Mata Kuliah: Ilmu
Hadis
Dosen: Abd. Fattah,
S.Th. i, M. Th. I
Jurusan: Tafsir Hadis
Prodi: Ilmu Hadis
OLEH:
KELOMPOK I
MUNIRAH
(3070112013)
ENDANG
ERIANA(3070112020)
MEGAWATI(3070112021)
JURUSAN TAFSIR HADIS
PRODI ILMU HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR 2012
KATA
PENGANTAR
ÉOó¡Î0
«!$#
Ç`»uH÷q§9$#
ÉOÏm§9$#
Segala
puji hanya milik Allah Azza wa Jalla yang dengan kepemurahan-Nya yang
tak terhingga mengutus Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam untuk
menyampaikan cahaya-Nya dan sabda-sabda Rasul-Nya kemudian menjadi dua
sumber cahaya kebenaran dalam perjalanan manusia hingga akhir zaman.
Dalam makalah ini, kami akan
membahas tentang salah satu sumber cahaya atau sumber ajaran agama islam yakni Hadis-hadis
Rasulullah shallallahu Alaihi wa Sallam serta fungsinya terhadap
al-Qur’an. Semoga saja dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan kita
tentang salah satu ajaran islam yakni Hasits Rasulullah shallallahu Alaihi
wa Sallam.
Kami menyadari di dalam pembuatan
makalah ini, masih terdapat banyak kesalahan. Maka dari itu kami sangat
mengharapkan saran serta kritik dari pembaca.
Makassar,
September 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR
ISI ii
I.
Pendahuluan
A. Latar
Belakang iii
B. Rumusan
Masalah iii
C. Tujuan iv
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hadis 1
B. Hadis
sebagai sumber ajaran agama 2
1. Dalil-dalil
al-Qur’an 2
2. Hadis
Rasulullah 4
3. Ijma’
para ulama 5
C. Fungsi
Hadis Terhadap Al-Qur’an 6
1. Bayan
At-Tafsir 7
2. Bayan
At-Taqrir 8
3. Bayan
An-Nasakh 9
III.
Penutup
Kesimpulan 11
Kritik dan Saran 12
DAFTAR PUSTAKA
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Hadis sebagai
sumber ajaran agama. Kewajiban mengikuti hadis bagi ummat islam sama wajibnya
dengan mengikuti al-Qur’an. Hal ini karena hadis sebagai penjelas terhadap
al-Qur’an. Al-Qur’an yang berisikan jawaban tentang segala sesuatu yang ada di
dunia baik secara tersirat maupun secara tersurat, namun konteksnya ada
sebagian yang perlu penelaah lebih mendalam karena tidak di ungkapkan secara
gamblang maka di perlukan pengkajian dengan memakai hadis yang bersumber dari
Rasulullah SAW. Di dalam hadis di jelaskan tata cara dalam beribadah, seperti
tata cara sholat, wudhu, zakat dan lain-lain.
Beliau bersabda Ku tinggalkan kepadamu (umat Islam) dua pusaka abadi,
apabila kamu berpegang kepadanya niscaya kamu tidak akan sesat yaitu Kitab
Allah (Al Quran) dan Sunnahku.
Tapi adapun
dari beberapa ummat islam yang mengingkari Sunnah. mereka tidak mengakui dan
tidak menerima baik di lisan dan di hati
Bertitik tolak
pada hal tersebut, maka penulis akan menyajikan beberapa dalil-dalil tentang
kehujjahan hadis serta fungsi hadis terhadap al-Qur’an.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dengan uraian latar belakang diatas penulis
ingin menyajikan makalah yang berkisar tentang hadis sebagai sumber ajaran
agama :
a.
Dalil-dalil kehujjahan hadis
b.
Fungsi hadis terhadap al-Qur’an
C. TUJUAN
Tujuan
penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk menambah wawasan kita tentang
hadis-hadis Rasulullah SAW. Apalagi
hadis itu sebagai sumber ajaran islam, jadi kita perlu mengetahui dalil-dalil
tentang kehujjahan hadis. Manusia tidak mungkin bisa mengikuti jejak Rasul
tanpa mengetahui sunnahnya. Karena kita diperintahkan beriman dan taat kepada
Rasul setelah perintah taat kepada Allah. Itu menunjukkan bahwa taat kepada
Allah berarti melaksanakan perintah-perintah al-Qur’an dan menjauhkan
larangan-Nya. Sedang taat kepada Rasul SAW berarti taat kepada perintah dan
menjauhkan larangannya yang di sebutkan dalam sunnah dan al-Qur’an. selain itu
penulis juga akan menguraikan tentang fungsi hadis terhadap al-Qur’an.
