Mata Kuliah:
Ilmu Hadis
Dosen: Abd.
Fattah, S.Th. i, M.
Th. I
Jurusan: Tafsir
Hadis
Prodi: Ilmu
Hadis
INGKARUSUNNAH
OLEH KELOMPOK 11
ANSHARULLAH
(30700112003)
AKBAR
H (30700112030)
JURUSAN TAFSIR HADITS
PRODI ILMU HADIST
FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT, DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2012
DAFTAR ISI
Kata
pengantar..................................................................................................................i
Daftar isi...........................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................................1
A.
Latar belakang............................................................................................................1
B.
Rumusan
masalah.......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3
A.
Pengertian
ingkarusunnah dan
klasifikasinya.........................................................................3
B.
Sejarah,
argumentasi dan bantahan ulama............................................................................4
1.
Sejarah
ingkarusunnah......................................................................................................4
2.
Argumentasi
ingkarusunnah.............................................................................................8
3.
Bantahan
Ulama................................................................................................................9
4.
Ingkarusunnah
di
Indonesia.............................................................................................12
BAB III PENUTUP..........................................................................................................................15
A.
Kesimpulan.............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................16
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada
Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “INGKARUSUNNAH” dengan
tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya.
Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
Ilmu Hadis yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah
ini, orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota
tim kelompok XII yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Ilmu
Hadis dan dipresentasikan dalam pembelajaran di kelas. Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai, apa sebenarnya yang dimaksud dengan dengan ingkarusunnah
tersebut.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini,
dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya
dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah
adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang
konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Demikian sepatah kata dari penulis
Wasalam
Samata,November
2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Ketika tidak mampu mengalahkan Islam
dari luar, musuh-musuh Islam akan menghancurkan Islam dari dalam tubuh Islam
itu sendiri. Menurut mereka cara yang paling efektif untuk menghancurkan Islam
adalah dengan merusak akidah dan keyakinan umat Islam, yang selama berabad-abad
telah disepakati oleh kaum muslimin. Untuk mewujudkan cita-cita dan misi
tersebut mereka menciptakan pelbagaimacam jamaah dan kelompok sempalan dalam
Islam, yang mengatasnamakan dirinya Islam tapi bertujuan untuk menghancurkan
Islam itu sendiri.Karenanya, penomena munculnya aliran-aliran sesat dan
kelompok-kelompok sempalan dalam Islam pada hari ini ibarat jejamuran yang
tumbuh di musim hujan. Tumbuh dan berkembang di mana-mana. Semua ini adalah
bentuk konspirasi global yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam untuk
menghabiskan energi kaum muslimin dalam mengurusi diri mereka sendiri, sehingga
menjadikan mereka lemah dan dan tidak berdaya untuk menghadapi kekuatan luar
yang datang sewaktu-waktu menghantam kaum muslimin.Tentunya sebagai kaum
muslimin perlu kita perhatikan bait-bait Protocol Zionisme yang Keempat-belas
berikut ini:“Bila kita telah menjadi penguasa kita harus memandang sebagai hal
yang sama sekali tidak dikehendaki keberadaan agama-agama lainnya kecuali agama
kita; menyatakan hanya ada satu Tuhan yang oleh takdir-Nya kita telah
ditentukan sebagai ‘Ummat Pilihan’, dan yang melalui takdir-Nya pula nasib kita
menyatu dengan masa depan dunia. Karena alasan inilah kita harus menghancurkan
semua agama lainnya. Kalau ada muncul atheisme kontemporer, sebagai langkah
transisi paham ini tidak akan menghalangi tujuan kita.”Demikianlah agenda
global zionisme yang sedang mereka perankan hari ini, yaitu melenyapkan
keberadaan segala agama selain ‘yahudi’. Untuk itu, pada pembahasan ghazwul
fikri kali ini, penulis mengajak kepada para pembaca sekalian untuk menyibak
kabut salah satu kelompok sempalan dalam Islam, yang tentunya amat berbahaya
bagi kaum muslimin dan agama mereka. Kelompok tersebut adalah ‘gerakan (paham)
inkar sunnah’.
Oleh karena
itu didalam kesempatan ini pemakalah akan membahas apa sebenarnya yang dimaksud
dengan INGKARUSUNNAH tersebut dan apa saja yg mencakup tentangnya.
B.
Rumusan masalah
Adapun
beberapa rumusan masalah yang dapat kita ambil berdasarkan pemaparan diatas
adalah sebagai berikut :
1.
Apa pengertian ingkarusunnah dan klasifikasinya?
2.
Bagaimana sejarah,argumentasi dan bantahan ulama?
3.
