Mata
Kuliah : Ilmu Fiqih
Dosen : Nur Asia Hamzah, LC MA
MANDI JANABAH
Disusun
Oleh:
KELOMPOK III
AHMAD HUMAID (30700112025)
TAUFIQ HIDAYAT (30700112031)
NUR KHALIS (30700112012)
HARIYADIN (30700112006)
JURUSAN
TAFSIR HADIS
PRODI
ILMU HADIS
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2013
I.
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib
adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih (air mutlak) yang
mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai dari ujung
rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadas
besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat. Maka dari itu
kita sebagai ummat muslim sangat penting untuk mengetahui bagaimana tata cara Mandi
besar, mandi junub atau mandi wajib sesuai dengan tuntunan Rosulullah SAW. Agar
ibadah-ibadah yang kita lakukan bisa diterima dan mendapatkan pahala
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dengan uraian latar belakang diatas penulis
ingin menyajikan makalah yang berkisar tentang Mandi besar, mandi junub atau
mandi wajib:
1.
Pengertian Mandi Janabah
2.
Hal-hal Yang Mewajibkan Mandi Janabah
3.
Fardhu Mandi Janabah
4.
Sunnah Mandi Janabah
5.
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Ketika Mandi
6.
Hal-Hal Yang Haram Dikerjakan
7.
Tatacara Mandi Janabah
8.
Hikmah Mandi Janabah
C.
TUJUAN
Tujuan penulis dalam menyusun
makalah ini adalah untuk menambah wawasan kita tentang Mandi besar, mandi junub
atau mandi wajib sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Apalagi mandi wajib merupakan salah satu
kewajiban kita sebagai ummat muslim yang harus kita lakukan karna keluarnya
cairan atau air mani melalui kemaluan
kita baik secara sadar ataupun tidak sadar, jadi kita perlu mengetahui
dalil-dalil tentang tata cara Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib.
II. PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN MANDI JANABAH
Mandi dalam bahasa Arab disebut dengan istilah al-ghusl ( الغسل ). Kata
ini memiliki makna yaitu menuangkan air ke seluruh tubuh. Sedangkan secara
istilah, para ulama menyebutkan definisinya yaitu :
Memakai
air yang suci pada seluruh badan dengan tata cara tertentu dengan syarat-syarat
dan rukun-rukunnya.
Adapun
kata Janabah dalam bahasa Arab bermakna jauh ( البُعْدُ ) dan lawan dari dekat
( ضِدُّ القرَابَة )
Sedangkan
secara istilah fiqih, kata janabah ini menurut Al-Imam An-Nawawi rahimahullah
berarti
Janabah
secara syar'i dikaitkan dengan seseorang yang keluar mani atau melakukan
hubungan suami istri, disebut bahwa seseorang itu junub karena dia menjauhi
shalat, masjid dan membaca Al-Quran serta dijauhkan atas hal-hal tersebut.74
Mandi
Janabah sering juga disebut dengan istilah 'mandi wajib'. Mandi ini merupakan
tatacara ritual yang bersifat ta`abbudi dan bertujuan menghilangkan
hadats besar.
2. HAL-HAL YANG MEWAJIBKAN MANDI JANABAH
Para ulama menetapkan paling tidak
ada 6 hal yang mewajibkan seseorang untuk mandi janabah.Tiga hal di antaranya
dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan. Tiga lagi sisanya hanya terjadi
pada perempuan.
A. Keluar Mani
Keluarnya air mani menyebabkan seseorang mendapat janabah, baik dengan cara
sengaja (masturbasi) atau tidak. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut
ini :
Dari
Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Sesungguhnya
air itu (kewajiban mandi) dari sebab air (keluarnya sperma). (HR. Bukhari dan
Muslim).
Namun ada sedikit perbedaan pandangan dalam hal ini di
antara para fuqaha'. Mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al- Hanabilah
mensyaratkan keluarnya mani itu karena syahwat atau dorongan gejolak
nafsu, baik keluar dengan sengaja atau tidak sengaja. Yang penting, ada
dorongan syahwat seiring dengan keluarnya mani. Maka barulah
diwajibkan mandi janabah.