II. PEMBAHASAN
A.Pengertian Hadis
Sebelum kita membahas hadis sebagai
sumber ajaran agama terlebih dahulu kita membahas tentang pengertian hadis
sebagai awal dari menuju pembahasan hadis sebagai sumber ajran agama. Hadis
menurut bahasa artinya baru. Hadis juga –secara bahasa- berarti “sesuatu yang
dibicarakan atau dinukil”, juga “sesuatu yang sedikit dan banyak”. Bentuk
jamaknya adalah ahadis.
y7¯=yèn=sù ÓìÏ»t/ y7|¡øÿ¯R #n?tã öNÏdÌ»rO#uä bÎ) óO©9 (#qãZÏB÷sã #x»ygÎ/ Ï]ÏyÛø9$# $¸ÿyr& ÇÏÈ
Terjemahnya:
“Maka (apakah)
barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka
berpaling, Sekiranya mereka tidak beriman kepada hadis ini.” (AlKahfi: 6).
Hadis menurut istilah ahli hadis
adalah Apa yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan sifat, atau sirah beliau, baik sebelum
kenabian ataupun sesudahnya.
Sedangkan menurut ahli ushul fikih hadis
adalah perkataan, perbuatan dan penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam setelah kenabian. Adapun sebelum kenabian tidak dianggap
sebagai hadis, karena yang dimaksud dengan hadis adalah mengerjakan apa yang
menjadi konsekwensinya. Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan apa yang
terjadi setelah kenabian.
B.
HADIS SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA
Seluruh umat islam, tanpa kecuali telah
sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran islam. Ia menempati
kedudukannya yang sangat penting setelah al-Qur’an. Kewajiban mengikuti hadis
bagi umat islam sama wajibnya dengan mengikuti al-Qur’an. Hal ini karena hadis
merupakan mubayyin terhadap al-Qur’an. Tanpa memahami dan menguasai hadis,
siapa pun tidak akan bisa memahami al-Qur’an karena al-Qur’an merupakan dasar
hukum pertama, yang di dalamnya berisi garis besar syariat dan hadis merupakan dasar hukum
kedua, yang di dalamnya berisi penjabaran dan penjelasan al-Qur’an. Dengan
demikian, antara hadis dan al-Qur’an memiliki kaitan yang sangat erat, yang
satu sama lain tidak bisa dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-sendiri
Berdasarkan hal tersebut, kedudukan hadis
dalam islam tidak dapat diragukan karena terdapat penegasan yang banyak, baik
di dalam al-Qur’an maupun dalam hadis Nabi Muhammad., seperti diuraikan dibawah
ini.
1.
Dalil Al-Qur’an
Dalam
al-Qur’an banyak terdapat ayat yang menegaskan tentang kewajiban mengikuti
Allah yang digandengkan dengan ketaatan mengikuti Rasul-Nya, seperti firman
Allah berikut ini:
a.
Dalam Q.S Ali imran [3]: 32
ö@è% (#qãèÏÛr& ©!$# ^qߧ9$#ur ( bÎ*sù (#öq©9uqs? ¨bÎ*sù ©!$# w =Ïtä tûïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÌËÈ
Terjemahnya:
"Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu
berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa
bentuk ketaatan kepada Allah adalah dengan mematuhi al-Qur’an, sedang bentuk
ketaatan kepada Rasulullah adalah dengan mengikuti Sunnah atau Hadis Nabi SAW.
Dengan demikian, berdasarkan ayat tersebut yang wajib ditaati bukan hanya apa
yang termaktub dalam al-Qur’an saja, melainkan juga apa yang termaktub dalam hadis
Nabi.
b.
Dalam Q.S Al-Hasyr ayat 7, Allah juga berfirman,
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqߧ=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 w tbqä3t P's!rß tû÷üt/ Ïä!$uÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqߧ9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ
Terjemahnya:
“Apa saja harta
rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di
antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”.
Kalangan ahli tafsir berpendapat,
ayat tersebut memberi petunjuk secara umum bahwa semua perintah dan larangan
yang berasal dari Nabi SAW, wajib dipatuhi oleh orang-orang yang beriman.
Segala apa yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad wajib dilaksanakan dan segala
apa yang di larang wajib dijauhi.