Bagaimana Ingkarusunnah di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ingkarusunnah
dan klasifikasinya
Kata Inkar al-Sunnah terdiri dari dua
kata yaitu Inkar dan al-Sunnah. Kata Inkar berasal dari bahasa Arab: أنكر- ينكر- إنكارا , kata dasarnya terdiri
dari huruf nun, kaf, dan ra’ yang berarti “menolak atau mengingkari,
bodoh atau tidak mengetahui sesuatu (antonymnya ialah kata al-‘irfan,)
dan menolak apa yang tergambarkan dalam hati[1].”
Adapun makna lain secara leksikal ialah sa’bu[2] (sulit
atau kesukaran), gayyarah bihaiz la yu’raf [3](merubah
kepada sesuatu yang tidak diketahui), dan al-qabih aw al-sayyi’[4] (jelek).
Sedangkan secara umum berarti menolak Hadis sebagai landasan hukum Islam baik
keseluruhan atau sebehagian.[5] Sedangkan al-Sunnah secara
epistemologi berarti sesuatu yang berjalan dengan mudah.[6]
secara termonologi Inkar al-Sunnah memiliki beberapa defenisi
diantaranya adalah:
1)
Paham yang timbul
dalam masyarakat Islam yang menolak hadis atau sunnah sebagai sumber ajaran
Islam kedua setelah al-Qur’an.
2)
Suatu paham yang
timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari
sunnah sahih baik sunnah praktis atau yang secara formal dikodifikasikan para ulama, baik secara
totalitas mutawatir maupun ahad atausebagian saja, tanpa ada alasan
yang dapat diterima.[7]Secara
garis besar,menurut Abu Zahrah, kelompok Ingkarusunnah yang
berhadapan dengan As-Syafi’i, dapat dibagi kedalam tiga kelompok:
1)
Menolak sunnah
secara keseluruhan, golongan ini menganggap bahwa hanya al-Qur’an yang bisa
dijadikan sebagi hujjah.
2)
Tidak menerima
sunnah kecualli yang semakna dengan al-Qur’an.
3)
Hanya menerima
sunnah menerima mutawatir saja dan menolak selain mutawatir.
Kelompok pertama dan kedua sangat berbahaya,
karena merobohkan secara keseluruhan. Karena mereka tidak mungkin mampu memahami
perintah salat, zakat, haji, dan lain-lain sebagaimana yang disebutkan dalam
al-Qur’an secara global melainkan harus memahami penjelasannya secara
terperinci sebagaimana yang dijelaskan sunnah. Jika demikian, yang terjadi
adalah pemaknan al-Qur’an secara lughawi dan terjadi minimalisasi makna salat,
zakat, haji, dan lain-lain. Demikian juga kelompok yang menerima hadis mutawatir
saja, semua kelompok diatas ingin merobohkan Islam dengan menolak penjelas
al-Qur’an yakni al-Sunnah dan memisahkan antara penjelas dengan yang
dijelaskan. Dengan demikian mereka akan sangat mudah mendistorsi dan
mempermainkan makna al-Qur’an.[8]
B.
Sejarah, argumentasi dan bantahan ulama
1. Sejarah
ingkarusunnah
Sebenarnya pada masa sahabat sudah ada
orang-orang yang kurang memperhatikan al-Qur’an, dan bahkan ada juga yang
mencoba untuk mengembalikan semua masalah kepada al-Qur’an, meskipun kemudian
mereka kembali kepada sunnah setelah terbukti bahwa apa yang mereka inginkan
adalah suatu hal yang mustahil.[9]
Namun kemunculannya secara terang-terangan baru dapat dilacak pada awal abad
ke-2 H, bahkan kemudian kelompok ini sempat menghilang dalam waktu yang panjang
dan baru kemudian muncul lagi pada masa modern. Menurut Mustafa al-A’zami
sejarah Inkar al-Sunnah setidaknya dapat dibagi ke dalam dua masa yaitu
masa klasik yang terjadi pada masa al-Syafi’I (w. 204 H) abad ke-2 H/7 M. yang
kemudian hilang dari peredaran selama kurang lebih 11 abad.[10]
Kemudian Inkar al-Sunnah masa modern pada abad modern yang muncul
kembali di India dan Mesir dari abad 13 H/ 19 M sampai sekarang. Sedang pada
masa pertengahan Inkar al-Sunnah tidak muncul kembali, yang ada bahwa
Barat mulai meluaskan kolonialismenya ke negara-negara Islam dengan menaburkan
fitnah dan mencoreng-coreng citra agama Islam.