Sedangkan mazhab Asy-syafi'iyah memutlakkan keluarnya mani, baik karena syahwat
atau pun karena sakit, semuanya tetap mewajibkan mandi janabah.
Sedangkan
air mani laki-laki itu sendiri punya ciri khas yang membedakannya dengan wadi
dan mazi :
Dari
aromanya, air mani memiliki aroma seperti aroma 'ajin (adonan roti). Dan
seperti telur bila telah mengering.
Keluarnya
dengan cara memancar.
Rasa lezat
ketika keluar dan setelah itu syahwat jadi mereda.
Mani
Wanita
Dari
Ummi Salamah radhiyallahu anha bahwa Ummu Sulaim istri Abu Thalhah
bertanya,"Ya Rasulullah, sungguh Allah tidak mau dari kebenaran, apakah
wanita wajib mandi bila keluar mani? Rasulullah SAW menjawab,"Ya, bila dia
melihat mani keluar". (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits
ini menegaskan bahwa wanita pun mengalami keluar mani, bukan hanya
laki-laki.
B. Bertemunya Dua Kemaluan
Yang dimaksud dengan bertemunya dua kemaluan adalah kemaluan laki-laki dan
kemaluan wanita. Dan istilah ini disebutkan dengan maksud persetubuhan (jima').
Dan para ulama membuat batasan : dengan lenyapnya kemaluan (masuknya) ke dalam faraj
wanita, atau faraj apapun baik faraj hewan.
Termasuk juga bila dimasukkan ke dalam dubur, baik dubur wanita ataupun dubur
laki-laki, baik orang dewasa atau anak kecil. Baik dalam keadaan hidup ataupun
dalam keadaan mati. Semuanya mewajibkan mandi, di luar larangan perilaku itu.
Hal yang sama berlaku juga untuk wanita, dimana bila farajnya dimasuki oleh
kemaluan laki-laki, baik dewasa atau anak kecil, baik kemaluan manusia maupun
kemaluan hewan, baik dalam keadaan hidup atau dalam keadaan mati, termasuk juga
bila yang dimasuki itu duburnya. Semuanya mewajibkan mandi, di luar masalah
larangan perilaku itu.
Semua yang disebutkan di atas termasuk hal-hal yang mewajibkan mandi, meskipun
tidak sampai keluar air mani. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini
:
Dari
Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila dua kemaluan bertemu
atau bila kemaluan menyentuh kemaluan lainnya, maka hal itu mewajibkan mandi
janabah. Aku melakukannya bersama Rasulullah SAW dan kami mandi.
Dari
Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila seseorang
duduk di antara empat cabangnya kemudian bersungguh-sungguh (menyetubuhi), maka
sudah wajib mandi. (HR. Muttafaqun 'alaihi).
Dalam
riwayat Muslim disebutkan : "Meski pun tidak keluar mani"
C.
Meninggal
Seseorang yang meninggal, maka wajib atas orang lain yang masih hidup untuk
memandikan jenazahnya. Dalilnya adalah sabda Nabi Saw tentang orang yang sedang
ihram tertimpa kematian :
Rasulullah
SAW bersabda,"Mandikanlah dengan air dan daun bidara`.
(HR. Bukhari dan Muslim)
D. Haidh
Haidh atau menstruasi adalah kejadian alamiyah yang wajar terjadi pada seorang
wanita dan bersifat rutin bulanan. Keluarnya darah haidh itu justru menunjukkan
bahwa tubuh wanita itu sehat. Dalilnya adalah firman Allah SWT dan juga sabda
Rasulullah SAW :
Mereka
bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai
orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al- Baqarah : 222)
Nabi
SAW bersabda,`Apabila haidh tiba, tingalkan shalat, apabila telah selesai (dari
haidh), maka mandilah dan shalatlah. (HR Bukhari dan Muslim)
E. Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah melahirkan.
Nifas itu mewajibkan mandi janabah, meski bayi yang dilahirkannya itu dalam
keadaan mati. Begitu berhenti dari keluarnya darah sesudah persalinan atau
melahirkan, maka wajib atas wanita itu untuk mandi janabah.
