Dosen
Pembimbing: Fadhlina Arief Wangsa.Lc.MA
Mata
Kuliah: Hadits Ibadah dan Muamalah
HUBUNGAN
TERHADAP TETANGGA, KERABAT DAN ORANG LAIN
Disusun oleh kelompok 3 :
1.Muh.
Zainal
2.Endang
Eriana
3.Hariadin
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF ALAUDDIN MAKASSAR
2012/2013
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah yang Maha pengasih lagi
Maha Penyayang, penulis memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah swt.
Karena atas rahmat, dan hidayanyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Begitupula shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi
Muhammad saw beserta sahabat, keluarga dan pengikutnya yang setia hingga akhir
zaman.
Dalam penyusunan makalah ini penulis sedikit
mengalami kesulitan dan rintangan, namun berkat bantuan yang diberikan dari
berbagai pihak, sehingga kesulitan-kesulitan tersebut bisa teratasi dengan
baik. Dengan demikian penulis lewat lembaran ini hendak menyampaikan ucapan
terimah kasih yang setinggi-tingginya kepada mereka, teriring doa agar segenap
bantuannya dalam urusan penyelesaian makalah ini, sehingga bernilai ibadah
disisi Allah swt.
Akhirnya penyusun menyadari bahwa makalah ini bukanlah sebuah proses
akhir dari segalanya, melainkan langkah awal yang masih memerlukan banyak
koreksi, olehnya itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya. Amin.DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................5
A.Wawasan Hadis Tentang Hubungan Sesama Kerabat....................................................6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan didunia ini, manusia
tidak terlepas dari berbagai masalah kehidupan. Semua masalah tersebut harus
dihadapi dengan penuh kesabaran dan tawakkal. Problematika kehidupan yang
dihadapi setiap manusia berbeda-beda apbila dilihat dari tingkat kesulitan dan
kemudahannya. Diantara masalah itu ada yang sangat berat dihadapi, adapula yang
mudah untuk diselesaikan.
Dalam menghadapi masalah kehidupan
yang dirasakan amat berat membuat seseorang kesulitan sehingga memerlukan
bantuan orang lain untuk mengatasinya. Bagi setiap muslim, memberikan bantuan
kepada sesama (Kerabat, Tetangga, dan lain-lain) yang menghadapi kesulitan
merupakan suatu amal yang harus dilakukan sesuai dengan kemampuan
masing-masing.
Setiap orang muslim setidaknya memiliki kepribadian dan
jiwa sosial yang tinggi sehingga tidak menginginkan melihat kesaliman yang
terjadi pada sesama manusia. Sehingga dengan demikian hubungan antar sesama
manusia baik keluarga, kerabat maupun orang lain sangat berperang penting dalam
suatu kehidupan manusia.
B. Rumusan Masalah
Dari
latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan dua rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimanakah Wawasan Hadis Tentang
Hubungan Sesama Kerabat ?
2. Bagaimanakah Wawasan Hadis Tentan Hubungan
Sesama Tetangga?
3. Bagaimana wawasan hadis tentang sesame
orang lain?
C. Tujuan dan Kegunaan
Dalam
setiap penelitian apapun bentuknya senantiasa dibarengi dengan tujuan tertentu,
oleh karena itu sebagai kelengkapan penjelasan, penulis mengenai tujuan dan kegunaan
penelitian yaitu untuk mengetahui Wawasan hadis tentang pentingnya hubungan
sesama kerabat dan tetangga.
Adapun
kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan agar para pelajar mampu memahami
bahwa betapa pentingnya kita menjalin hubung silaturahmi baik orang lain,
keluarga begitupun tentangga-tetangga kita
BAB II
A.Wawasan Hadis Tentang Hubungan Sesama Kerabat
1.
Pengertian Kerabat
Dan
kerabat itu dibagi tiga:
1)
Rahim yang bukan
mahram, yaitu: seperti anak paman dan anak saudara perempuan ayah, dan anak
paman atau anak adik/kakak ibu.
2)
Mahram yang tudak
rahim, yaitu: seperti ibu, saudara perempuan, makcik dan susuan dari istri
ayah.
3)
Rahim yang
mahram, seperti ibu sendiri, ayah dan kakek.
Para
ulama menetapkan bahwa kerabat yang wajib dihubungi, hanyalah rahim yang
mahram. Dalam pada itu ada juga yang menetapkan bahwa segala qarib, baik mahram
ataupun tidak, wajib dihubungi. Mengingat ini hendaklah saudara yang tua
(abang) dan paman ditempatkan di tempat ayah. Kakak dam makcik di tempatkan di
tempat ibu.