a. Inkar al-Sunnah Klasik
Kelompok Inkar al-Sunnah masa klasik
yang terjadi pada masa Imam al-Syafi’I ini tidak bisa dibatasi pada kelompok
tertentu. Bahkan, penolakan sunnah bagi oposisi ini juga merupakan pendapat
perorangan dan bukan pendapat kolektif, sekalipun ia mengaku dari sekte
tertentu. Akan tetapi, semua argumentasi yang dikemukakan oleh kelompok oposisi
ini dapat dipatahkan oleh al-Syafi’I hingga akhiranya mereka berlutut dan
kembali mengakui kehujjahan sunnah. Akan tetapi, karena yang lebih dominan
diantara kelompok-kelompok yang ada tersebut adalah Mu’tazilah, Khawarij, dan
Syi’ah, sehingga mereka biasa diidentikkan dengan kelompok Inkar al-Sunnah.[11]
Mu’tazilah dan
Sunnah
Berdasarkan tulisan-tullisan al-Syafi’i,
Syaikh al-Khudori menarik kesimpulan bahwa golongan yang menolak hadis secara
keselruhan adalah Mu’tazilah.[12]
Prof. al-Siba’i tampaknya juga cenderung kepada pendapat ini. Sebenarnya, seperti
dituturkan al-Siba’i ada kesimpangsiuran dalam keterangan para ulama tentang
sikap Mu’tazilah terhadap sunnah, apakah mereka seperti mayoritas ulama,
menerima hadis secara keseluruhan, menolak secara keseluruhan, atau hanya
menerima yang mutawa>tir dan menolak yang ahad. [13] al-Siba’i
juga menukil pendapat-pendapat al-Amidi, Ibn Hazm dan Ibn al-Qayyim. Ia sendiri
memberikan komentar bahwa nukilan-nukilan itu saling bertentangan sehingga
tidak dapat ditarik suatu kesimpulan yang pasti.[14] Bahkan,
dengan banyaknya ahli hadis yang dituduh bermazhab Qadariyyah menjadi alasan
bahwa tidak semua golongan Mu’tazilah menolak hadis,[15] bahkan yang
mereka tolak adalah kemungkinannya hanyalah sejumlah hadis yang berlawanan
dengan mazhab mereka.[16]
Khawarij dan Sunnah
Golongan Khawarij memakai sunnah dan memepercayainya sebagai sumber
hukum Islam. Hanya saja ada sumber-sumber yang menyebutkan bahwa mereka menolak
hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat tertentu, khususnya setelah
terjadi peristiwa tahkim. Namun ini adalah
pendapat yang tidak benar.[17]
Syi’ah dan Sunnah
Golongan Syi’ah terdiri dari dari berbagai
kelompok, masing-masing saling mengkafirkan.[18]
Kelompok Syi’ah yang masih eksis di dunia sekarang ini umumnya kelompok Isna Asy’ariyyah,
mereka menerima dan memakai hadis Nabi.[19]
Perbedaannya adalah dalam hal cara menerima atau menetapkan hadis itu sendiri,
karena mereka menganggap bahwa mayoritas sahabat setelah nabai wafat sudah
murtad,[20]
kecuali sekitar tiga sampai empat belas orang saja, maka mereka tidak mau
menerima hadis-hadis yang diriwaayatkan oleh mayoritas sahabat tadi. Mereka
hanya menerima hadis-hadis yang meriwayatkan oleh ahlulbait (keluarga nabi)
saja.[21]
b. Inkar al-Sunnah Modern
Sesudah abad kedua hijriah, tidak ada catatan sejarah yang
menyebutkan kelompok Muslim mana yang menolak hadis. Barulah setelah
negara-negara Barat menjajah negeri-negeri Islam , mereka mulai menyebarkan
benih-benih busuk untuk melumpuhkan kekuatan Islam.