Hukum nifas dalam banyak hal, lebih sering mengikuti hukum haidh. Sehingga
seorang yang nifas tidak boleh shalat, puasa, thawaf di baitullah, masuk
masjid, membaca Al-Quran, menyentuhnya, bersetubuh dan lain sebagainya.
F. Melahirkan
Seorang wanita yang melahirkan anak, meski anak itu dalam keadaan mati, maka
wajib atasnya untuk melakukan mandi janabah. Bahkan meski saat melahirkan itu
tidak ada darah yang keluar. Artinya, meski seorang wanita tidak mengalami
nifas, namun tetap wajib atasnya untuk mandi janabah, lantaran persalinan yang
dialaminya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa 'illat atas wajib mandinya wanita yang
melahirkan adalah karena anak yang dilahirkan itu pada hakikatnya adalah mani
juga, meski sudah berubah wujud menjadi manusia.
Dengan dasar itu, maka bila yang lahir bukan bayi tapi janin sekalipun, tetap
diwajibkan mandi, lantaran janin itu pun asalnya dari mani.
3. FARDHU MANDI JANABAH
Untuk melakukan mandi janabah, maka ada tiga hal yang harus dikerjakan karena
merupakan rukun/pokok:
A. Niat
Semua
perbuatan itu tergantung dari niatnya. (HR Bukhari dan Muslim)
B. Menghilangkan Najis
Menghilangkan najis dari badan sesungguhnya merupakan syarat sah mandi janabah.
Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah, disyaratkan sebelumnya untuk
memastikan tidak ada lagi najis yang masih menempel di badannya.
Caranya bisa dengan mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun atau
pembersih lainnya. Adapun bila najisnya tergolong najis berat, maka wajib
mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.
Untuk itu sangat dianjurkan sebelum mandi janabah dilakukan, mandi terlebih
dahulu seperti biasa, dengan sabun dan lain-lainnya, agar dipastikan semua
najis dan kotoran telah hilang. setelah itu barulah mandi janabah hanya dengan
air saja.
C. Meratakan Air
Seluruh badan harus rata mendapatkan air, baik kulit maupun rambut dan bulu.
Baik akarnya atau pun yang terjuntai. Semua penghalang wajib dilepas dan
dihapus, seperti cat, lem, pewarna kuku atau pewarna rambut bila bersifat
menghalangi masuknya air.
Rambut yang dicat dengan menggunakan bahan kimiawi yang sifatnya menutup atau
melapisi rambut, dianggap belum memenuhi syarat. Sehingga cat itu harus
dihilangkan terlebih dahulu. Demikian juga bila di kulit masih tersisa lem yang
bersifat melapisi kulit, harus dilepas sebelum mandi agar kulit tidak terhalang
dari terkena air.
Sedangkan pacar kuku (hinna') dan tato, tidak bersifat menghalangi
sampainya air ke kulit, sehingga tetap sah mandinya, lepas dari masalah
haramnya membuat tato. Termasuk yang dianggap tidak menghalangi air terkena
kulit adalah tinta pemilu, dengan syarat tinta itu tidak menutup atau melapisi
kulit, tinta itu hanya sekedar mewarnai saja.
4. SUNNAH MANDI JANABAH
Rasulullah SAW telah memberikan contoh hidup bagaimana sebuah ritual mandi
janabah pernah beliau lakukan, lewat laporan dari istri beliau, ibunda
mukminin, Aisyah radhiyallahu ta'ala anha.