Dengan petunjuk ayat-ayat diatas,
maka jelaslah bahwa hadis atau Sunnah Nabi Muhammad SAW. merupakan sumber
ajaran islam di samping al-Qur’an. Orang yang menolak hadis sebagai salah satu
sumber ajaran islam berarti orang itu menolak petunjuk al-Qur’an. Dengan demikian,
al-Qur’an dan hadis Nabi merupakan satu paket yang saling melengkapi meskipun al-Qur’an berkedudukan lebih kuat dan
lebih tinggi dari pada hadis nabi.
2.
Dalil hadis Rasulullah SAW
Di
samping banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan kewajiban mengikuti semua yang
disampaikan Nabi SAW, banyak juga hadis Nabi SAW yang menegaskan kewajiban
mengikuti ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi SAW, seperti sabda Rasul SAW.,
sebagai berikut:
تر ﻛت ﻓﻳﻜم ٲ مر ﻳن
لن تضلوا ما تمسكتم بهما ﻛتا ب ا لله و سنتئ
Artinya:
“Aku tinggalkan pada
kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada
keduanya yaitu kitab Allah dan Sunnahku”.
Hadis
di atas menjelaskan bahwa seseorang tidak akan sesat selamanya apabila hidupnya
berpegang teguh atau berpedoman pada
al-Qur’an dan Sunnah. Orang yang tidak berpegang teguh pada keduanya atau tidak
mengikuti sunnah berarti sesat. Nabi tidak pernah memerintahkan kecuali dengan
diperintah Allah dan siapa yang taat kepada Nabi berarti ia taat kepada Zat
yang memerintahkan kepadanya untuk melaksanakan perintah itu.
Kehujjahan
Sunnah sebagai konsekuensi ke-ma’shum-an (terpelihara) Nabi dari sifat
bohong dari segala apa yang beliau sampaikan baik berupa perkataan, perbuatan
dan ketetapannya. Kebenaran al-Qur’an sebagai mukjizat disampaikan oleh sunnah.
demikian juga kebenaran pemahaman al-Qur’an juga dijelaskan oleh sunnah dalam
praktik hidup beliau. Oleh karena itu, jika sunnah tidak dapat dijadikan hujah,
al-Qur’an sebagai efek produknya akan dipertanyakan kehujjahannya.
3.
Ijma’ para ulama
Para
ulama telah sepakat (konsensus) bahwa sunnah sebagai salah satu hujjah dalam hukum islam setelah
al-Qur’an. Asy-syafi’i (w. 204 H)
mengatakan: “Aku tidak mendengar
seseorang yang dinilai manusia atau oleh diri sendiri sebagai seorang alim yang
menyalahi kewajiban Allah SWT untuk
mengikuti Rasulullah SAW dan berserah diri atas keputusannya. Allah tidak
menjadikan orang setelahnya kecuali agar mengikutinya. Tidak ada perkataan dalam segala kondisi
kecuali berdasarkan kitab Allah atau Sunnah Rasul-Nya. Dasar lain selain dua
dasar tersebut harus mengikutinya.
Sesungguhnya Allah telah memfardukan kita, orang-orang sebelum dan
sesudah kita dalam menerima khobar dari Rasul. Tidak ada seorang pun yang
berbeda bahwa yang fardhu dan yang wajib adalaha menerima khabar dari
Rasulullah.
a.
Sunnah yang dijadikan hujjah tentunya
Sunnah yang telah memenuhi persyaratan shahih, baik mutawatir atau ahad.
C.
FUNGSI HADIS TERHADAP AL-QUR’AN
Sudah kita ketahui bahwa hadis
mempunyai kedudukan sangat penting dalam ajaran islam. Ia menempati posisi
kedua setelah al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran pertama memuat
ajaran-ajaran yang bersifat umum (global), yang perlu di jelaskan lebih lanjut
dan terperinci. Di sinilah, hadis menduduki dan menempati fungsinya sebagai
sumber ajaran kedua. Ia menjadi penjelas (mubayyin) isi al-Qur’an. hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT.,
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ Ìç/9$#ur 3
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍkös9Î) öNßg¯=yès9ur crã©3xÿtGt ÇÍÍÈ
Demikian juga ulama lain, seperti As-Suyuthi
berpendapat bahwa orang yang mengingkari kehujjahan hadis Nabi baik perkataan
dan perbuatannya yang memenuhi syarat-syarat yang jelas dalam Ilmu Ushul
adalah kafir.
Dari berbagai pendapat diatas kiranya dapat
disimpulkan bahwa sebagaia berikut:
b.
