Tuesday, November 27, 2012

hadist ditinjau dari segi kuantitas dan kualitas sanadnya...





BAB I
PENDAHULUAN
A.       LATAR BELAKANG
Hadis merupaka sumber ajaran Islam, di samping al-qur`an. Bila dilihat dari sudut periwayatannya jelas  berbeda antara al-qur`an dengan hadis. Untuk al-qur`an semua periwayatan berlangsung secara mutawatir, sedangkan periwayatan hadis sebagian berlangsung secara mutawatir dan  sebagian lagi berlangsung secara aahaad. Berawal dari hal tersebut sehingga timbul berbagai pendapat dalam menilai kualitas sebuah hadis sekaligus sebagai sumber perdebatan, yang akibatnya bukan kesepakatan yang didapatkan tetapi  sebaliknya justru perpecahan.

Kemudian berawal dari sebuah pertanyaan, “ apakah hadis ini atau hadis itu dapat dijadikan hujjah atau tidak ?” satu kelompok dengan kuat mempertahankan pendapatnya sementara kelompok lain dengan gigih bersikap serupa.
Mayoritas ulama berbeda pendapat dalam pengkajian hadis. Hadis yang sering dijumpai tidak serta merta dapat diterima secara langsung,  hadis yang di dapati perlu adanya pencarian jati diri hadis tersebut untuk dijadikan landasan hidup.
Bertitik tolak dari hal tersebut maka penulis tertarik untuk memuat pembagian hadis yang selama ini beredar terutama hadis ditinjau dari segi kuantitas dan kualitas sanadnya, mudah-mudahan dapat mengurangi tingkat kekeliruan dalam memahami hadis, baik dari segi kuantitas maupun kualitas sanadnya. Penulis menyadari didalam makalah sangat jauh dari kesempurnaan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian sangat diharapkan sebagai kontribusi  merevisi makalah ini.

B.       RUMUSAN MASALAH
      Dengan uraian latar belakang di atas, maka penulis ingin menyajikan makalah yang berkisar pada permasalahan hadis ditinjau dari kualitasnya yang bertitik tolak pada permasalahan, sebagai berikut:
1.     Bagaimanakah hadits ditinjau dari segi kuantitasnya?
2.     Bagaimanakah hadits ditinjau dari segi kualitasnya?

C.       TUJUAN
1.   Mengetahui ada klasifikasi hadist bila ditinjau dari segi kuantitas dan kualitas sanadnya.
2.    Mengetahui kedudukan dan pengamalan hadist dalam kehidupan.










BAB II
PEMBAHASAN

A.  HADIS DITINJAU DARI KUANTITAS SANADNYA
            Dalam mengungkapkan pembagian hadis dari segi kuantitas sanadnya maka para ulama hadis (Muhhaddisin) membaginya menjadi dua macam :

1.    Hadis Mutawatir
a.      Pengertian
            Kata mutawatir menurut lughat ialah al-mutatabi` yang berarti yang datang kemudian, beriring-iringan atau berturut-turut satu dengan yang lain.
     Sedangkan menurut istilah ialah
ا لّذ ي رواه جمع كثير لا يمكن توا طؤهم على الكذب عن مثلهم انتهاءالسّند و كان مستندهم الحسّ
Arti: “hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak yang terhindar dari kesepakatan mereka untuk berdusta (sejak awal sanad) sampai akhir sanad dengan didasarkan pada pancaindera”.

            Berdasarkan defenisi di atas dapat kita pahami bahwa hadis mutawatir adalah hadis yang bersifat indrawi yang diriwayatkan oleh banyak orang pada setiap tingkatan sanadnya, yang secara tradisi dan akal sehat mustahil mereka besepakat untuk berusta dan memalsukan hadis.
b.     Syarat-syarat Hadits Mutawatir
1.  Diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak
        Bilangan para  perawi hadis harus mencapai jumlah yang menurut tradisi mustahil untuk besepakat untuk berdusta. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah untuk tidak memungkinkan bersepakat untuk untuk berdusta.
Abu Thayib menentukan sekurang-kurangnya 4 orang. hal tersebut diqiyaskan dengan jumalah saksi yang diperlukan oleh hakim.
Ashabus Syafi` menentukan minimal  5 orang.  hal ini diqiyaskan dengan jumlah para Nabi yang mendapatkan gelar Ulul Azmi.
          Sebagian ulama menetapkan 20 orang.  Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang telah difirmankan Allah tentang orang-orang mu`min yang tahan uji, yang dapat mengalahkan orang-orang kafir sejumlah 200 orang ( Q.S Al-Anfal :65)

2.    Adanya jumlah banyak pada seluruh tingkatan sanad
               Jumlah banyak orang pada tingkatan (thabaqat) sanad dari awal sampai akhir sanad. Jika jumlah banyak  tersebut hanya pada sebagian sanad saja maka tidak dinamakan mutawatir tetapi dinamakan ahad. Persamaan jumlah para perawi tidak berarti harus sama jumlahya, mungkin saja jumlahnya berbeda  namun nilainya sama. Misalnya, pada awal tingkatan 10 orang, tingkatan berikutnya 20 orang, 40 orang dan seterusnya. Jumlah seperti ini tetap dinamakan sama dan tergolong mutawatir.