Aisyah
RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya dengan mencuci kedua
tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan kanannya ke tangan kiri lalu
ia mencuci kemaluannya kemudia berwudhu seperti wudhu` orang shalat. Kemudian
beliau mengambil air lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya,
dan apabila ia yakin semua kulit kepalanya telah basah beliau menyirami
kepalnya 3 kali, kemudia beliau membersihkan seluruh tubuhnya dengan air
kemudia diakhir beliau mencuci kakinya (HR Bukhari/248 dan Muslim/316)
Dari
’Aisyah radliyallahu anha dia berkata, ”Jika Rasulullah SAW mandi karena
janabah, maka beliau mencuci kedua tangan, kemudian wudhu’ sebagaimana wudhu
beliau untuk sholat, kemudian beliau menyela-nyela rambutnya dengan kedua
tangan beliau, hingga ketika beliau menduga air sudah sampai ke akar-akar
rambut, beliau mengguyurnya dengan air tiga kali, kemudian membasuh seluruh
tubuhnya”. ’Aisyah berkata, ”Aku pernah mandi bersama Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam dari satu bejana, kami mencibuk dari bejana itu
semuanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari kedua hadits di atas, kita bisa rinci sebagai berikut :
A. Mencuci Kedua Tangan
Pertama sekali yang harus dilakukan ketika mandi janabah adalah mencuci kedua
tangan. Mencuci kedua tangan ini bisa dengan tanah atau sabun, lalu dibilas
sebelum dimasukkan ke wajan tempat air.
B. Mencuci Dua Kemaluan
Caranya dengan menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri dan dengan
tangan kiri itulah kemaluan dan dubur dicuci dan dibersihkan.
C. Membersihkan Najis
Selain dua kemaluan, juga disunnahkan terlebih dahulu untuk membersihkan semua
najis yang sekiranya masih melekat di badan.
D. Berwudhu
Setelah semua suci dan bersih dari najis, maka disunnahkan untuk berwudhu
sebagaimana wudhu' untuk shalat. Jumhur ulama mengatakan bahwa disunnahkan
untuk mengakhirkan mencuci kedua kaki. Maksudnya, wudhu' itu tidak pakai cuci
kaki, cuci kakinya nanti setelah mandi janabah usai.
E. Sela-sela Jari
Di antara yang dianjurkan juga adalah memasukan jari-jari tangan yang basah
dengan air ke sela-sela rambut, sampai ia yakin bahwa kulit kepalanya telah
menjadi basah
F. Menyiram kepala
Sunnah juga untuk menyiram kepala dengan 3 kali siraman sebelum membasahi semua
anggota badan.
G. Membasahi Seluruh Badan
Ketika mandi dan membasahi semua bagian badan, ada keharusan untuk
meratakannya. Jangan sampai ada anggota badan yang tidak terbasahi air.
Misalnya, kalau ada orang yang memakai pewarna rambut atau kuku yang sifatnya
menghalangi tembusnya air, maka mandi itu menjadi tidak sah. Tergantung jenis
pewarnanya, kalau tembus air atau menyatu menjadi bagian dari rambut atau kuku,
tentu tidak mengapa. Tetapi kalau tidak tembus dan menghalangi, maka mandinya
tidak sah. Sebelum mandi harus dihilangkan terlebih dahulu.
H. Mencuci kaki
Disunnahkan berwudhu di atas tanpa mencuci kaki, tetapi diakhirkan mencuci
kakinya. Dengan demikian, mandi janabah itu juga mengandung wudhu yang sunnah.
Walau pun tanpa berwudhu' sekalipun, sebenarnya mandi janabah itu sudah mengangkat
hadats besar dan kecil sekaligus.
5. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN KETIKA MANDI
A. Mendahulukan anggota kanan
Mendahulukan
anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu`. Hal tersebut
sebagaimana ditegaskan oleh hadits dari Aisyah, ia berkata:
Rasulullah
SAW menyenangi untuk mendahulukan tangan kanannya dalam segala urusannya;
memakai sandal, menyisir dan bersuci (HR Bukhari/5854 dan Muslim/268)
B. Tidak perlu berwudhu lagi setelah mandi.
Sebagaimana
dijelaskan dalam sebuah hadits dari Aisyah RA, ia berkata:
Rasulullah
SAW mandi kemudian shalat dua rakaat dan sholat shubuh, dan saya tidak melihat
beliau berwudhu setelah mandi (HR Abu Daud, at-Tirmidzy dan Ibnu Majah)
6. HAL-HAL YANG HARAM DIKERJAKAN
Orang yang dalam keadaan janabah
diharamkan melakukan beberapa pekerjaan, lantaran pekerjaan itu mensyaratkan
kesucian dari hadats besar. Di antara beberapa pekerjaan itu adalah :
A. Shalat
Shalat
adalah ibadah yang mensyaratkan kesucian dari hadats kecil maupun hadats besar.
