SAW, seperti sabda Rasul SAW., sebagai berikut:
                                             تر ﻛت ﻓﻳﻜم ٲ مر ﻳن لن تضلوا ما تمسكتم بهما ﻛتا ب ا لله و سنتئ
Artinya:
“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya  yaitu kitab Allah dan Sunnahku”.
Hadis di atas menjelaskan bahwa seseorang tidak akan sesat selamanya apabila hidupnya berpegang teguh atau  berpedoman pada al-Qur’an dan Sunnah. Orang yang tidak berpegang teguh pada keduanya atau tidak mengikuti sunnah berarti sesat. Nabi tidak pernah memerintahkan kecuali dengan diperintah Allah dan siapa yang taat kepada Nabi berarti ia taat kepada Zat yang memerintahkan kepadanya untuk melaksanakan perintah itu.
Kehujjahan Sunnah sebagai konsekuensi ke-ma’shum-an (terpelihara) Nabi dari sifat bohong dari segala apa yang beliau sampaikan baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapannya. Kebenaran al-Qur’an sebagai mukjizat disampaikan oleh sunnah. demikian juga kebenaran pemahaman al-Qur’an juga dijelaskan oleh sunnah dalam praktik hidup beliau. Oleh karena itu, jika sunnah tidak dapat dijadikan hujah, al-Qur’an sebagai efek produknya akan dipertanyakan kehujjahannya.
3.    Ijma’ para ulama
Para ulama telah sepakat (konsensus) bahwa sunnah sebagai salah  satu hujjah dalam hukum islam setelah al-Qur’an.  Asy-syafi’i (w. 204 H) mengatakan:  “Aku tidak mendengar seseorang yang dinilai manusia atau oleh diri sendiri sebagai seorang alim yang menyalahi kewajiban Allah SWT  untuk mengikuti Rasulullah SAW dan berserah diri atas keputusannya. Allah tidak menjadikan orang setelahnya kecuali agar mengikutinya.  Tidak ada perkataan dalam segala kondisi kecuali berdasarkan kitab Allah atau Sunnah Rasul-Nya. Dasar lain selain dua dasar tersebut harus mengikutinya.  Sesungguhnya Allah telah memfardukan kita, orang-orang sebelum dan sesudah kita dalam menerima khobar dari Rasul. Tidak ada seorang pun yang berbeda bahwa yang fardhu dan yang wajib adalaha menerima khabar dari Rasulullah.
a.            Sunnah yang dijadikan hujjah tentunya Sunnah yang telah memenuhi persyaratan shahih, baik mutawatir  atau  ahad.
C. FUNGSI HADIS TERHADAP AL-QUR’AN
            Sudah kita ketahui bahwa hadis mempunyai kedudukan sangat penting dalam ajaran islam. Ia menempati posisi kedua setelah al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran pertama memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum (global), yang perlu di jelaskan lebih lanjut dan terperinci. Di sinilah, hadis menduduki dan menempati fungsinya sebagai sumber ajaran kedua. Ia menjadi penjelas (mubayyin) isi al-Qur’an. hal ini sesuai dengan firman Allah SWT.,
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ̍ç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ  
Demikian juga ulama lain, seperti As-Suyuthi berpendapat bahwa orang yang mengingkari kehujjahan hadis Nabi baik perkataan dan perbuatannya yang memenuhi syarat-syarat yang jelas dalam Ilmu Ushul adalah kafir.
Dari berbagai pendapat diatas kiranya dapat disimpulkan bahwa sebagaia berikut:
b.            Para ulama sepakat bahwa Sunnah sebagai hujjah, semua ummat islam menerima dan mengikutinya, kecuali sekelompok minoritas orang.
c.            Kehujjahan Sunnah adakalanya sebagai mubayyin  (penjelas) terhadap al-Qur’an atau beridiri sendiri sebagai hujjah untuk menambah hukum-hukum yang diterangkan oleh al-Qur’an.
d.            Kehujjahan Sunnah berdasarkan dalil-dalil yang qath’i (pasti), baik dari ayat-ayat al-Qur’an atau hadis Nabi dan atau rasio yang sehat maka bagi yang menolaknya dihukumi murtad.