3.    Mustahil bersepakat untuk berbohong
                    Misalnya para perawi dalam sanad itu memiliki latar belakang yang berbeda-beda baik Negara, jenis dan pendapat yang berbeda pula. Sehingga dengan jumlah seperti ini secara logika mustahil terjadi adanya kesepakatan untuk berbohong dan memalsukan hadis. Pada masa awal pertumbuhan hadis, memang tidak bisa dianalogikan dengan jaman sekarang ini, di samping kejujuran, dengan daya memori mereka yang masih handal sehingga sangat sulit besepakat untuk berbohong dalam suatu periwayatan.
                    Salah satu alasan pengingkar sunnah dalam penolakan mutawatir adalah pencapaian jumlah banyak tidak menjamin dihukumi mutawatir karena masih memungkinkan untuk bersepakat berbohong. Hal ini karena mereka menganalogikan  dengan realita dunia sekarang dimana kejujuran tidak bisa dipertanggungjawabkan, apalagi hal itu berada dalam bingkai politik dan lain-lain. Oleh sebab itu sehingga para pengingkar sunnah menolaknya, karena sekalipun sudah mencapai jumlah yang banyak tetapi masih memungkinkan terjadinya kesepakatan untuk berbohong.

4.    Sandaran berita itu pada panca indera.
               Yang dimaksudsandaran panca indera adalah berita tersebut didengar atau dilihat oleh pemberitanya, tidak disandarkan pada logika atau akal sebagaimana sifat barunya alam, berdasarkan kaedah logika; setiap yang baru itu berubah. Baru artinya sesuatu yang diciptakan bukan wujud dengan sendirinya. Sehingga apabila hadis itu logis atau tidak inderawi. Sandaran berita pada panca indera misalnya ungkapan:
Sami`na (kami mendengar) dari Rasulullah bersabda begini
Ra`aina (kami melihat ) Rasulullah melakukan begini dan seterusnya.
c.      Hukum Hadits Mutawatir
          Hadis mutawatir memberikan fadah ilmu daruri, yakni keharusan untuk menerimanya secara bulat sesuatu yang diberitahukan karena ia memberikan keyakinan yang qat`i (pasti) dengan seyakin-yakinnya tanpa ada keraguan sdikitpun bahwa Rasulullah  saw, betul-betul menyabdakan atau mengerjakan sesuatu  seprti yang diriwayatkan oleh rawi-rawi mutawatir.
          Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa penelitian rawi-rawi hadis mutawatir tentang keadilan dan kedhabitannya tidak diperlukan lagi, karena kuantitas atau jumlah rawi-rawinya mencapai ketentuan yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat untuk berbohong. Oleh karenanya wajiblah bagi setiap muslim  menerima dan mengamalkan semua hadis mutawatir.Tidak ada perselisihan dikalangan para ulama tentang keyakinan faedah hadis mutawatir ini. Al-Hafidz mengatakan: khabar mutawatir member faedah dharuri, seseorang harus menerima dan tidak apat menolaknya.
          Seseorang yang mengingkari ilmu dharuri yang dihasilkan dengan periwayatan mutawatir sama halnya dengan mengingkari ilmu dharuri yang dihasilkan dengan penglibatan panca indera. Karena dengan jumalah banyak perawi yang tidak memungkinkan sepakat untuk berbohong itu sudah cukup dijadikan alat untuk mencapai tujuan akhir atau untuk mengetahui tingkat kesahihan suatu hadis yang merupakan sumber syari`ah Islam. Oleh karena itu, penelitian sifat-sifat perawi mutawatir tidak diperlukan sebagaimana hadis  Ahad.
d.    Macam-macam Hadits Mutawatir
                    Para ulama hadis membagi hadis mutawatir menjadi tiga macam, yakni mutawatir lafzhi, mutawatir ma`nawidan mutawatir amali.