Ø India
Al-Maududi yang dikutip oleh Khadim Husain Ali Najasy, seorang
Guru Besar Fak. Jami’ah Umm al-Qura’ Thaif, demikian juga dikutip beberapa ahli
hadis juga mengatakan, bahwa Inkar al-Sunnah lahir kembali di India ,
setelah kelahirannya pertama di Irak pada masa klasik.[22]
Tokoh-tokhnya ialah Sayyid Ah}mad Khan (w. 1897 M) sebagai penggagas Ciragh Ali
(w. 1898 M), Maulevi Abdullah Jakralevi (w. 1918 M), dan lain-lainnya adalah
pelanjut ide-ide pemikiran Inkar al-Sunnah tersebut. Maka timbullah
kelompok-kelompok sempalan al-Qur’aniyyun seperti Ahl al-Z|ikr wa
al-Qur’an yang didirikan oleh Abdullah, dan lain-lain.[23]
Adapun sebab utama awal munculnya Inkar
al-Sunnah pada abad modern ini adalah akibat pengaruh kolonialismeyang
semakin dahsyat sejak awal 19 M di dunia Islam, terutama di India setelah
terjadinya pemberontakan melawan colonial Inggris 1857 M. berbagai usaha yang
dilakukan kolonial untuk pendangkalan ilmu agama dan umum, penyimpangan aqidah
melalui pimpinan-pimpinan umat Islam dan tergiurnya mereka terhadap teori-teori
Barat untuk memeberikan interpretasi hakekat Islam. Seperti yang dilakukan oleh
Ciragh Ali, Mirza Gulam Ah}mad al-Qadiyani dan tokoh-tokoh lain yang
mengingkari hadis-hadis jihad dengan pedang, dengan cara mencela-cela hadis
tersebut. [24] Di
samping ada usaha dari pihak umat Islam untuk menyatukan berbagai mazhab hukum
Islam, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali ke dalam satu bendera yaitu Islam,
akan tetapi pengetahuan keislaman mereka kurang mendalam.[25]
Ø Mesir
Sementara, di Mesir diawali dari tulisan Dr. Taufiq Sidqi (w. 1920
M) dengan beberapa artikelnya di Majalah al-Manar diantaranya berjudul al-Islam
Huwa al-Qur’an Wahdah (Islam Hanyalah al-Qur’an saja), kemudian diikuti
oleh para sarjana lain diantaranya Ahmad Amin dengan bukunya Fajr al-Islam,
Mahmud Abu Rayyah dengan bukunya Adwa’ ‘Ala al-Sunnah al-Muh}ammadiyyah, dan
lain-lain. Mesir Nampak lebih subur dinamika kontroversi sunnah, karena disamping
kondisi kebebasan berpikir sejak masa pembaharuan Muhammad Abduh, buku-buku
orientalis sangat berpengaruh dalm perkembangan bacaan para pelajar dan
sarjana.
2. Argumentasi Ingkarusunnah
Di
antara argumentasi yang dijadikan pedoman Inkar al-Sunnah adalah sebagai
berikut:
a.
Al-Qur’an turun
sebagai penerang atas segala sesuatu secara sempurna, bukan yang diterangkan.
Jadi al-Qur’an tidak perlu keterangan dari Sunnah, jika al-Qur’an perlu
keterangan berarti ia tidak sempurna. Kesempurnaan al-Qur’an itu telah diterangkan
Allah SWT. dalam al-Qur’an:
ما فرطنا فى الكتاب من شيئ (الأنعام: 38)
“tidak ada sesuatu yang Kami tinggalkan dalam
al-Kitab”. (QS. Al-An’am (6): 38)
ونزلنا عليك
الكتاب تبيانا لكل
شيئ (النحل: 89)
“Dan Kami
turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS. Al-Nahl (16): 89)
b.
Al-Qur’an turun
sebagai penerang atas segala sesuatu secara sempurna, bukan yang diterangkan.
Jadi al-Qur’an tidak perlu keterangan dari Sunnah, jika al-Qur’an perlu
keterangan berarti ia tidak sempurna. Kesempurnaan al-Qur’an itu telah diterangkan
Allah SWT. dalam al-Qur’an:
ما فرطنا فى الكتاب من شيئ (الأنعام: 38)
“tidak ada sesuatu yang Kami tinggalkan dalam
al-Kitab”. (QS. Al-An’am (6): 38)
ونزلنا عليك
الكتاب تبيانا لكل
شيئ (النحل: 89)
“Dan Kami
turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS. Al-Nahl (16): 89)
c.
al-Qur’an
bersifat qat’i (pasti absolute kebenarannya) sedang sunnah bersifat zanni(bersifat
relative kebenarannya), maka jika terjadi kontradiksi antar keduanya, sunnah
tidak dapt berdiri sendiri sebagai produk hukum baru. Hal ini didasarkan pada
beberapa ayat dalam al-Qur’an yang perintah menjauhi zann,[26]
seperti:
وما
يتبع
أكثرهم
إلا
ظنا
إن
الظن
لا
يغنى
من
الحق
شيئا
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti
kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna
untuk mencapai kebenaran.” (QS. Yunus (10): 36).
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa seluruh zann tidak
dapat dijadikan hujjah dalam beragama.
3. Bantahan Ulama
Ketiga argumentasi para Inkar al-Sunnah
tersebut diatas dijawab oleh para ulama dengan urutannya masing-masing,
diantaranya sebagai berikut:
a.
Prof. Dr. Abdul
Gani Abdul Khaliq menandaskan bahwa ayat yang dijadikan pedoman Inkar al-Sunnah
sebagai hujjah tidak benar karena maksud al-Kitab dalam surah al-An’am
(6): 37 adalah Lauh al-Mahfuz yang mengandung segala sesuatu. Atau kalau
dikatakan bahwa al-Qur’a>n menjelaskan segala sesuatu sebagaimana (QS.