Terjemahnya:                           
“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan”.
            Dalam hubungan dengan al-Qur’an, hadis berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas dari ayat-ayat al-Qur’an tersebut. Apabila disimpulkan tentang fungsi hadis dalam hubungan dengan al-Qur’an adalah sebagai berikut.
1.    Bayan At-Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan at-tafsir adalah menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal, dan musytarak. Fungsi hadis dalam hal ini adalah memberikan perincian (tafhsil) dan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan taqyid ayat-ayat yang masih muthlaq, memberikan takhshish ayat-ayat yang masih umum.
Di antara contoh bayan at-tafsir mujmal adalah seperti hadis yang menerangkan ke-mujmal-an ayat-ayat tentang perintah Allah SWT. untuk mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan haji. Ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan masalah ibadah tersebut masih bersifat global atau secara garis besarnya. Contohnya, kita diperintahkan sholat, namun al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana tata cara shalat, tidak menerangkan rukun-rukunnya dan kapan waktu pelaksanaannya. Semua ayat tentang kewajiban shalat tersebut dijelaskan oleh Nabi SAW. dengan sabdanya,
                              صلوا ﻜما ر ﺃ ﻳتمو ﻧﻲ ﺃ صلي ( روه ا لبخا ر ﻯ)                     
Artinya:
shalatlah sebagaimana kalin melihat kau shalat. (H.R Bukhari)
Sebagaimana hal tersebut, Rasul memberikan contoh tata cara shalat yang sempurna. Bukan hanya itu, beliau melengkapi dengan berbagai kegiatan yang dapat menambah pahala ibadah shalat.
2.    Bayan At-Taqrir
Bayan at-taqrir  atau sering juga disebut dengan bayan at-ta’kid dan bayan al-itsbat adalah hadis yang berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an. Dalam hal ini, hadis hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. contoh bayan at-taqrir  adalah hadis Nabi SAW. yang memperkuat firman Allah Q.S AL-Baqarah [2]: 185, yaitu,
ãöky­ tb$ŸÒtBu üÏ%©!$# tAÌRé& ÏmŠÏù ãb#uäöà)ø9$# Wèd Ĩ$¨Y=Ïj9 ;M»oYÉit/ur z`ÏiB 3yßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur 4 `yJsù yÍky­ ãNä3YÏB tök¤9$# çmôJÝÁuŠù=sù ( `tBur tb$Ÿ2 $³ÒƒÍsD ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$­ƒr& tyzé& 3 ߃̍ムª!$# ãNà6Î/ tó¡ãŠø9$# Ÿwur ߃̍ムãNà6Î/ uŽô£ãèø9$# (#qè=ÏJò6çGÏ9ur no£Ïèø9$# (#rçŽÉi9x6çGÏ9ur ©!$# 4n?tã $tB öNä31yyd öNà6¯=yès9ur šcrãä3ô±n@ ÇÊÑÎÈ
Terjemahnya:
“(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
            Menurut sebagian ulama bayan at-taqrir atau bayan ta’kid ini disebut juga bayan al-muwafiq li nash al-kitab al-karim. Hal ini karena hadis ini sesuai dan untuk memperkokoh al-Qur’an.
3.    Bayan An-Nasakh
Secara bahasa, an-nasakh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah (menghilangkan), at-tahwil (memindahkan), atau at-tagyir (mengubah).
Para ulama, baik mutaqaddim maupun muta’akhirin berbeda pendapat dalam mendefinisikan bayan an-nasakh. Perbedaan ini terjadi Karena perbedaan diantara mereka dalam mendefinisikan nasakh  dari segi kebahasaan.
Menurut ulama mutaqaddim, yang dimaksud dengan bayan an-nasakh  adalah adanya dalil syara’ yang datang kemudian. Dari pengertian tersebut, menurut ulama yang setuju adanya fungsi bayan an-nasakh, dapat dipahami bahwa hadis sebagai ketentuan yang datang berikutnya dapat menghapus ketentuan-ketentuan atau isi al-Qur’an yang datang kemudian.
Diantara ulama yang membolehkan adanya nasakh  hadis terhadap al-Qur’an, juga berbeda pendapat dalam macam hadis yang dipakai untuk men-nasakh al-Qur’an. Dalam hal ini mereka terbagi ke dalam tiga kelompok.
Pertama, yang membolehkan men-nasakh al-Qur’an dengan segala hadis, meskipun hadis ahad. Pendapat ini di antaranya dikemukakan oleh para ulama mutaqaddim dan Ibn Hazm serta sebagian besar pengikut Zhahiriah.
Kedua, yang membolehkan men-nasakh  dengan syarat hadis tersebut harus mutawatir. Pendapat ini diantaranya di pegang oleh Mu’tazilah.
Ketiga, ulama yang membolehkan men-nasakh dengan hadis masyhur, tanpa harus dengan mutawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh ulama Hanafiyah.
Salah satu contoh yang bisa diajukan oleh para ulama adalah sabda Rasul SAW. dari Abu Umamah Al-Bahili,
ﺇ ن ا لله قد ﺃ ﻋطﻰ ﻛل ذ ي حق حقه فلا وﺻﻳﺔ لو ا ر ث                     
                                                                                       (روه ﺃ حمد واﻷ ر ﺑﻌﺔ ﺇ لا ا لنسا ئ)
Hadis ini menurut mereka men-nasakh isi la-Qur’an surat Al-Baqarah [2]: 180, yakni,
|=ÏGä. öNä3øn=tæ #sŒÎ) uŽ|Øym ãNä.ytnr& ßNöqyJø9$# bÎ) x8ts? #·Žöyz èp§Ï¹uqø9$# Ç`÷ƒyÏ9ºuqù=Ï9 tûüÎ/tø%F{$#ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ ( $ˆ)ym n?tã tûüÉ)­FßJø9$# ÇÊÑÉÈ  
Terjemahnya:                                                                                        
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf[112], (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa”.