1.    Mutawatir Lafzhi
Mutawatir lafzhi menurut Nur Ad-Din Atsar adalah:
Hadis yang mutawatir dalam satu lafadh”.
Sedangkan menurut Muhammad At-Tahhan:
ماتواترلفظه ومعناه
Hadis yang mutawatir lafadh dan ma`nanya”.
Dan menurut Tawjih An-Nadzar adalah:
Hadis yang sesuai lafal para perawinya, baik menggunakan satu lafal atau lafal lain yang sama makna dan menunjukkan kepada makna yang dimaksud secara tegas”.
Contoh mutawatir lafzhi :
من كذب عليّ متعمّدا فليتبوّأ مقعده من النار
“ Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya dari api neraka”.(HR.Bukhari, Muslim, Ahmad, At-Tirmizi, An-Nasa`i, dan Abu Daud)

2.      Mutawatir  Ma`nawi
            Sebagian ulama mendefinisikannya sebagai berikut:
ما اجتلفوا في لفظه ومعناه مع رجوعه لمعنى كليّ
Hadis yang berbeda lafal dan maknanya, tetapi kembali kepada satu makna yang umum.
                        Dari defenisi di atas, maka mutawatir maknawi adalah hadis mutawatir pada makna, yaitu beberapa riwayat yang berlainan tetapi memiliki makna yang sama atau satu tujuan. Misalnya, Hatim diriwayatkania memberi seseorang seekor unta, periwayatan lain ia memberi seekor kuda dan riwayat lain pula ia memberi hadiah dinar. Maka disimpulkan makna periwayatannya bahwa ia seorang dermawan.

3.         Mutawatir Amali
                        Sebagian ulama memberikan defenisi mutawatir amali sebagai berikut:
ما علم من الدّ ين با لضرورة وتواتر بين المسلمين أن النبيّ صلى ا الله عليه وسلّم فعله أو أمر به أو غير ذلك
“sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah mutawatir antara kaum muslimin bahwa Nabi saw. Mengerjakannya atau menyuruhnya dan atau selain itu”.
                        Dengan demikian hadis mutawatir amali adalah hadis mutawatir yang menyangkut perbuatan Rasulullah saw. Yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak, untuk kemudian dijadikan contoh pada generas-generasi berikutnya. Misalnya hadis tentang shalat.
Kitab-kitab tentang hadis mutawatir antara lain:
·      Al-Azhar Al-Mutanatsirah fil Akhbar Al-Mutawatirah, karya As-Suyuthi
·      Qahtful Azhar, karya As-Suyuthi, ringkasan dari kitab di atas.
·      Al-La`ali Al-Mutanatsirah filAhadits Al-Mutawatirah, karya Abu Abdillah Muhammad bin Thulun Ad-Dimasyqi
·      NazhmulMutanatsirahminal Hadits Al-Mutawatirah, karya Muhammad bin Ja`far Al-Kittani

2.    Hadis Ãhãd
a.    Pengertian
       Ãhãd  merupakan jamak dari ahad dengan makna satu atau tunggal. Sedangkan menurut istilah menurut ulama  Hadis Aahaad adalah
الخبر الذي لم تبلغ نقلته فى ألكثرة مبلغ الخبرالمتواتر سواءٌ كان المخبر واحدا أواثنين أو ثلاثة أو أربعة أو جمسة إلى غير ذلك من الأعدادالّتي لاتشعر بأنّ اخبر دخل بها في خبرالمتواتر.
“Khabar yang tiada sampai jumlah banyak pemberitanya kepada jumlah khabar mutawatir, baik pengkhabar itu seorang, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya dari bilangan-bilangan yang tiada memberi pengertian bahwa khabar itu dengan bilangan tersebut masuk ke dalam khabar mutawatir”.

               Dengan pengertian di atas sehingga hadis aahaad member faedah ilmu Nazhari, artinya ilmu yang diperlukan penelitian dan pemeriksaan terlebih dahulu, apakah jumlah perawi yang sedikit memiliki sifat-sifat kreadibilitas yang mampu dipertanggungjawabkan atau tidak. Hadis inilah yang memerlukan penelitian secara cermat apakah  apakah para perawinya adil atau tidak, dhabith atau tidak, sanadnyabersambung atau tidak, sehingga dapat menentukan tingkat kualitas suatu hadis apakah  ia shahih, hasan atau dha`if.

b.      Pembagian Hadits Ahad
              Hadis Aahaad terbagi menjadi 3 macam yaitu: Masyhur, `Aziz dan Gharib.
a.    Hadis Masyhur
               Masyhur menurut bahasa adalah tenar, terkenal atau menampakkan. Dalam istialh hadis masyhur terbagi menjadi dua macam yaitu:
1. Masyhur Ishthilaahi.
       “Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih pada setiap tingkatan (tabaqaqh) sanad dan belum mencapai tingkat mutawatir”.
Contoh hadis :
sesungguhnya Allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada seorang hamba, tetapi akan melepaskan ilmu dengan dengan mengambil para ulama, sehingga apabila tidak terdapat serang yang alim  maka orang yang bodoh akan dijaikan sebagai pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu, mereka sesat dan menyesatkan”.
      
       Hadis ini diriwayatkan oleh tiga orang sahabat yaitu Ibnu Amru, Aisyah dan Abu Hurairah. Dengan demikian hadis ini masyhur dikalangan sahabat, karena terdapat tiga orang sahabat yang meriwayatkannya, sekalipun dikalangan tabi`ian lebih dari tiga orang tapi tidak mencapai tingkat mtawatir.