Seorang yang dalam keadaan janabah atau berhadats besar, haram hukumnya
melakukan ibadah shalat, baik shalat yang hukumnya fardhu a'in seperti shalat
lima waktu, atau fadhu kifayah seperti shalat jenazah, atau pun shalat yang
hukumnya sunnah seperti dhuha, witir, tahajjud.
Dasar
keharaman shalat dalam keadaan hadats besar adalah hadits berikut ini :
Dari
Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda,"Tidak diterima shalat yang tidak dengan kesucian". (HR.
Muslim)
B. Sujud Tilawah
Sujud
tilawah adalah sujud yang disunnahkan pada saat kita membaca ayat-ayat tilawah,
baik dilakukan di dalam shalat maupun di luar shalat.
Syarat
dari sujud tilawah juga suci dari hadats kecil dan besar. Sehingga orang yang
dalam keadaan janabah, haram hukumnya melakukan sujud tilawah.
C. Tawaf
Tawaf
di Baitullah Al-Haram senilai dengan shalat, sehingga kalau shalat itu
terlarang bagi orang yang janabah, otomatis demikian juga hukumnya buat tawaf.
Dasar
persamaan nilai shalat dengan tawaf adalah sabda Rasulullah SAW :
Dari
Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Tawaf
di Baitullah adalah shalat, kecuali Allah membolehkan di dalamnya
berbicara." (HR. Tirmizy, Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya)
Dengan hadits ini, mayoritas (jumhur)
ulama sepakat untuk mengharamkan tawaf di seputar ka'bah bagi orang yang
janabah sampai dia suci dari hadatsnya. Kecuali ada satu pendapat menyendiri
dari madzhab Al-Hanafiyah yang menyebutkan bahwa suci dari hadats besar bukan
syarat sah tawaf, melainkan hanya wajib. Sehingga dalam pandangan yang
menyendiri ini, seorang yang tawaf dalam keadaan janabah tetap dibenarkan,
namun dia wajib membayar dam, berupa menyembelih seekor kambing.
Pendapat
ini didasarkan pada fatwa Ibnu Abbas radhiyallahu anhu yang menyebutkan
bahwa menyembelih kambing wajib bagi seorang yang melakukan ibadah haji dalam
dua masalah : [1] bila tawaf dalam keadaan janabah, [2] bila melakukan hubungan
seksual setelah wuquf di Arafah.
D. Memegang atau Menyentuh Mushaf
Jumhur
Ulama sepakat bahwa orang yang berhadats besar termasuk juga orang yang haidh
dilarang menyentuh mushaf Al-Quran. Dalilnya adalah firman Allah SWT berikut
ini :
`Dan
tidak menyentuhnya kecuali orang yang suci.` . (QS. Al- Waqi’ah ayat 79)
Ditambah
dan dikuatkan dengan hadits Rasulullah SAW berikut ini :
Dari
Abdullah bin Abi Bakar bahwa dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah SAW
kepada ‘Amr bin Hazm tertulis : Janganlah seseorang menyentuh Al-Quran kecuali
dia dalam keadaan suci”.(HR. Malik).
E. Melafazkan Ayat-ayat Al-Quran
Empat
madzhab yang ada, yaitu Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan
Al-Hanabilah, semuanya sepakat bulat mengharamkan orang yang dalam keadaan
janabah untuk melafadzkan ayat ayat Al-Quran.
Dari
Abdillah Ibnu Umar radhiyallahu anhu bahwa Rasululah SAW bersabda,"Wanita
yang haidh atau orang yang janabah tidak boleh membaca sepotong ayat Qur’an
(HR. Tirmizy).