III.PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1.    Hadis menurut istilah ahli hadis adalah Apa yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan sifat, atau sirah beliau, baik sebelum kenabian ataupun sesudahnya.
2.    Menurut ahli ushul fikih hadis adalah perkataan, perbuatan dan penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam setelah kenabian. Adapun sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadis, karena yang dimaksud dengan hadis adalah mengerjakan apa yang menjadi konsekwensinya. Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan apa yang terjadi setelah kenabian.
3.    Kehujjahan sunnah sebagai konsekuensi ke-ma’shum-an (terpelihara) Nabi dari sifat bohong dari segala apa yang beliau sampaikan baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapannya. Kebenaran al-Qur’an sebagai mukjizat disampaikan oleh sunnah. demikian juga kebenaran pemahaman al-Qur’an juga dijelaskan oleh sunnah dalam praktik hidup beliau. Oleh karena itu, jika sunnah tidak dapat dijadikan hujjah, al-Qur’an sebagai efek produknya akan dipertanyakan kehujjahannya.
4.    Fungsi hadis terhadap al-Qur’an adalah hadis menduduki dan menempati fungsinya sebagai sumber ajaran kedua. Ia menjadi penjelas (mubayyin) isi al-Qur’an.
B.   KRITIK DAN SARAN
          Penulis menyadari bahwa makalah ini amatlah jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan kepada pembaca untuk memberikan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi efektifnya makalah selanjutnya, karena penulis sebagai manusia biasa tidak luput dari lupa dan salah.













DAFTAR PUSTAKA
1.    Majid Khon, Abdul. 2010. Ulumul Hadis. Jakarta: Sinar Grasika offset
2.    Solahuddin, Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Pustaka Setia
3.    Al-Qathan, Syaikh Manna. 2009. Pengantar Studi Ilmu Hadis. Pustaka Al-Kautsar.
4.    Ahmad, Arifuddin. 2005. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. Renaisan.

No comments:

Post a Comment