2. Masyhur Ghayr Ishthilahi
       Hadis MasyhurGhayrIshthilahiadalah hadis yang popular atau terkenal dikalangan kelompok atau golongan tertentu, sekalipun jumlah perawinyatiak mencapai tiga orang atau lebih.

b.    Hadis `Aziz
                      `Aziz secara bahasa berarti sedikit atau langka, atau berarti kuat. Hadis diberi nama`aziz karena sedikit atau langka adanya.
       Dari segi istilah terdapat beberapa defenisi antara lain adalah
hadis yang tidak diriwayatkan kurang daridua orang disemua tingkatan (tabaqah) sanad”.
contoh hadis `aziz:
لايوءمن أحدكم حتىّ أكون أحبّ إليه من نفسه من ولده ووالده والنّاس أجمعين (متفق عليه)
hadis diriwayatkan dari Abu Hurairahra. Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: tidak beriman salah seorang diantara kamu sehingga aku lebih dicintai dari pada orang tuanya, anaknya dan manusia semuanya”.(HR.Muttafaq `Alaih)

              Hadis ini diriwayatkan oleh dua orang sahabat yaitu Anas dan Abu Hurairah.Kemudian Anas memberitakan kepada dua orang yaitu Qatadah dan Abdul Aziz ibnShuhaib.Qatadah memberitakan pula kepada dua orang yaitu Syu`bah dan Sa`id. Dan Abdul Aziz memberitakan pula kepada dua orang yaitu Ismail ibn Ulaiyah dan Abdul Waris.

c.         Hadis Gharib
                      Gharib menurut bahasa berarti “menyendiri” atau “ jauh dari kerabatnya”. menurut istilah ialah “   hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya”.
Ibnu Hajar mendefenisikan sebagai berikut:
“ hadis yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkannya,  dimana saja penyendiriansanaditu terjadi”.
Dilihat dari bentuk penyendirian rawi, hadis gharib terbagi menjadi dua macam:
a). Gharib Mutlak
Gharib mutlak yaitu “ hadis yang garabah-nya (perawi satu orang) terletak pada pokok sanad. Pokok sanad adalah ujung sanadyaitu seorang sahabat”.

     Pokok sanad atau disebut asal sanad karena sahabat yang menjadi referensi utama dalam periwayatan hadis meskipun banyak jalan dan tingkatan dalam sanad. Contoh hadis Nabi saw.
عن عمرابن الخطّاب رضى الله عنه قال: سمعت رسول الله صلّى الله عليه وسلّم يقول: انّما الاعمال با لنّيات و انّما لكلّ امرئ ما نوى (رواه البخارى ومسلم وغرهما)
Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya,…….”
     Hadis ini hanya diriwayatkan oleh sahabat Umar bin Khattab saja. Kemudian diriwayatkan oleh Al-Qamah bin Waqqash kemudian Muhammad bin Ibrahim. Dengan demikian hadis tersebut gharib mutlak karena hanya Umar bin Khattab saja yang meriwayatkan dari kalangan sahabat.
b). Gharib Nisbi
                   Gharib nisbi yaitu apabila keghariban (perawi satu orang ) terjadi pada pertengahan sanad bukan pada awal sanadnya. Maksudnya satu hadis yang diriwayatkanoleh lebih dari satu orang perawi pada asal sanadnya, kemudian dari semua perawi itu hadis ini diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yang mengambil dari para perawi tersebut.
        Adapun berbagai kegharibanatau ketersendirian yang dianggap sebagai gharibnisbi adalah sebagai beikut:
·      Seorang perawi terpercaya secara sendiriran meriwayatkan hadis (muqayyad bi ats-tsiqah)
·      Seorang perawi tertentu meriwayatkan secara sendiriran dari seorang perawi tertentu pula (muqayyad `alaar-rawi)
·      Penduduk negeri atau penduduk daerah secara tersendiri meriwayatkan hadis (muqayyad bi al-balad).


B.  HADIS DITINJAU DARI KUALITASSANADNYA
            Bila ditinjau dari segi kualitasnya, maka hadis terbagi menjadi dua macam:

1.    Hadis Maqbul
   Maqbul menurut bahasa berarti makhudz (yang diambil) dan mushaddaq ( yang dibenarkan atau diterima),sedangkan menurut istilah adalah
Artinyahadis yang unggul pembenaran pemberitanya”
Syarat-syarat penerimaan suatu hadis untuk  menjadi hadis yang maqbul, yaitu bila sanad-nya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit dan matan-nya tidak syadzdan tidak ber-illat.
Dengan demikian hadis maqbul adalah hadis yang  dapat diterima atau pada dasarnya dapat dijadikan hujjah dan panduan pengamalan syari`at. Berdasarkan penjelasan di atas maka para ulama membagi  hadis maqbul menjadi dua bagian utama yaitu; hadis shahih dan hasan.
a.    Hadis shahih
Sahih menurut bahasa berarti sehat (lawan sakit). Kata sahih juga telah menjadi kosakata bahasa Indonesia dengan  sah, benar, sempurna,  sehat (tiada celanya). 
Sedangkan menurut istilah dikalangan ulama ialah
ما اتّصل سنده با لعد ول الضّا بطين من غير شذ وذ ولاعلة
“hadis yang bersambungsanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit (kuat daya ingatan), selamat dari keganjalan (syadzdz) dan cacat (illat)”
Dari defenisi di atas dapat disimpulakan, bahwa hadis shahih memiliki lima kreteria persyaratan sebagai berikut:
1.    Bersambungnya sanad
          Yaitu, setiap perawi telah mengambil hadis secara langsung  perawi sebelumnya dari permulaan sampai akhir sanad.

2.    Perawinya adil:
                            Kata adil, menurut bahasa berarti lurus,  seseorang dikatakan adil apabila pada dirinya terdapat sifat yang dapat mendorong terpeliharanya ketakwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah agama dan mninggalakan larangannya, dan  senantiasa berakhlak baik dalam segalah tingkah lakunya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan perawi yang adil dalam periwayatansanad-hadis adalah bahwa semuah perawinya disamping harus islam dan balig, juga memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a)      Senantiasa melaksanakan perintah agama dan meninggalkan semua larangannya.
b)      Senantiasa menjauhi dosa kecil.
c)      Senantiasa memelihara ucapan dan perbuatan yang dapat menodai muru’ah.

3.    Perawinya dhabit
Kata dhabit menurut bahasa berarti yang kokoh,yang kuat. Seseorang dikatakan dhabit apabila ia mempunyai daya ingat sempurna terhadap hadis yang diriwayatkannya.
Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, perawi yang dhabit  adalah mereka yang kuat hapalannya terhadap segala sesuatu yang pernah didengarnya, kemudian mampu menyampaiakan hapalan tersebut manakalah diperlukan.
Yang dicakup dalam pengertian dhabit pada periwayatan disini terdiri atas dua kategori, yaitu dhabit Aa-sadr dan dhabit fi Al kitab yang dimaksud dengan dhabit fi As-sadr  ialah terpeliharanya periwayatan dalam ingatan, sejak ia menerima hadis sampai ia meriwayatkan kepada orang lain; sedangkan dhabitfil Al-kitab ialah terpeliharanya kebenaran suatu periwayatan melalui tulisan.