Al-Nahl (16): 89)perlu ditakwilkan bahwa al-Qur’an menjelaskan segala sesuatu
yang berkaitan dengan pokok-pokok agama dan hukum-hukumnya. Penjelasan al-Qur’an
secara mujmal (globalitas) dan yang pokok saja. Masalah-masalah furu’iyyah
(cabang) dijelaskan oleh sunnah.[27]
Sementara Muhammad Abu Zahw memberikan interpretasi yang moderat, bahwa ada dua
pendapat dalam mengartikan kata al-Kita>b dalam surah al-An’am (6):37
diatas. Pertama, maksud al-Kitab adalah Lauh al-Mahfuz. Kedua, al-Kitab
diartikan al-Qur’an.
b.
Zamakhsyari dalam
al-Kasysyaf, akan tetapi sekalipun demikian ditakwilkan bahwa yang tidak
dialpakan dalam al-Kitab (al-Qur’an) adalah segala urusan agama baik
secara tekstual atau melalui penjelasan sunnah. Demikian juga kata al-Kitab
dalam QS. Al-Nahl (16): 89, sebab kalau tidak demikian akan kontradiksi dengan
surah al-Nah (16): 44 yang menjelaskan tentang tugas Nabi, yaitu menjelaskan
al-Qur’an kepada manusia. Dengan
demikian makna kesempurnaan kandungan al-Qur’an bukan berarti memisahkannya
dari sunnah, akan tetapi justru dengan mengkompromikan penjelasan sunnah
sehingga manusia mampu memahaminya dengan benar dan tidak ditafsirkan
sekehendak orang. [28]
c.
Memang penulisan
sunnah pada masa Nabi dilarang untuk umum, tapi bagi orang-orang khusus ada
yang diperbolehkan. Atau dalam istilah lain catatan hadis untuk umum terlarang,
tetapi unntuk catatan pribadi banyak sekali yang diizinkan oleh Nabi saw.,
seperti catatan Abdullah bin ‘Amr bin Abi al-“As yang diberi nama al-Sahifah
al-Sadiqah, dan masih banyak sahabat yang lain. Larangan penulisan pada
masa Nabi cukup beralasan sebagai alasan religius dan social, antara lain
sebagai berikut:
1.
Penullisan hadis dikhawatirkan
bercampur dengan penulisan al-Qur’a>n, kaarena kondisi yang belum
memungkinkan dan kepandaian tulis menulis serta sarana prasarana yang belum
memadai.
2.
Umat Islam pada masa awal perkembangan
Islam bersifat ummi>. Kecuali hanya beberapa orang sahabat saja yang
dapat dihitung dengan jari, itupun diperuntukkan penulisan al-Qur’a>n.
3.
Kondisi perkembangan teknologi yang
masih sangat primitif, al-Qur’a>n saja masih ditulis dengan pelepah kuram,
kulit, tulang binatang, batu-batuan dan lain sebagainya. Pada waktu itu belum
ada kertas, pulpen, tinta, spidol, dan apa lagi foto kopi, jadi tidak bisa
dianalogikan dengan zaman modern sekarang.
4.Sekalipun
orang-orang Arab mayoritas ummi, namun hapalan mereka kuat-kuat, sehingga Nabi cukup mengandalkan dengan
hapalan mereka dalam mengingat hadis.
d.