Para ulama sepakat bahwa Sunnah
sebagai hujjah, semua ummat islam menerima dan mengikutinya, kecuali sekelompok
minoritas orang.
c.
Kehujjahan Sunnah adakalanya sebagai mubayyin
(penjelas) terhadap al-Qur’an atau
beridiri sendiri sebagai hujjah untuk menambah hukum-hukum yang diterangkan
oleh al-Qur’an.
d.
Kehujjahan Sunnah berdasarkan
dalil-dalil yang qath’i (pasti), baik dari ayat-ayat al-Qur’an atau
hadis Nabi dan atau rasio yang sehat maka bagi yang menolaknya dihukumi murtad.
Terjemahnya:
“Keterangan-keterangan
(mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan
supaya mereka memikirkan”.
Dalam hubungan dengan al-Qur’an, hadis
berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan penjelas dari ayat-ayat al-Qur’an
tersebut. Apabila disimpulkan tentang fungsi hadis dalam hubungan dengan
al-Qur’an adalah sebagai berikut.
1.
Bayan At-Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan
at-tafsir adalah menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal, dan
musytarak. Fungsi hadis dalam hal ini adalah memberikan perincian (tafhsil)
dan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang masih mujmal, memberikan taqyid
ayat-ayat yang masih muthlaq, memberikan takhshish ayat-ayat
yang masih umum.
Di antara contoh bayan at-tafsir
mujmal adalah seperti hadis yang menerangkan ke-mujmal-an ayat-ayat
tentang perintah Allah SWT. untuk mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan haji.
Ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan masalah ibadah tersebut masih bersifat
global atau secara garis besarnya. Contohnya, kita diperintahkan sholat, namun
al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana tata cara shalat, tidak menerangkan
rukun-rukunnya dan kapan waktu pelaksanaannya. Semua ayat tentang kewajiban
shalat tersebut dijelaskan oleh Nabi SAW. dengan sabdanya,
صلوا ﻜما ر ﺃ ﻳتمو ﻧﻲ ﺃ صلي ( روه ا لبخا ر ﻯ)
Artinya:
shalatlah
sebagaimana kalin melihat kau shalat. (H.R Bukhari)
Sebagaimana hal tersebut, Rasul
memberikan contoh tata cara shalat yang sempurna. Bukan hanya itu, beliau
melengkapi dengan berbagai kegiatan yang dapat menambah pahala ibadah shalat.
2.
Bayan At-Taqrir
Bayan at-taqrir atau sering juga disebut dengan bayan
at-ta’kid dan bayan al-itsbat adalah hadis yang berfungsi untuk
memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an. Dalam hal ini, hadis hanya
berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. contoh bayan at-taqrir adalah hadis Nabi SAW. yang memperkuat firman
Allah Q.S AL-Baqarah [2]: 185, yaitu,
ãöky tb$ÒtBu üÏ%©!$# tAÌRé& ÏmÏù ãb#uäöà)ø9$# Wèd Ĩ$¨Y=Ïj9 ;M»oYÉit/ur z`ÏiB 3yßgø9$# Èb$s%öàÿø9$#ur 4
`yJsù yÍky ãNä3YÏB tök¤¶9$# çmôJÝÁuù=sù ( `tBur tb$2 $³ÒÍsD ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$r& tyzé& 3 ßÌã ª!$# ãNà6Î/ tó¡ãø9$# wur ßÌã ãNà6Î/ uô£ãèø9$# (#qè=ÏJò6çGÏ9ur no£Ïèø9$# (#rçÉi9x6çGÏ9ur ©!$# 4n?tã $tB öNä31yyd öNà6¯=yès9ur crãä3ô±n@ ÇÊÑÎÈ
Terjemahnya:
“(beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena
itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak
hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”.
Menurut sebagian ulama bayan
at-taqrir atau bayan ta’kid ini disebut juga bayan al-muwafiq li
nash al-kitab al-karim. Hal ini karena hadis ini sesuai dan untuk
memperkokoh al-Qur’an.
3.
Bayan An-Nasakh
Secara bahasa, an-nasakh bisa
berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah (menghilangkan), at-tahwil
(memindahkan), atau at-tagyir (mengubah).
Para ulama, baik mutaqaddim maupun
muta’akhirin berbeda pendapat dalam mendefinisikan bayan an-nasakh.
Perbedaan ini terjadi Karena perbedaan diantara mereka dalam mendefinisikan nasakh
dari segi kebahasaan.