4.    Tidak  syadzdz
Menurut Imam Iyafi’i Yang dimaksud dengan syadz atau syudzudz (bentuk jamak dari syadzdz ) disini ialah suatu hadis yang bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan  oleh  perawi lain yang lebi kuat atau lebih tsiqah. Pengertian inilah yang paling banyak diikuti ulama hadis lainya.
Melihat pengertian syadz diatas, dapat dipahami bahwa hadis yang tidak syadz adalah hadis yang matannya tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebi kuat atau lebitsiqah.
5.    Tidak berillat   
Kata  illat bentuk jamaknya adalah  Ilal atau  Al-Ilal yang  menurut bahasa berarti cacat,  penyakit,  keburukan,  dan  kesalahan  baca. Dengan  pengertian ini yang disebut hadis ber-illat adalah hadis-hadis yang mengandung cacat atau penyakit.
Menurut   istilah,  illat  berarti  suatu sebab yang tersembunyi atau samar-samar, sehingga dapat merusak kesahihan hadis. Dikatakan samar-samar di sini karena  jika dilihat dari shahihnya, hadis tersebut terlihat sahih, adanya kesamaan pada  hadis  tersebut, mengakibatkan  nilai  kualitasnya  menjadi  tidak sahih, dengan demikian, maka yang dimaksud hadis yang tidak berillat, ialah hadis-hadis yang didalamnya tidak terdapat kesamaran atau keragu-raguan.
Illat hadis dapat terjadi baik pada sanad maupun pada matan atau pada keduanya  secara  bersama - sama.  Namun  demikian,  illat yang paling banyak,  yaitu yang terjadi pada sanad, seperti menyebutkan muttasil terhadap hadis yang munqati’ atau mursal.
Para ulama ahli hadis membagi membagi hadis sahih menjadi dua bagian, Yaitu sahihlidzatihdan sahih li ghairih.Perbedaan antara keduanya terletak pada segi hapalan  atau  ingatan  perawinya. Pada hadis shahih lighairih ingatan perawinya kurang sempurna.
Yang  dimaksud dengan sahih li dzatihi, ialah hadis yang tidak memenuhi secara sempurna persyaratan hadis sahih khususnya yang berkaitan dengan ingatan atau hafalan perawi. Definisi hadis sahihlidzatih:
“Hadits shahih Lidzatihi yaitu hadits yang bersambungsanadnya dengan penukilan perawi yang ‘adil dan dhabith dari yang semisalnya sampai akhir sanad tersebut serta hadits tersebut bukan hadits yang syadz dan bukan hadits yang mu’allal (cacat)”.
contoh hadis sahihlighairih adalah hadis riwayat turmudzi melalui jalur Muhammad bin Amr
Artinya “ seandainya tidak memberatkan ummatku,niscaya akan kuperintahkanbersiwak setiap kali hendak melaksanakan shalat.”
     Ibnuumar ash-shalah menyatakan bahwa Muhammad bi Amr terkenal sebagai orang yang  jujur, tetapi kedhabitannya kurang sempurna sehingga hadis riwayatnya hanya mencapai tingkat  hasan.
b.      Tingkatan Hadis Shahih
Perlu diketahui bahwa martabat hadis shahih itu tergantung tinggi dan rendahnya kepada ke-dhabit-an dan keadilanpara perowinya. Berdasarkan martabat seperti ini, para muhadisin membagi tingkatan sanad menjadi tiga yaitu:
a)    Pertama, ashah al-asanid yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya.sepertiperiwayatansanad dari Imam Malik bin Anas dari Nafi’ mawla (mawla = budak yang telah dimerdekakan) dari Ibnu Umar.
b)   Kedua, ahsan al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadis yang yang tingkatannya dibawah tingkat pertama diatas. Seperti periwayatansanad dari Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas.
c)    Ketiga. ad’af al-asanid, yaitu rangkaian sanad hadis yang tingkatannya lebih rendah dari tingkatan kedua. sepertiperiwayatanSuhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.
Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi tujuh tingkatan, yang secara berurutan sebagai berikut:
a)    Hadis yang disepakati oleh bukhari dan muslim (muttafaq ‘alaih),
b)   Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori saja,
c)    Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja,
d)   Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan AL-Bukhari dan Muslim,
e).Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari saja,
f). Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja,
g)    Hadis yang dinilai shahih menurut ilama hadis selain Al-Bukhari dan Muslim dan tidak mengikuti persyratan keduanya, seperti IbnuKhuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.
Kitab-kitab hadis yang menghimpun hadis shahih secara berurutan sebagai berikut:
a)                   Shahih Al-Bukhari (w.250 H).
b)                  Shahih Muslim (w. 261 H).
c)                   ShahihIbnuKhuzaimah (w. 311 H).
d)                  Shahih Ibnu Hibban (w. 354 H).
e)                   Mustadrok Al-hakim (w. 405).
f)                    ShahihIbn As-Sakan.
g)                  Shahih Al-Abani.
c.    Hadis Hasan
Secara bahasa, hasan berarti al-jamal, yaitu indah. Hasan juga dapat juga berarti sesuatu sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan hadis hasan karena melihat bahwa ia meupakan pertengahan antara hadis shahih dan hadisdha’if, dan juga karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah satu bagiannya. Sebagian dari definisinya yaitu:
a)      definisi al- Khatabi: adalah hadis yang diketahui tempat keluarnya, dan telah mashurrawi-rawisanadnya, dan kepadanya tempat berputar kebanyakan hadis, dan yang diterima kebanyakan ulama, dan yang dipakai oleh umumnya fukaha
b)   definisiIbnuHajar: beliau berkata, adalah hadis ahad yang diriwayatkan oleh yang adil, sempurna ke-dhabit-annya, bersambungsanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz (janggal) maka dia adalah hadis shahihli-dzatihi, lalu jika ringan ke-dhabit-annya maka dia adalah hadis hasan lidszatihi.
            Kriteria hadis hasan sama dengan kriteria hadis shahih. Perbedaannya hanya terletak pada sisi ke-dhabit-annya. yaitu hadis shahih lebih sempurna ke-dhabit-annya dibandingkan dengan hadis hasan. Tetapi jika dibandingkan dengan ke-dhabit-an perawi hadis dha’if tentu belum seimbang, ke-dhabit-an perawi hadis hasan lebih unggul.
1.      Macam-Macam Hadis Hasan
Sebagaimana hadis shahih yang terbagi menjadi dua macam, hadis hasasn pun terbagi menjadi dua macam, yaitu hasan li-dzatih dan hasanli-ghairih;
a). Hasan  Li-Dzatih
             Hadis hasan li-dzatih adalah hadis yang memenuhi persyaratan hadis hasan yang telah ditentukan.pengertian hadis hasanli-dzatih sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
b). Hasan Li-Ghairih
   Adapun Hasan li Ghairih adalah hadis dhaif yang bukan dikarenakan rawinya pelupa, banyak salah dan orang fasik, yang mempunyai mutabi’ dan syahid. Hadis dhaif yang karena rawinya buruk hapalannya (su’ru al-hifdzih),tidak dikenal identitasnnya (mastur)dan mudallis (menyembunyikan cacat) dapat naik derajatnya menjadi hasan li ghairihi dibantu oleh hadis–hadis lain yang semisal dan semakna atau karena banyak rawi yang meriwayatkannya.