Kata zann
di beberapa tempat dalam al-Qur’an tidak hanya mempunyai satu arti saja
sebagaimana yang dituduhkan oleh Inkar al-Sunnah diatas, ia mempunyai makna
banyak, di antaranya: bermakna yakin (al-yaqin), misalnya firman Allah:
الذين
يظنون
أنهم
ملقوا
ربهم
وأنهم
إليه
يرجعون
(yaitu)
orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka
akan kembali kepada-Nya. (QS. al-Baqarah (2):
46)
Arti zann memang ada yang tercela, tetapi ada
pula yang terpuji dalam syara’, sebagaimana yang disebutkan pada ayat-ayat
al-Qur’an diatas. Zann hadis ahad mempunyai makna “dugaan kuat dan unggul”
diantara dua sisi yang berlawanan yaitu antara dugaan lemah dan dugaan yang
kuat. Dugaan kuat inilah yang disebut zann, oposisinya dugaan lemah disebut wahm,
sedang dua dugaan yang seimbang tidak ada yang kuat dan tidakada yang lemah
disebut syakk (keraguan).[29]
Zann seperti ini diterima oleh ulama hadis yang mengantarkan ketepatan suatu
berita, bahwa ia diduga kuat benar dari Nabi, bahkan jika didapatkan qarinah
atau bukti yang kuat dapat naik menjadi ilmu dan pasti. Di kalangan umat Islam
terjadi kontra pada eksistensi kualitas hadis ahad, apakah ia dapat member
faedah zann (dugaan kuat), atau ilmu. Al-Nawawi berpendapat bahwa hadis
ahad berfaedah zann, sedangkan menurut mayoritas ahli hadis berfaedah
ilmu dan menurut Ibn H{azm ilmu dan amal.[30]
Zann disini diartikan dengan “dugaan kuat” posisinya dibawah sedikit dari
ilmu, bahkan jika diperkuat dengan qarinah atau bukti-bukti lain yang
dapat dipertanggung jwabkan dapat naik mnjadi ilmu, tidak seperti zann
yang diduga oleh para Inkar al-Sunnah diatas yang haya dapat diartikan syaqq
(ragu).[31]
Demikian diantara argumentasi Inkar al-Sunnah yang dikemukakan yang pada
prinsipnya mereka menolak sunnah karena ketidaktahuannya baik dari segi
keilmuan hadis atau sejarah kodofikasinya, disampping dari adanya latar
belakang pendidikan agama yang tidak memadai dan buku-buku bacaan tulisan kaum
orientalis atau yang sepemikiran dengan mereka. Jadi, jel;aslah kiranya
alasan-alasan Inkar al-Sunnah yang sangat lemah dan hanya mempermainkan agama
semata.
4. Ingkarusunnah di Indonesia
Di antara orang-orang yang diduga masuk dalam
kelompok Inkar al-Sunnah di Indonesia diantaranya Abdul Rahman dan Ahmad
Sutarto dengan diktatnya serta pengikut-pengikutnya antara lain Nazwar Syamsu
(w. 1983), dll. Menurut hasil penellitian MUI, buku-buku tersebut menyesatkan
umat Islam dan akan mengganggu stabilitas nasional, maka Jaksa Agung RI dengan
Surat Keputusannya No. Kep-169/J.A/1983 melarang beredarnya buku-buku yang
ditulis mereka tanggal 30 September 1983.Harian Ibu Kota yang terbit 03 Oktober
1985 yang dikutip Drs. Zufron Rahman memaparkan buku-buku yang terlarang
beredar oleh Jaksa Agung karena menyesatkan umat Islam dan mengingkari sunnah
sebagai dasar hukum Islam. Di antaranya buku karangan Dalimi Lubis berjudul
Alam Barzakh dan buku-buku karangan Nazwar Syamsu, diantaranya:
1.
Tauhid dan Logika
al-Qur’an Dasar Tanya Jawab Ilmiah.
2.
Koreksi al-Qur’an
al-Karim Bacaaan Mulia.
3.
Perbandingan
Aqama (al-Qur’an dan Bibel).
4.
al-Qur’an tentang
Mekkah dan Ibadah Haji.
5.
al-Qur’an tentang
Manusia dan Masyarakat.
6.
al-Qur’an tentang
al-Insan.
7.
al-Qur’an tentang
Salat, Puasa dan Waktu.
8.
al-Qur’an Dasar
Tanya Jawab Hukum.
9.
al-Qur’an tentang
manusia dan Ekonomi.
10. al-Qur’an tentang Isa dan Venus.
Dari buku-buku tersebut pen. Hartono Ahmad
Jaiz sebgaimana yang dinukil oleh Abdul Majid Khon, menyimpulkan pokok-pokok
ajaran Inkar al-Sunnah di Indonesia, antara lain:
1.
Tidak percaya
kepada semua hadis Nabi saw. menurut mereka hadis itu hanya karangan Yahudi
untuk menghancurkan Islam dari dalam.
2.
Dasar hukum Islam
hanya al-Qur’an saja.
3.
Syahadat mereka: Isyhadu
bi anna muslimun.
4.
Salat mereka
bermacam-macam, ada yang salatnya dua raka’at-dua raka’at dan ada yang jika
eling (ingat) saja.
5.
Puasa wajib bagi
orang yang melihat bulan saja, kalau seorang saja yang melihat Bulan, maka
dialah yang wajib berpuasa. Mereka berependapat demikian merujuk pada ayat:
فمن
شهد
منكم
الشهر
فليصمه
6.
Haji boleh
dilakukan selama 4 bulan h}aram yaitu Muharram, Rajab, Zulqai’dah dan Zulhijjah.
7.
Pakaian Ihram
adalah pakaian Arab dan membuat repot. Oleh karena itu, waktu mengerjakan haji
boleh memakai celana panjang dan baju biasa serta memakai jas/dasi.