Dari
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah SAW tidak
terhalang dari membaca Al-Quran kecuali dalam keadaan junub. (HR. Ahmad)
Larangan ini dengan pengecualian
kecuali bila lafadz Al-Quran itu hanya disuarakan di dalam hati. Juga bila
lafadz itu pada hakikatnya hanyalah doa atau zikir yang lafadznya diambil dari
ayat Al-Quran secara tidak langsung (iqtibas). Namun ada pula pendapat
yang membolehkan wanita haidh membaca Al-Quran dengan catatan tidak menyentuh
mushaf dan takut lupa akan hafalannya bila masa haidhnya terlalu lama. Juga
dalam membacanya tidak terlalu banyak. Pendapat ini adalah pendapat Malik.
Diriwayatkan
bawa Ibnu Abbas radhiyalahu anhu dan Said ibnul Musayyib termasuk pihak
yang membolehkan wanita haidh melafadzkan ayat-ayat bahkan
keseluruhan Al-Quran.
F. Masuk ke Masjid
Seorang
yang dalam keadaan janabah, oleh Al-Qur’an Al-Karim secara tegas dilarang
memasuki masjid, kecuali bila sekedar melintas saja.
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja,
hingga kamu mandi.(QS.
An-Nisa' :43)
Selain
Al-Quran, Sunnah Nabawiyah juga mengharamkan hal itu :
Dari
Aisyah RA. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Tidak ku halalkan masjid
bagi orang yang junub dan haidh`. (HR. Bukhari, Abu Daud dan Ibnu
Khuzaemah).
Apabila
haidh tiba, tinggalkan shalat, apabila telah selesai (dari haidh), maka mandilah
dan shalatlah. (HR Bukhari dan Muslim)
7. TATACARA MANDI JANABAH
Mandi Janabah tentu bukan hal
yang asing bagi orang yang sudah dewasa. Namun bagaimana tatacara mandi janabah
seperti yang dicontohkan oleh Rosulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
tentu masih sedikit yang tahu. Tidak ada perbedaan cara mandi janabah antara
laki-laki dan wanita.
Berikut Tatacara Mandi Janabah :
1.
Niat
di dalam hati dan tidak diucapkan
Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khathab radhiallahu
‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya amalan-amalan seseorang tergantung niatnya,dan
seseorang akan mendapatkan balasan sesuai niatnya.” (HR.
Bukhari I/9 hadits no. 1) dan Muslim (I/1515 hadits no.1907))
Adapun niat cukup dalam hati tanpa perlu melafadzkannya. Mengenai
bacaan niat “Nawaitu rof’al hadasil akbar …..” tidak ditemukan ada
dalilnya.
2.
Membaca Bimillah
Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu (H.R Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan lainnya. Lihat Irwa’ Al Ghalil
hadits no.81, syaikh Al Albani menghasankan hadits ini karena ada banyak jalur
periwayatan dan penguat (syawahid).
3.
Mencuci
kedua tangan sebelum dimasukkan/dicelupkan ke dalam bejana/tempat air.
4.
Menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, lalu digunakan
untuk mencuci kemaluan dengan tangan kiri dan dilakukan sebanyak dua atau tiga
kali.
5.
Tangan
kiri yang digunakan untuk mencuci kemaluan digosokkan/diusapkan ke bumi/tanah
atau ke tembok sebanyak dua atau tiga kali dilakukan dengan sungguh-sungguh.
ثُمَّ ضَرَبَ
بِــشِمَاْ لِهِ اْلأَرْضَ ، فَدَلّـَـكَهَا دَلْــكًا شَدِيْدًا …
“Kemudian Beliau mengusap tanah dengan tangan kirinya lalu
menggosoknya dengan gosokan yang sungguh-sungguh…” (HR. Muslim no.720).
6.
Berwudhu sebagaimana wudhu hendak Shalat
Yakni melakukan madhmadhah (berkumur-kumur), istinsyaq
(memasukkan air ke hidung) dan istintsar (mengeluarkan air dari hidung),
mencuci wajah, dua lengan, mengusap kepala dan telinga.
7.
Memasukkan
jari jemarinya ke dalam air lalu menyela-nyela pangkal rambutnya sampai
dipastikan kulit kepala terkena air. Setelah itu menuangkan air sepenuh 2
telapak tangan ke kepala sebanyak tiga kali siraman.