Contoh hadis hasan:
Artinya ; Telah menceritakan kepda kami  yahya bin Al-tamimi dan qutaibah bin said –ucapan yahya- telah berkata qutaibah kepada kami dan telah berkata yahya bahwasanya Ja’far bin Sulaiman  memberitakan kepada kami dari bapaknya Imran Al-Jauan dari bapaknya Abu Bakar bin Abdillah bin Qaeis dari bapaknya ;saya perna mendengar bapak saya berkata, ketika itu sedang berhadapan dengan musuh, bahwasanya Rasulullah SAW ; sesungguhnya pintu-pintu surga dibawah kilatanpedang,” lalu berdirilah seseorang yang berpakaian compang-camping seraya berkata; “ wahai abu musa apakah anda mendengar Rasulullah bersabda seperti yang anda ucapkan ini “ya” lalu orang itu kembali kepadaa sahabat-sahabatnya seraya berkata “aku mengucapkan salam kepada kalian kemudian orang ini memecahkan sarung pedangnya, lalu membuangnya dan dengan serta merta dia pergi menuju musuh dengan membawa pedangnya terus bertempur hingga gugur.

Hadits ini hasan karena empat orang perawi sanadnya tergolong tsiqoh, kecuali Ja’far bin Sulaiman ad-Dluba’i. jadilah haditsnya hasan.
2.      Kehujjahan Hadis Hasan
Hadis hasan sebagai mana halnya hadis shahih, meskipun derajatnya dibawah hadis shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Paraulama hadis, ulama ushulfiqih, dan fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadis hasan.
3.      Kitab-kitab hadis hasan
   Ulama yang pertama kali memulai membagi hadis sebagai hadis shahih, hadis hasan, hadis dhaif adalah Imam At-Tirmitdzi sehingga wajarlah jika Imam At-Tirmitdzi memiliki peran dalam menghimpun hadis-hadis hasan. Diantara kitab-kitab yang menghimpun hadis hasan adalah;
a)        Sunan At-tirmitdzi
b)        Sunan Abu Daud
c)        Sunan Ad-Dar Quthny