8.
Rasul tetap
diutus sampai hari kiamat.
9.
Nabi Muhammad
tidak berhak menjelaskan tentang ajaran al-Qur’a>n (kandungan isi al-Qur’an).
10. Orang yang meninggal dunia tidak disalati karena tidak ada perintah
al-Qur’an.[32]
Demikian di antara ajaran pokk Inkar
al-Sunnah di Indonesia yang intinya menolak sunnah yang dibawa Rasululllah
dan hanya menerima al-Qur’an saja secara terpotong-potong.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun
beberapa kesimpulan yang dapat kita tarik dari pembahasan di atas adalah:
1. Inkar Sunnah adalah kelompok yang tidak
menerima Sunnah sebagai sumber ajaran Islam.
2. Kemunculan Inkar Sunnah terbagi ke dalam dua
periode, yaitu periode klasik maupunperiodemoderen.
3. Kemunculan paham ingkarusunnah
juga muncul disebabkan juga karena mengambil beberapa argumentasi di dalam
al-quran.
4. Berdasarkan argumentasi yang dikeluarkan oleh para
paham ingkarusunnah, ulama membantahnya dengan berbagai alasan dan juga
penjelasan yang sangat jelas.
5. Ajaran pokk Inkar
al-Sunnah di Indonesia yang intinya menolak sunnah yang dibawa Rasululllah
dan hanya menerima al-Qur’an saja secara terpotong-potong.
-
BUKU-BUKU
al-A’zami’,
Muhammad Mustafa. Dirasat fi al-Hadis al-Nabawi wa Tarikh Tadwinih (Bairut:
al-Maktab al-Islami, 1400 H/ 1980 M).
Ali
Quds, Abdul Hamid bin Muhammad. Lataif al-Isyarah ‘ala Tashil al-Turuq at li
Nazm al-Waraqat fi Usul al-Fiqhiyyat (Bandung: al-Ma’arif. tth).
al-Khudori,
Muhammad Beik. al-Tasyri’ al-Islami
(Cet. VI, Surabaya: Ahmad bin Said bin Nabhan, t.t).
al-Razi,
Muhammad ibn Abu Bakr ibn ‘Abd al-Qadir. Mukhtar al-S{ih{ah (Bairut:
Maktabah Lubnan Nasirun, 1415 H/1995 M).
al-Salih
ubhI . Ulum al-Hadis wa Mustalahuh (Cet. V, Bairut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1969 M).
al-Siba’i,
Mustafa. al-Sunnah wa Makanatuha,fi al-Tasyri’ al-Islami (Cairo: 1380
H/1961 M).
ibn
Faris, Abu al-Husain Ahmad. Mu’jam Maqayis al-Lugah (Bairut: Ittihad
al-Kitab al-‘Arab, 1423 H/2002 M).
Khaliq,
‘Abdul Gani ‘Abdul. Hujjiyyah al-Sunnah (Cet. I, Bairut: Dar al-Qur’an, 1986 M).
Khon, Abdul Majid. Ulum Hadis (Cet. I,
Jakarta: AMZAH, 2008).
Mah}mud, ‘Abd al-Halim, al-Sunnah fi makanatiha wa
fi Tarikhiha ( Mesir : Dar al-Kutub
al-‘Arabi, 1967 M).
Mahmud
Abu Rayyah. Adwa’ ‘ala al-Sunnah al-Muhammadiyyah (Cet. VI, Cairo: Dar
al-Ma’arif, tth).
Mazahib
al-Fiqhiyyah (Cairo: Dar al-Fikr, tth).
Mudasir. Il`mu Hadis ( Bandung
: Pustaka Setia, t.t.h).
Najasy,
K``hadim Husain Ali. al-Qur’aniyyun wa Syubhatuhum Haula al-Sunnah
(Cet.I, Thaif: Maktabah al-Siddiq, tth).
Salim , Amr ‘Abd al-Mun‘im. Taysir ‘ulum
al-Hadis| li al-Mubtadi’in ( Kairo : Maktabah ibn Taimiyah, 1997 M).
Zahw,
Muhammad Muhammad. Abu al-Hadis wa al-Muhadddisun (Cairo: al-Maktabah
al-Taufiqiyyah, tth).
Zahrah,
Muhammad Abu. Tarikh al-Mazahif al-Islamiyyah fi al-Siyasah wa al-‘Aqa’id wa
Tarikh al- Mazahib al-Fiqhiyyah (Cairo: Da>r al-Fikr, tth).
Husain, ‘Abd al-Mun’im Muhammad. al-Qamus
al-Farisiyyah, al-Qahira : Dar al-Kitab al-Misri dan Beirut : Daral-Kitab
al-Lubnan, 1982 M.