“ Kemudian Beliau menyela-nyela rambutnya dengan tangannya hingga
ketika Beliau memastikan telah membasahi kulit kepalanya, Beliau pun menuangkan
air ke kepalanya tiga kali” (HR. Bukhari no.272 dan Muslim no.716).
Ketika membasuh kepala dimulai dari belahan rambut bagian kanan
kemudian kiri setelah itu bagian tengah. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam pernah berkata :
أَمَّا أَ نَا, فَأُفِيْضُ عَلَى رَأْسِيْ ثَلاَ ثًا
“Adapun aku, aku menuangkan air ke kepalaku tiga kali.”Dan
Beliau mengisyaratkan dengan kedua tangannya. (HR. Bukhari no.254 dan Muslim
no.738).
“Rasulullah
mengambil air dengan telapak tangannya lalu mulai menuangkannya ke belahan
kepalanya yang kanan kemudian yang kiri” (HR. Bukhari no.258 dan Muslim
no.723).
8.
Membasuh dan meratakan air ke seluruh tubuh
9.
Bergeser sedikit dari tempat semula lalu mencuci kaki, sebagaimana
hadits Maimunah radhiallaahu ‘anha :
“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam berwudhu seperti wudhu
untuk mengerjakan shalat hanya saja Beliau tidak mencuci kakinya. Dan
(sebelumnya) Beliau telah mencuci kemaluannya dan kotoran yang mengenainya.
Kemudian Beliau menuangkan air ke atas tubuhnya, setelahnya Beliau memindahkan
kedua kakinya(berpindah dari tempat semula), lalu mencuci keduanya.” (HR.
Bukhari no.249 dan Muslim no.720).
Adapun hikmah diakhirkannya mencuci kaki, Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullaahu
berkata : “Hikmah diakhirkannya mencuci kedua kaki agar dalam mandi janabah itu
diawali dan diakhiri dengan membasuh anggota wudhu.” (Fathul Bari, I/470).
10.
Tidak Berwudhu lagi setelah mandi
‘Aisyah radhiallaahu ‘anha mengabarkan :
“Adalah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam mandi dan
setelahnya shalat dua rakaat (qabliyyah shubuh) dan shalat shubuh dan aku tidak
melihat Beliau memperbaharui wudhu setelah mandi”. (HR. Abu Dawud no.250,
dishahihkan Syaikh Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
Dengan demikian bila seseorang hendak mengerjakan shalat setelah
mandi janabah maka wudhu yang dilakukan saat mandi janabah telah mencukupinya
selama wudhu tersebut belum batal, sehingga ia tidak perlu mengulangi wudhunya
setelah mandi.
11. Mengeringkan air dari
tubuh dengan mengeringkan/mengibaskan air dengan tangan.
Hadits Maimunah radhiallaahu ‘anha disebutkan :
“….Maimunah berkata : Aku pun memberikan kain/handuk kepada Beliau
(untuk mengusap/mengelap tubuh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam) namun
Beliau tidak menginginkannya. Maka mulailah Beliau mengibaskan air dengan
tangannya.” (HR. Bukhari no.274 dan Muslim no.720).
Dari ucapan Maimunah radhiallaahu ‘anha tentang perbuatan
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika selesai mandi :
وَجَعَلَ يَقُوْلُ بِا لْمَاْءِ هَكَذَا
(Mulailah Beliau melakukan begini terhadap air yang menempel di
tubuhnya) yakni يَنْفُضُهُ mengibaskannya (HR. Muslim no.722) ada dalil
tidak terlarangnya mengibaskan atau menepiskan air dengan tangan dari anggota
tubuh setelah wudhu dan mandi. (Subulus Salam, I/141).
Adapun menyekanya dengan menggunakan kain, handuk atau yang
selainnya maka kita dapati ulama berselisih pendapat (ikhtilaf).
Pertama : Tidak mengapa melakukannya setelah berwudhu dan mandi, demikian
pendapat Anas bin Malik dan Ats Tsauri.
Kedua : makruh untuk dilakukan setelah wudhu dan mandi, sebagaimana
pendapat Ibnu ‘Umar dan Ibnu Abi Laila.