2.    Hadis Mardud
Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak atau yang tidak diterima,
Sedangkan menurut istilah hadis mardud adalah “hadis yang tidak unggul pembenaran pemberitanya”.
Penolakan hadis ini dikarenakan tidak memenuhi beberapa kriteria persyaratan yang ditetapkan para ulama, baik yang menyangkut sanad seperti perawi harus bertemu langsung dengan gurunya (ittishal as-sanad) maupun yang menyangkut matan seperti isi matan tidak bertentangan dengan alquran dan lain-lain .
Hadis mardud tidak mempunyai pendukung yang membuat keunggulan pembenaran berita dalam hadis tersebut. Hadis mardud tidak dapat dijadikan hujjah dan tidak wajib di amalkan, sedangkan maqbul wajib dijadikan hujjah dan wajib di amalkan. Secara umum Hadis mardud adalah hadis dha’if (lemah) .
a.      Hadis Dho`if
                                    Pengertian hadits dhaif Secara bahasa, hadits dhaif berarti hadits yang lemah lawan dari Qawi (yang kuat).Para ulama memiliki dugaan kecil bahwa hadits tersebut berasal dari Rasulullah SAW. Dugaan kuat mereka hadits tersebut tidak berasal dari Rasulullah SAW. Adapun para ulama memberikan batasan bagi hadits dhaif sebagai berikut : “ Hadits dhaifialah hadits yang tidak memuat atau  menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan tidak pula menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.
b.    Kehujahan Hadits dhaif
                        Hadis dhaif pada dasarnya adalah tertolak dan  tidak boleh diamalkan, bila dibandingkan dengan hadis shahih dan hadis hasan,  Namun para ulama melakukan pengkajian terhadap kemungkinan dipakai dan diamalkannya hadis dhaif, sehingga terjadi perbedaan pendapat diantara mereka:
1.      Para ulama berpendapat bahwa hadis dhaif tidak boleh diamalkan sama sekali, baik berkaitan masalah aqidah atau hukum-hukum fikih, targhib dan tarhib maupun dalam fadha’ilula’mal (keutamaan amal). Inilah pendapat imam-imam besar hadis seperti Yahya bin Ma’in, bukhari, dan Muslim. Pendapat ini juga dikuti oleh IbnuArabi ulama fikih dari mazhab Malikiyah, Abu Syamah Al-Maqdisi ulama dari mazhab Syafi’iyah,dan Ibnu Hazm.
2.      Pendapat kebanyakan ahli fikih membolehkan untuk mengamalkan dan memakai hadis dhaif secara mutlak jika tidak didapatkan hadis lain dalam permasalahan yang sama. Dikutip dari pendapat Abu Hanifa,Asy-syafi’I, Malik, dan Ahmad. Akan tetapi pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad bahwa hadis dhaif kebalikan dari hadis shahih menurut terminology ulama-ulama terdahulu.
3.      Sebagian ulama membolehkan untuk mengamalkan dan memakai hadis dhaif dengan catatan sebagai berikut: mereka membolehkan mengamalkan hadis dhaif khusus dalam targhib dan tarhib (motivasi beramal dan ancaman bermaksiat) dan fadilah-fadilah amal, sedangkan untuk masalah aqidah dan hukum halal serta haram, mereka tidak membolehkannya.
Ulama-ulama yang mempergunakan hadis dhaif dalam fadilah amal, menyaratkan kebolehan mengambilnya itu dengan tiga syarat :
a)      Kelemahan hadis itu tidak seberapa
b)      Apa yang ditunjukan hadis itu juga ditunjukan oleh dasar lain yang dapat dipegangi, dengan arti bahwa memeganginya tidak berlawanan dengan sesuatu dasar hukum yang suda dibenarkan.
c)      Jangna diyakini dikalah menggunakannya bahwa hadis itu benar dari Nabi. Ia hanya dipergunakan sebagai ganti memegangi pendapat yang tiada berdasarkan nash sama sekali.
BAB III
PENUTUP
A.       KESIMPULAN
     Berdasarkan pembahasan di atas maka  dapat disimpulkan hadis ditinjau dari kuantitas dan kualitas sanadnya sebagai berikut :
1. Hadits ditinjau dari segi kuantitasnya dibagi menjadi dua, yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad
2.    Hadits mutawatir terbagi menjadi tiga macam yaitu: mutawatir lafzhi, mutawatir ma’nawi, dan mutawatir ‘amali
 3.   Sedangkan hadits ahad dibagi menjadi tiga yaitu: masyhur, ‘azis, gharib (gharib mutlak dan gharib nisbi)
 4.  Hadits ditinjau dari segi kualitasnya dibagi menjadi tiga, yaitu hadits shahih, hadits hasan, dan hadits dha’if. 
5.   Sedangkan pengklasifikasian hadits dha’if  berdasarkan cacat pada ke-adil-an dan ke-dhabit-an rawi dibagi antara lain: hadits maudhu’, hadits matruk, hadits munkar, hadits syadz. Klasifikasi hadits dha’if berdasarkan gugurnya rawi, terbagi menjadi:hadits mu’allaq, hadits mu’dhal, hadits mursal, hadits munqathi, hadits mudallas.
B.       SARAN
Dalam penyusunan makalah ini maupun dalam penyajiaanya kami selaku manusia biasa menyadari adanya beberapa kesalahan oleh karena itu kami  mengharapkan kritk maupun saran bagi kami yang brsifat membantu agar kami tidak melakaukan kesalahan yang sama dalam penyusunan makalah yang akan datang .
DAFTAR PUSTAKA
Munziersuparca,ilmu hadis,PT.roja,Jakarta,1993.cet.ke-6
Mustafa Amin, Ibrahim al-Tazi, Muhadarat fi ‘Ulu al-Hadits, jami’ah al-azhar, 1971, jilid I Mudasir. Ilmu Hadist  . CV. Pustaka Setia: Bandung,2005.cet.ke-8
Ajaj khatib, ushul Al-hadis, darulfikr, Beirut, 1989,
H.Abdul Majid Khan,ulumul hadis, Amzah, Jakarta, 2010,
Mudasir. Ilmu Hadist  . CV. Pustaka Setia: Bandung,2005.
Agussuyadi,ulumul hadis, pustaka setia, banding, 2008.
AgusSolahuddin,agusSuyadi, ulumulhadis,pustaka setia, bandung, 2009.,
Manna’ Al-qaththan, Pengantar Studi lmu Hadis, Puataka Al-Kautsar,Jakarta,2009,Hlm.
Catatan: @hadist mutawatir adlh hadist yg diriwayatkan oleh sekelompok orng yg tidak mungkin mendustai hadist tersebut...
@ syarat hadist shohih : perawinya adil, sanadnya bersambung, tidak illat (cacat),kuat hafalannya...
@ para sahabat sdh tentu kuat hafalannya dan ada jg sebagian dr sahabat yg di izinkan oleh nabi untuk menuliskan/membukukan  hadist tersebut....
@ bersambung sanadnya mksdx suatu perawi yang meriwayatkan dengan perawi lainnya mk itulah di sebut dengan sanad...
@ yg bisa di jadikan sebagai hujjah adlh hadist shohih dan hadist hasan , dan hadist dho’if tidak bisa di jadikan sebagai hujjah

No comments:

Post a Comment