Munjid Fi al-Lugah wa al-A’lam. Beirut: Dar al-Masyriq, 1984 M.
Mustafa, Ibrahim, et al. Al-Mu‘jam
al-Wasit. Kairo: t.p. 1972 M.
-
INTERNET
http://www.e-bacaan.com/artikel_antihadis.htm.
http://makmureffendi.wordpress.com/2011/02/20/argumentasi-golongan-ingkar-sunnah.
[1]Muhammad ibn Abu Bakr ibn ‘Abd
al-Qadir al-Razi, Mukhtar al-Sihah (Bairut: Maktabah Lubnan Nasirun,
1415 H/1995 M), h. 688.
[4]‘Abd
Mun’im Muhammad Husain, al-Qamus al-Farisiyah, al-Qahirah: Dar al-Kitab al-Misriy dan Beirut: Dar al-Kitab
al-Lubnan, 1982, h. 749
[5]http://www.e-bacaan.com/artikel_antihadis.htm
[6]Abu al-Husain Ahmad ibn Faris, Mu’jam
Maqayis al-Lugah (Bairut: Ittihad al-Kitab al-‘Arab, 1423 H/2002 M), vol.
3, h. 44.
[7] Abdul Majid Khon, Ulum Hadis
(Cet. I, Jakarta: AMZAH, 2008), h. 29.
[8] Muhammad Abu Zahrah, Tarikh
al-Mazahif al-Islamiyyah fi al-Siyasah wa al-‘Aqa’id wa Tarikh al-Mazahib
al-Fiqhiyyah (Cairo: Dar al-Fikr, tth). 450.
[9] Muhammad Musatafa al-A’zami’, Dirasat
fi al-Hadis al-Nabawi wa Tarikh Tadwinih (Bairut: al-Maktab al-Islami, 1400
H/ 1980 M), vol. 1, h. 21.
[10] Ibid. vol. 1, h. 34-35.
[11] Abdul Majid Khon, Op. Cit, h.
31.
[12] Muhammad Beik al-Khudori, al-Tasyri’ al-Islami
(Cet. VI, Surabaya: Ahmad bin Said bin Nabhan, t.t), h. 185.
[13] Mustafa al-Siba’i,al-Sunnah
wa Makanatuha,fi al-Tasyri’ al-Islami (Cairo: , 1380 H/1961 M) h. 202.
[14] Ibid, h. 203.
[15] al-Murtada, Tabaqat
al-Mu’tazilah li al-Murtada, 133-140.
[16] al-Azami, Op.Cit, vol.
1, h. 45.
[17] Ibid, h. 42-43.
[18] Firaq al-Syi’ah li al-Nubakhti,
[19] Periksa kitab-kitab hadis syi’ah
yang membahas hadis, seperti al-Kafi li al-Kulaini, dan lain-lain.
[20] Rijal al-Kusysyi.
[21] Al-Azami, Op.Cit, vol.
1, h. 45-46.
[22] Khadim Husain Ali Najasy, al-Qur’aniyyun
wa Syubhatuhum Haula al-Sunnah (Cet.I, Thaif: Maktabah al-Siddiq, tth), h.
57 dan 63.
[23] Ibid, h. 57 dan 64.
[24] al-Azami, Op. Cit, vol.
1, h. 28-29.
[25] Najasy, Op. Cit, h.
21-24.
[26] Mahmud Abu Rayyah, Adwa’
‘ala al-Sunnah al-Muhammadiyyah (Cet.
VI, Cairo: Dar al-Ma’arif, tth), h. 250.
[27] ‘Abdul Gani ‘Abdul Khaliq, Hujjiyyah
al-Sunnah (Cet. I, Bairut: Dar al-Qur’an, 1986 M), h. 384-389.
[28] Muhammad Muhammad Abu Zahw, al-Hadis
wa al-Muhadddisun (Cairo: al-Maktabah al-Taufiqiyyah, tth), h. 22-23.
[29] Abdul Hamid bin Muhammad Ali
Quds, Lataif al-Isyarah ‘ala Tashil al-Turuq at li Nazm al-Waraqat fi Usul
al-Fiqhiyyat (Bandung: al-Ma’arif. tth), h. 22.
[30] SubhI al-Salih, Ulum
al-Hadis wa Mustalahuh (Cet. V, Bairut:
Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1969 M), h. 151.
[31]
Abdul Majid Khon, Op. Cit, h. 39.
[32]Abdul Majid
Khon, Op. Cit, h. 35-36, dan http://makmureffendi.wordpress.com/2011/02/20/
argumentasi-golongan-ingkar-sunnah.
terimakasih, sangat membantu:)
ReplyDelete