Ditegaskan
bahwa yang dinamai dzul qurba, ialah orang yang paling dekat dengan
kita, selain dari ayah dan ibu. Maka haknya mengiringi hak ayah dan hak ibu.
Menghubungi
kerabat (silaturahim), ialah berbuat ihsan kepada kerabat dan mengadakan hubungan yang baik, serta
menyelesaikan segala hajat mereka dan menolak segala kejahatan yang menimpa
mereka menurut kadar yang sanggup di pikul, sesuai kemampuan.
Berlaku
ihsan kepada kerabat adalah benar jalan yang menguatkan fitrah manusia,
meneguhkan ikatan antara anggota-anggota keluarga. Apabila hal ini terwujud,
terciptalah rasa persatuan dan kerukunan.
Sebenarnya apabila seseorang manusia memenuhi hak
Allah, telah benar kepercayaannya; telah baik amalan-amalannya serta memenuhi
hak ibu bapak, tegaklah suatu elemen kecil (ibu bapak dan anak-anak).
Elemen kecil ini bergabung denagan
elemen-elemen akan menimbulkan kekuatan yang besar, yang dapat memberikan
pertolongan kepada orang yang berhajat (yang memerlukannya).
Menghubungi kerabat (dzul qurba) sangat diperlukan
karena merekalah yang paling dekat dengan kita sesudah ibu bapak. Hak mereka
diletakkan sesudah hak ibu bapak. Rasulullah saw. Bersabda,
وعنه ان رسول الله قال :
من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فلا يؤذ جاره, ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر,
فليكرم ضيفه, ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيرا او ليسمكت
Artinya:
Dari Abu Hurairah
Radiallahu Anhu bahwasanya Rasulullah pernah bersabda : “Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari Kiamat, maka hendaklah dia tidak menyakiti
tamunya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, maka
hendaklah dia menghormati tamunya.” Serta barang siapa yang beriman kepada
Allah dan hari Kiamat, berkatalah yang baik atau diam” (Muttafakun ‘Alaih)[1]
Ternyata dalam islam,
memperhatikan hak tetangga mendapat perhatian yang istimewa. Dan perhatian
semacam itu dipandang sebagai tanda beriman . Fakta menunjukkan bahwa tak
mungkin iman seseorang itu sejati selama dia tidak memperhatikan hak tetan atau gga. Nabi saw. Bersabda:
“Barang siapa tidur, sementara tetangganya dalam keadaan lapar, berarti dia
belum beriman kepadaku. Allah tidak menyukai masyarakat suatu negeri bila ada
anggota masyarakat yang pergi tidur dalam keadaan perut lapar.” Seorang Anshar
dating kepada nabi, lalu berkata bahwa dirinya telah meelmbeli suatu rumah di
jalan tertentu, namun tetangganya bukanlah orang yang baik, dan orang Anshar
itu cemas jangan-jangan tetangganya akan berbuat jahat. Nabi saw. Meminta Ali,
Salman, Abu Dzar dan satu orang lagi ( periwayat peristiwa ini menyebutkan
tidak ingat nama oang yang satu lagi, namun barang kali itu miqdad) untuk pergi ke masjid untuk menyampaikan
dengan suara yang sekeras mungkin bahwa; “Bila tetangga kita cemas atau takut
kita berbuat jahat, berarti kita belum benar-benar beriman.” Ali, Salman, Abu
Dzar dan barang kali Miqdad pun lalu melakukan apa yang diminta nabi, dan
memaklumkan pernyataan tersebut sebanyak tiga kali. Setelah itu nabi memberikan
isyarat dengan tangannya dan mengatakan bahwa penghuni empat puluh rumah di depan,
di belakang, di sebelah kanan dan di sebelah kiri rumah kita adalah tetangga.
Karena itu petunjuk moral islam ini tidak boleh dianggap kecil artinya, atau
tidak boleh dipandang sebagai fomalitas yang tidak begitu penting maknanya.