Ketiga : Dimakruhkan dalam wudhu namun tidak makruh bila dilakukan
setelah mandi, demikian pandangan Ibnu ‘Abbas. (Al-Minhaj Syarh Shahih
Muslim, 3/222).
Dalam hal ini penulis lebih memilih pendapat yang pertama karena tidak
adanya dalil yang melarang dalam masalah ini. Adapun penolakan Beliau bukan
berarti larangan, namun Beliau lebih menyenangi mengibaskannya dengan tangan
Beliau atau karena perkara yang lainnya. Sehingga apabila mengibaskan dengan
tangan dibolehkan (mubah) berarti tansyif semisalnya juga
dibolehkan, karena mengibaskan dengan tangan dan menyeka dengan handuk
sama-sama bertujuan menghilangkan air yang menempel di tubuh. Wallaahu
‘alam.
8.HIKMAH MANDI JANABAH
Mandi merupakan salah satu cara bersuci dalam rangkaian ibadah yang secara umum mengandung hikmah bagi manusia sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 6 yaitu:
Mandi merupakan salah satu cara bersuci dalam rangkaian ibadah yang secara umum mengandung hikmah bagi manusia sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 6 yaitu:
ßÌã öNä.tÎdgsÜãÏ9 §NÏGãÏ9ur ¼çmtGyJ÷èÏR öNä3øn=tæ öNà6¯=yès9 crãä3ô±n@ ÇÏÈ
Artinya :
“Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatnya bagimu, supaya bersyukur”.
Adapun hikmahnya yaitu :
1. Dapat menetralisasi pengaruh kejiwaan yang ditimbulkan akibat pergaulan seksual.
2. Dapat memulihkan kekuatan dan kesegaran , dan membersihkan kotoran.
3. Menambah kekhusyuan dalam beribadah
4. Dapat memulihkan kesadaran, kesegaran dan ketenangan pikiran
III. PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan di atas maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1.
Mandi besar, mandi junub atau
mandi wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih (air mutlak)
yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan
hadas besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah sholat.
2.
Keluar
mani, bertemunya dua kemaluan, meninggal, haid, nifas, dan melahirkan
3.
Niat,
Menghilangkan najis, dan Meratakan air.
4.
Mencuci
kedua tangan, Mencuci dua kemaluan, Membersihkan najis, Berwudhu, Sela-sela
jari, Menyiram kepala, Membasahi seluruh badan, sMencuci kaki
5.
Mendahulukan
anggota kanan, Tidak perlu berwudhu lagi setelah mandi.
6.
Sholat,
Sujud Tilawah, Tawaf, Memegang atau
menyentuh mushaf, Melafazkan Ayat-ayat Al-Qur’an, Masuk ke Masjid
7.
a.
Niat di dalam hati dan tidak diucapkan
b.
Membaca Bimillah
c.
Mencuci kedua tangan sebelum dimasukkan/dicelupkan ke dalam bejana/tempat air.
d.
Menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, lalu digunakan untuk mencuci
kemaluan dengan tangan kiri dan dilakukan sebanyak dua atau tiga kali.
e.
Tangan kiri yang digunakan untuk mencuci kemaluan digosokkan/diusapkan ke
bumi/tanah atau ke tembok sebanyak dua atau tiga kali dilakukan dengan
sungguh-sungguh
f.
Berwudhu sebagaimana wudhu hendak Shalat
g.
Memasukkan jari jemarinya ke dalam air lalu menyela-nyela pangkal rambutnya
sampai dipastikan kulit kepala terkena air. Setelah itu menuangkan air sepenuh
2 telapak tangan ke kepala sebanyak tiga kali siraman.
h.
Membasuh dan meratakan air ke seluruh tubuh
i.
Bergeser sedikit dari tempat semula lalu mencuci kaki, sebagaimana
hadits Maimunah radhiallaahu ‘anha :
j.
Tidak Berwudhu lagi setelah mandi
k. Mengeringkan air dari tubuh dengan mengeringkan/mengibaskan
air dengan tangan.
DAFTAR PUSATKA
Sumber Tata Cara Mandi Wajib yang Benar
: http://www.salaf.web.id
No comments:
Post a Comment