Menurut ulama mutaqaddim, yang
dimaksud dengan bayan an-nasakh adalah adanya dalil syara’ yang datang
kemudian. Dari pengertian tersebut, menurut ulama yang setuju adanya fungsi bayan
an-nasakh, dapat dipahami bahwa hadis sebagai ketentuan yang datang
berikutnya dapat menghapus ketentuan-ketentuan atau isi al-Qur’an yang datang
kemudian.
Diantara ulama yang membolehkan adanya
nasakh hadis terhadap al-Qur’an,
juga berbeda pendapat dalam macam hadis yang dipakai untuk men-nasakh
al-Qur’an. Dalam hal ini mereka terbagi ke dalam tiga kelompok.
Pertama, yang membolehkan men-nasakh
al-Qur’an dengan segala hadis, meskipun hadis ahad. Pendapat ini di
antaranya dikemukakan oleh para ulama mutaqaddim dan Ibn Hazm serta
sebagian besar pengikut Zhahiriah.
Kedua, yang membolehkan men-nasakh
dengan syarat hadis tersebut harus mutawatir.
Pendapat ini diantaranya di pegang oleh Mu’tazilah.
Ketiga, ulama yang
membolehkan men-nasakh dengan hadis masyhur, tanpa harus dengan mutawatir.
Pendapat ini diantaranya dipegang oleh ulama Hanafiyah.
Salah satu contoh yang bisa diajukan
oleh para ulama adalah sabda Rasul SAW. dari Abu Umamah Al-Bahili,
ﺇ ن ا لله قد
ﺃ ﻋطﻰ ﻛل ذ ي حق حقه فلا وﺻﻳﺔ لو ا ر ث
(روه ﺃ حمد واﻷ ر ﺑﻌﺔ ﺇ لا ا لنسا ئ)
Hadis ini menurut mereka men-nasakh
isi la-Qur’an surat Al-Baqarah [2]: 180, yakni,
|=ÏGä. öNä3øn=tæ #sÎ) u|Øym ãNä.ytnr& ßNöqyJø9$# bÎ) x8ts? #·öyz èp§Ï¹uqø9$# Ç`÷yÏ9ºuqù=Ï9 tûüÎ/tø%F{$#ur Å$rã÷èyJø9$$Î/ (
$)ym n?tã tûüÉ)FßJø9$# ÇÊÑÉÈ
Terjemahnya:
“Diwajibkan
atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma'ruf[112], (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa”.
III.PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1.
Hadis menurut istilah ahli hadis
adalah Apa yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan sifat, atau sirah beliau, baik sebelum
kenabian ataupun sesudahnya.
2.
Menurut ahli ushul fikih hadis adalah
perkataan, perbuatan dan penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam setelah kenabian. Adapun sebelum kenabian tidak dianggap
sebagai hadis, karena yang dimaksud dengan hadis adalah mengerjakan apa yang
menjadi konsekwensinya. Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan apa yang
terjadi setelah kenabian.
3.
Kehujjahan sunnah sebagai konsekuensi
ke-ma’shum-an (terpelihara) Nabi dari sifat bohong dari segala apa yang
beliau sampaikan baik berupa perkataan, perbuatan dan ketetapannya. Kebenaran
al-Qur’an sebagai mukjizat disampaikan oleh sunnah. demikian juga kebenaran
pemahaman al-Qur’an juga dijelaskan oleh sunnah dalam praktik hidup beliau.
Oleh karena itu, jika sunnah tidak dapat dijadikan hujjah, al-Qur’an sebagai
efek produknya akan dipertanyakan kehujjahannya.
4.
Fungsi hadis terhadap al-Qur’an adalah
hadis menduduki dan menempati fungsinya sebagai sumber ajaran kedua. Ia menjadi
penjelas (mubayyin) isi al-Qur’an.
B.
KRITIK
DAN SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini
amatlah jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan kepada pembaca
untuk memberikan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi efektifnya
makalah selanjutnya, karena penulis sebagai manusia biasa tidak luput dari lupa
dan salah.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Majid
Khon, Abdul. 2010. Ulumul Hadis. Jakarta: Sinar Grasika offset
2.
Solahuddin,
Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Pustaka Setia
3.
Al-Qathan,
Syaikh Manna. 2009. Pengantar Studi Ilmu Hadis. Pustaka Al-Kautsar.
4.
Ahmad,
Arifuddin. 2005. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. Renaisan.
No comments:
Post a Comment