Untuk menyelamatkan diri
dari sifat jahat atau kejahatan tetangga, kita perlu sejauh mungkin menggunakan
cara-cara yang arif dan damai. Jika ternyata cara-cara ini tidak membuahkan
hasil, Barulah dapat digunakan cara-cara yang lebih keras, karena sifat jahat
atau kejahatan ahrus dihentikan. Namun perlu pula diperhatikan, kejahatan tidak
dihadapi dengan kejahatan pula. Imam al-Baqir berkata: “Seseorang datang kepada
Nabi. Dia mengadu bahwa tetangganya sering mengganggunya. Nabi menasihatinya
untuk bersabar. Orang itu datang lagi kepada nabi, dan mengadu lagi. Nabi
kembali memintanya untuk bersabar. Orang itu datang lagi yang ke-3 kalinya, dan
keluhnya juga sama. Nabi saw. Bersabda: “Pada hari jumat, ketika orang pada
pergi salat jumat, keluakan perabot rumahmu ke jalan, lalu katakana kepada
orang-orang bahwa kamu hendak mengungsi
karena si polan tetanggamu selalu membuat masalah.”
Orang itu mengikuti
nasihat nabi. Banyak orang yang akhirnya tahu betapa berdukanya ia. Berita
itupun sampai ke telinnga tetangga yang suka bikin masalah itu, sehingga
pandangan orang jadi negatif terhadap tetangga yang suka membuat masalah,
tetangga itu meminta orang itu untuk mengembalikan kembali perabotnya ke rumah
dan menjamin tidak akan lagi mengganggu atau menyusahkannya.
2) Hak
kerabat
Tiap-tiap kerabat mempunyai hak yang
harus dipenuhi. Ada Delapan hak kerabat.
1)
Mendapat bantuan harta.
Nabi Saw bersabda:
مثل الاخوين مثل اليدين تفسل احداهما الاخرى (رواه ابو نعيم)
Artinya:
“Perumpamaan dua
orang yang bersaudara itu adalah setamsil dua belah tangan yang sebelah
membersihkan yang sebelah lain”. (H.R. Abu Nu’aim). [2]
Menolong dengan harta dapat dengan
member belanja dengan kadar yang lebih dari membeanjai diri sendiri, dan dapat
dengan mengutamakannya atas diri kita sendiri.
Nabi Saw bersabda:
لا يقبل
الله صدقت احدكم اذا كان له قريب يحتاج اليها والذي نفسي بيده لا ينظر الله اليه
يوم لقيامة (رواه الطبراني)
Artinya:
“Allah tidak menerima sedekah
seseorang yang diberikan kepada seseorang, jika ada bagi yang memberikan itu,
kerabat yang membutuhkannya. Demi Tuhan, yang diriku di tangan-Nya, Allah tidak
melihat kepada orang itu di hari kiamat”. (H.R. Ath Tabrani).
Sesungguhnya berbakti kepada kerabat itu banyak benar
jalannya. Diantaranya memberikan belanja, jika mereka membutuhkan.
Diantaranya mewasiatkan sebagian harta untuknya, jika
mereka bukan kerabat yang berhak menerima pusaka. Dan jika mereka menghadiri
hari pembagian pusaka, padahal dian mereka tidak mempunyai hak dari pembagian
itu, hendaklah diberikan sedikit kepadanya sebelum dibagi (dari bagian itu).
Firman Allah swt,:
واذا حضر اقسمة اولوا القربى وايتمى
والمسكين فارزقهم منه وقولوا لهم قولا مغروفا (النساء) Terjemhnya:
“Dan apabila kerabat-kerabat
itu hadir di masa pembagian pusaka, demikian pula anak-anak yatim dan
orang-orang miskin yang hadir padakala itu, maka hendaklah kamu berikan kepada
mereka barang sedikit dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”. (Q.S.
An-nisa’:8).[3]
Adapun kerabat yang kaya, maka perlu sering-sering kita
berikan hadiah, supaya dengan demikian, rahim itu selalu diperbahrui dan
diperkokoh.
2)
Mendapat bantuan tenaga, yakni menyelesaikan segala
hajatnya dengan usaha. Maka serendah-rendah bantuan, ialah menyelesaikan
hajatnya sesudah dimintanya dengan rasa senang hati.
Sesuatu hal yang harus
dicatat, bahwa pada salaf dahulu menyelesaikan kepeluan saudara-saudaranya,
selama empa puluh tahun lamanya.
3)
Membantunya dengan lidah.
Membantunya
Dengan lidah ialah: Tidak mengungkapkan
keburukannya atau memujinya dan memelihara segala rahasia yang disampaikan
kepada kita.
4)
Menanyakan keadaannya, dan ikut bersedia terhadao
kesedihannya; ikut bergembira atas nikmatnya.
5)
Memaafkan kesalahan-kesalahan dan
keterlanjuran-keterlanjuannya.
6)
Berdoa untuknya dikala hidupnya dan sesudah matinya.
Kata Abu Darda’: “Aku selalu
berdoa untuk para saudaraku. Di dalam sujudku aku selalu berdoa dengan menyebut
tujuh puluh nama saudaraku itu”.
7)
Menepati janji, berlaku ikhlas dan tetap setia kepadanya.
Sesudah matinya, maka hal yang tersebut ini dilanjutkan tehadap anak-anaknya
dan keluaganya.
8)
Tidak
memberatkan para saudara, untuk menyelesaikan sesuatu yang sukar. Dan ikut
meringankan beban yang dihadapinya. Kita menerima apa adanya dari saudara kita.
Dan kita juga diperintahkan untuk selalu bersikap baik
kepada kerabat/keluarga. Amirul Mukminin, Imam Ali, berkata: “Jagalah
hubunganmu dengan keluaragamu, minimal memberi salam kepada mereka. Al-Qu’an
mengatakan:
Wahai sekalian manusia,
penuhilah kewajibanmu kepada Allah. Bahwa Allah, kepada-Nya dan kepada
keluargamu, kamu bertanggung jawab. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasimu. (Q.S. an-Nisa’:1)[4]
Bila kita bersikap baik kepada keluarga, maka pengaruhnya
pada kehidupan kita sendiri akan positif dan sangat penting. Imam al-Baqir
berkata: “ Menjaga hubungan baik dengan keluaga
memperbaiki rezeki kita, dan memperpanjang usia kita”.
Jelaslah bahwa ada dua segi dalam bebuat baik kepada
kerabat atau keluarga: pertama, kasih saying, dan kedua, bantuan keluarga serta
entuk dukungan dan bantuan lainnya. Kedua segi ini bertentangan dengan egoism,
dank arena itu pengaruhnya positif. Pengorbanan-pengorbanan ini merupakan
sebuah upaya terencana untuk menundukkan egoism pribadi, sehingga pengaruhnya
positif pada jiwa, dan jiwa pun kemudian jadi bersih.
Jika seseorang memperlahatkan kasih sayangnya kepada
orang lain, tentu orang itu akan kasih saying kepadany juga. Dan dalam
perkembangan alamiahnya, orang lain juga akan member manfaat bagi dirinya.
Bantuan an dukungan ini memungkinkannya untuk memperoleh pasilitas yang baik
untuk hidup enak dan untuk mencapai kemajuan. Dengan demikian, jalann rezekinya
pun jadi lapang, dan usianya pun jadi panjang. Selain itu panjang usia berkat
bersikap baik kepada keluarga bisa merupakan efek spiritual yang ditanamkan
Allah pada semua amal shalih atau perbuatan baik.
Sekalipun efek duniawinya kita anggap kecil
kemungkinannya, namun yang jelas tetap ada pahalanya di akhirat. Imam Ash
Shadiq berkata: “ menjaga hubungan baik dengan keluaga, dan bersikap baik
kepada keluarga mempermudah jalan kita untuk menyampaikan catatan perbuatan di
akhirat dan melindungi kita dari berbuat dosa. Karena itu ciptakan dan jagalah
hubungan baik dengan keluarga, dan berbuat baiklah kepada saudara, minimal
dengan bertutur baik, member salam, memberikan sambutan ramah, dan menjawab
salam mereka”.
3. Pentingnya
Menghubungi Rahim dan Hal-Hal yang Memutuskan Hubungan
Kasih sayang yang berlaku antara
anggota-anggota kerabat mendorong mereka saling membela dan saling membantu.
Kemudian kasih antara mereka itu, mengokohkan ikatan persatuan. Kasih saying
antara kerabat itu menyebabkan yang seorang merasa tak senang melihat
kerabatnya diobrak abrik orang.
Nabi saw. Sendiri pernah besabda:
الاقرباء اذا تراحموا تعاونوا (رواه
الطبراني)
"Para keraba itu apabila
telah berkasih sayang, pasatilah mereka saling membantu”. (H.R. Ath Thabrani)[5]
Akan tetapai kerab kali juga persatuan kerabat itu
dihancurkan oleh beberapa factor. Lantaran itu perlulah kita terangkan dengan
ringkas keadaan perpautan kekeluargaan dan sebab-sebab yang
menceraikan-beraikan mereka.
Anggot-anggota Sesutu kerabat, terbagi 3:
1) Yang melahirkan
2) Yang dilahirkan, dan
3) Bagian yanggg seimbang
antara yang seorang dengan yang lain.
Masing bagian ini mempunyai kedudukan yang tersendiri
dalam soal hubungan dan sebab-sebab yang memutuskan hubungan.
Bagian
yang melahirkan, ialah: ayah, kakek, ibu dan nenek, memang telah ditanam Allah
dalam lubuk jiwa sejak daro semula dan yang diperoleh denan usaha,
Pekerti yang tabi’I adalah: tabiat yang menyayangi dan
mengasihi anak serta memelihara keselamatannya.
Nabi saw. Bersabda:
الولد
فلذة الكبد (رواه ابو يعلى)
Artinya:
“Anak itu, buah hati”. (H.R. Abu Ya’la)[6]
Adapun pekerti yang diperoleh dari usaha, maka ialah:
cinta mesra.
Cinta mesra ini bertambah dan berkurang . Dia bertambah
menerut keadaan dan mungkin berubah menjadi benci dengan berubahnya keadaan.
Tegasnya, seorang ayah mungkin membenci anaknya karena sang anak itu durhaka.
Akan tetapi, biarpun bagaimana, seorang ayah tetap menghendaki keselamatan
anaknya. Dalam hal ini kesayangan ibu lebih besar dari pada bapak.
قال
خالد بن معدان: سمعت رسول الله عليه وسلم يقول: ان الله والصاكم بامكم, ان الله
والصاكم بامكم, ان الله والصاكم بامكم(ثلاثا), ثم قال: ان الله والصاكم
بابيكم(اثنين) ثم قال: ووالصاكم بادناكم فادنا كم. (رواه ابن ماجه)
“Berkata Khalid ibnu ma’
dan, ujarnya:saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda: “ Bahwasanya Allah memerintahkan
kamu memenuhi hak ibumu (tiga kali beliau mengulangi kata-kata tersebut).
Sesudah itu beliau bersabda pula: “Dan memerintahkan kamu mmenuhi hak ayahnya
(dua kali beliau ulangi perkataannya itu). Sesudah itu beliau bersabda lagi:
“Dan memerintahkan kamu memenuhi hak orang-orang yang paling dekat, sesudah itu
orang yang paling dekat”. (H.R. Ibnu Majah)[7]
Hadis ini Menunjukkan bahwa ibulah yang utama dalam soal
bakti kita kepadanya. Sesudah itu ayah. Sesudah itu anak. Sesudah itu kakek dan
nenek. Sesedah itu saudara-saudara perempuan. Sesudah itu barulah maham-mahran
yang lain, seperti paman dan makcik, baik sebelah ayah maupun ibu.
Bagian yang dilahirkan, ialah: anak-anaknya
Anak-anak selama masih terpelihara keadaannya, belum
rusak, mempunyai dua tabiat
Pertama, yang tetap asli, yaitu: merasa tak senang
melihat ayahnya direndahkan orang.
Kedua, yang berubah-ubah, yaitu: memanjakan diri
kepada orang tua.
Tabiat yang pertama adalah membandingkan belas kasihan
dari orang tua dan yang kedua adalah bandingan kasih saying yang diterima dari
ayah pula.
Akan tetapi kemajuan ini dapat membawa mereka kepada
bebakti dan ataupun durhaka. Kalaupun anak itu adalah seorang yang mendapat
petunjuk, maka kemanjaan yang diperolehnya dari orang tuanya. Membaea mereka
kepada berbakti dan membesarkan oang tua. Sebaliknya kalau anak itu tidak
mendapat petunjuk, maka kemanjaannya membawa mwreka kepada kedurhakaan dan
pemungkir kebajikan.
Seorang hakim pernah berkata:”Anakmu itu dalam tempo 7
tahun, dipandang penawar
matamu. Dan dalam 7 tahun lagi dipandang pelayanmu. Dan selama 7 tahun pula
menjadi wazirmu (pelayanmu). Sesudah itu dapat menjadi sahabatmu yang karib,
ataupun menjadi seterumu yang buruk.
Bagian
orang-orang yang sebanding, maka ialah ang selain dari bagian pertama dan
kedua, yaitu: kerabat-kerabat kita yang mengambil pusaka dai kita dengan jalan
‘ushubah, yaitu: saudara-saudara dan anak saudara kita dan rahim dari segala
mereka yang mempunyai hamiyah[8]
yang mendorong mereka.
Maka
barang siapa yang memelihara perasaan hamiyah diantara para keluarganya,
ddengan hubungan yang baik dan kasih yang mesra, terdapatlah kasih yang mesra
antara para keluarga itu dan terdapatlah saling membantu diantara mereka. Jika
perasaan hamiyah itu tidak terpelihara dengan kasih saying lantaran berpendapat
bahwa tali kekerabatan tidak putus-putusnya, timbullah kedengkian dan perebutan
antara mereka hingga menjadilah orang-orang yang setaraf itu, musuh yang
berselimutkan saudara, dan menjadilah orang-orang yang dipandang dekat, jauh
sejauh-jauhnya.
Seorang hakim pernah berkata:”Ayah itu menjadi
beruang yang menerkam; anak itu pnyakit hati dan saudara-saudara itu menjadi
perangkap. Paman-paman itu menggundahkan hati dan paman sebelah ibu menjadi
bala bencana dan kerabat mennjadi kalajenking yang menyengatkan.”
Sikap
tak mau ambil peduli, tak ada rasa kasih anttara para keluarga , itulah yang
menjadikan orang-orang yang u udara itu, saling membenci. Barang siapa berkehendak
agar tali hubungan yang baik selalu terbina antara para anggota keluarga,
hendaklah hubungan itu dipelihara dengan kasih sayang dan cinta mesra.
B.Wawasan Hadis Tenteng Hubungan Sesama Tetangga
1.
Pengertian tetangga
Istilah tetangga mempunyai pengertian
yang luas, mencakup tetangga yang dekat maupun jauh. Tetangga merupakan
orang-orang yang terdekat yang umumnya merekalah orang pertama yang mengetahui
jika kita ditimpa musibah dan paling dekat untuk dimintai pertolongan di kala
kita kesulitan. Oleh karena itu, hubungan dengan tetangga harus senantiasa
diperbaiki. Saling kunjung mengunjungi antara tetangga merupakan perbuatan
terpuji, karena hal itu akan melahirkan kasih sayang antara satu dengan yang
lainnya.
Berbuat baik kepada tetangga dapat
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan memberikan pertolongan,
memberikan pinjaman jika ia membuthkan, menengok jika ia sakit, melayat jika
ada yang meninggal, dan lain-lain. Selain itu, sebagai tetangga kita juga harus
senantiasa melindungi mereka dari gangguan dan bahaya, memberinya rasa tenang.
Dalam hadis sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi saw.
menggambarkan pentingnya memuliakan tetangga sebagai berikut:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي
أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَخْبَرَنِي أَبُو بَكْرِ
بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرَةَ سَعِيدٍ قَالَ عtَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا زَالَ
يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ.
Artinya:
Isma’il bin Abi Uways telah
menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Malik telah menceritakan kepadaku,
dari Yahya bin Sa’id, ia berkata Abu Bakr bin Muhammad telah mengabarkan
kepadaku dari ‘Amrah, dari ‘A’isyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: “Malaikat
Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk memuliakan) tetangga sehingga aku
menyangka bahwa Jibril akan memberi keada tetangga hak waris”.
2. Hak-Hak Tetangga
Memenuhi hak tetangga adalah :
berlaku baik kepadanya dan tidak mengganggunya. Jar (tetangga) meliputi
orang-orang yang tinggalnya berdekatan dengan rumah kita, baik muslim, ‘abid,
fasik, teman, seteru, atau anak negeri, perantau, baik kerabat ataupun bukan.
Rasulullah
saw. Bersabda:
حق
اجار ان مرض عدته , وان مات شيعته وان استقرضك اقرضته , وان اعوز سترته وان اصابه
خير هناته وان اصابته مصيبة عزيته , ولا ترفع بناءك فوق بناءه فتسد عليه الريح ولا
تؤذه بريح قدرك الاان تغرف له منها.
Artinya:
“Hak tetangga ialah : jika ia
sakit engkau menjenguknya jika meminjam maka engkau meminjaminya, jika ia telanjang
engkau menutupinya, jika ia mendapat kebajikan engkau menyenanginnya, jika ia
mendapat musibah engkau mengunjunginya, janganlah bangunan rumahmu lebih tinggi
dari bangunan rumahnya sehingga angin terhalang masuk kerumahnya dan janganlah
engkau menyakitinya dengan bau makanan yang ada di periukmu kecuali engkau mau
mengambilnya untuknya”.[9]
Berkata Ibnu Abi
Jamrah: “Pengertian hadis ini meliputi himbauan kebajikan, nasihat kebaikan,
ajakan mengikuti hidayah, meninggalkan perbuatan yang dapat menimbulkan bencana
dengan per
Tetangga
mempunyai hak terhadap tetangga, yang harus diperhatikan. Rasulullah saw. Telah
memerintahkan agar menyambung hubungan dengan tetangga dan menyebutkan bahwa
Jibril senantiasa berwasiat kepada beliau tetagga, sampai-sampai beliau mengira
bahwa Jibril akan menjadikan tetangga sebagai ahli waris, karena besarnya hak
tetangga dan keharusan karena berbuat baik kepadanya.
Rasulullah
saw bersabda:م
حديث
ابن عمر رضي الله عنهما قال:قال رسول الله صلي الله عليه وسلم:ما زال جبريل يوصيني
با الجار حتي ظننت انه سيورثه. (اخرجه البخاري في:
(78) كتاب الادب, (28)
Artinya:
Diriwayatkan
dari ibnu ‘umar, ia berkata: rasulullah saw bersabda, ‘jibril selalu mewasiatkan
kepadaku tentang tetangga sampai aku
mengira ia akan menjadikannya ahli waris’.” (disebutkan oleh Al-Bukhri pada
kitab ke 78 kitab adab, bab ke 28,bab wasiat tentang tetangga)[10]
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata di dalam Fathu Bari’, “Syaikh
Abu Muhammad bin Abu Jamrah
Mengatakan, ‘Bahwa menjaga tetangga termasuk kesempurnaan
iman, dan orang-orang jahiliyah sangat menjaga hal tersebut. Menjalankan
perintah tersebut adalah dengan melakukan berbagai macam kebaikan kepada
tetangga sesuai dengan kemampuan. Sepertu memberi hadiah, mengucapkan salam,
tersenyum ketika berjmpa, memeriksa keadaannya, membantu apa yang
dibutuhkannya, dan lain sebagainya, termsuk menahan diri dari menyakitinya
dengan berbagai macam bentuknya, baik secara fisik maupun psikis. Rasulullah
telah menafikan iman seseorang yang tidak menjaga tetangganya dari sikap
buruknya. Itu sebenarnya merupakan perumpamaan bahwa betapa besar hak tetangga,
dan menyakitinya termasuk dosa besar.’.”
Dia
juga berkata. “Ada perbedaan antara tetangga yang shaleh dan yang tidak shaleh,
namun yang meliputi ke duanya adalah adnya I’tikad baik kepada mereka, menasihati dalam kebaikan,
mendoakan kebaikan agar mendapat hidayah, dan tidak menyakitinya kecuali pada
situasi tertentu yang menuntut untuk bersikap keras baik dengan ucapan ataupun
perbuatan.
Adapun
sikap yang dikhususkan terhadap tetangga yang saleh adalah meliputi semua yang
disebutkan di atas.
Sedangkan
sikap yang dikhususkan kepada tetangga yang tidak saleh adalah mencegahnya
untuk tidak melakukan lagi kesalahan dengan cara yang baik sesuai denga
tingkatan yang terdapat dalam amar ma’ruf nahy mungkar; menasihati orang kafir
dengan memperlihatkan keindahan kebaikan islam kepadanya, menjelaskan
kebaikannya, dan mendorongnya untuk memeluk islam dengan cara lemah lembut;
mensihati orang fasik dengan cara yang lemah lembut juga sesuai dengan
perbuatan fasik yang dilakukannya, sambil menutupi kesalahannya dari orang
lain,juga melarangnya mengulangi kesalahnnya dengan cara yang baik. Namun jika
usaha itu tidak berhasil jauhilah dengan maksud mendidiknya dengan
memberitahukan kepadanya sebab-sebab mengapa mengambil sikap menjauhi, yaitu
untuk mencegahnya berbuat kesalahan lagi.
saling
memperhatikan hak tetangga, sebagian harus menghindari kejahatan terhadap yang
lain baik perkataan maupun perbuatan.
Diantara hak
tetangga dan memperhatikan hak-hak tetangga ialah manfaat yang diberikan
sebagian yang lain, selagi tidak mendapatkan mudharat kepadanya. Contohnya
ialah ketika tetangga hendak meletakkan kayu di dinding tetangga lain. Jika
tetangga yang memiliki dimding itu tidak membutuhkannya, maka hendaklah ia
member izin kepadanya, sebagai sikap menghormati hak tetangga.
Rasulullah menjelaskan di dalam sabdanya:
عن
ابي هريرة ان رسول الله صلي الله عليه وسلم قال : لا يمنع احدكم جاره ان يغرز خشة
في خداره قال ثم يقول ابو هريرة ما لي اراكم عنها معرضين والله لارمين بها بين
اكتافيكم
Artinya:
“ Dari Abu Hurairah radiyallahu anhu, bahwa rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, ‘janganlah
sekali-kali seorang tetangga mencegah tetangganya untuk menancapkan sebatang
kayu di dindingnya’ . Kemudian Abu Hurairah berkata, ‘Tapi mengapa justru aku
melihat kalian berpaling dari sunnah beliau ini? Demi allah, aku benar-benar
akan mewajibkannya diantara bahu kalian’.”(H.R. Bukhari-Muslim)[11]
Jika pemilik kayu membutuhkan hal itu, sementara pemilik
dinding tidak mendapatkan dampak atau kerugian karena kayu yang di pasang di
dindingnya, maka hendaknya pemilik dinding mengizinkan pemanfaatan kayu itu
oleh tetangganya, karena toh dia tidak mengalami kerugian apapun, sementara
tetangga membutuhkannya. Bahkan hakim dapat memaksa pemilik dinding untuk
mengizinkannya jika dia tidak memberi izin.
Jika
di sana ada mudharat atau tidak ada kebutuhan terhadap kayu itu, maka
sesungguhnya mudhrat tidak dapat dihilangkan dengan mudharat lain.
Hukum
dasar dalam hak orang Muslim adalah
pencegahan. Karena itulah ketika Abu Hurairah Radiallahu Anhu mengetahui maksud Rasulullah saw. Dari
as-sunnah ini, maka dia mengingkari orang-orang dari as-sunnah dan yang tidak
mau mengamalkannya. Dia mengancam hendak mewajibkan mereka melaksanakannya,
karena tetangga memiliki hak yang harus diperhatikan dan dilaksanakan seperti
yang diwajibkan Allah.
Inilah
diantara hak tatangga yang dianjurkan Rasulullah agar berbuat baik kepada
tetangga, sehingga kita bias mengetahui betapa besar hak tetangga dan keharusan
memperhatikannya. Karena itulah dibuat qiyas dengan meletakkan dan lain-lainnya
dan berbagai manfaat yang biasanya dibutuhkan tetangga, sementara itu tidak
menimbulkan mudharat bagimu. Hal ini harus diizinkan dan tidak boleh dilarang
3. Martabat-Martabat Tetangga
Jar ataupun tetangga mempunyai
beberapa martabat, ada yang rendah dan ada yang tinggi, ada jar yang hanya
mempunyai hak tetangga saja, seperti tetangga yang musyrik. Ada jar yang
mempunyai dua hak, hak tetangga dan hak keislaman. Ada pula jar yang mempunyai
tiga hak, yaitu hak tetangga, hak keislaman dan hak kekerabatan.
Abdullah
bin Umar, apabila disembelihkan untuknya seekor kambing, beliau menyuruh supaya
diberikan sedikit daging itu kepada tetangga yahudinya.
Sabda
Nabi saw.:
لا
تحقرن جارة جارة ولو فرسن شاة. (رواه ابخاري)
Artinya:
“Jangaaanlah
seorang tetangga memandang rendah pemberian untuk tetangganya, walaupun sebesar
telapak kambing”. (H.R. Bukhari).
C. Wawasan Hadis Tentang Pentingnya Hubungan Sesama Orang Lain
Rasulullah
saw. Bersabda:
عن
ابي حمزة انس ابن مالك رضي الله عنه, خادم رسول الله صلى الله عليه وسلم عن النبي
صلى الله عليه وسلم قال: لا يؤمن احدكم حتى يحب لاخيه ما يحب لنفسه. (رواه
البخارى و مسلم)
Artinya:
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik ra.. pelayan Rasulullah
saw, dari nabi saw, bersabda, “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian
sebelum ia menyukai apa yang ada pada
diri saudaranya sebagaimana ia menyukai apa yang ada pada dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari dan Muslim)[12]
Yang pertama, mungkin hal itu
memiliki pengertian tentang persaudaraan yang mencakup orang kafir dan orang
musim. Artinya seorang mukmin harus menyukai saudaranya yang kafir mendapatkan
apa yang dia dapatkan, yakni sekiranya ia bias masuk islam seperti dirinya.
Sama seperti ia juga menyukai saudaranya sesama muslim sekiranya bisa tetap
setia memeluk islam. Oleh karena itu, mendoakan orang kafir semoga mendapat
hidayah atau petunjuk Allah itu dianjurkan. Atau boleh jadi pengertian hadis
tadi ialah menafikan iman dari orang yang tidak menyukai apa yang ada pada diri
saudaranya sebagaimana ia menyukai yang ada pada dirinya sendiri. Yang dimaksud
dengan menyukai disini ialah mengharapkan kebaikan dan manfaat, dan
ini dalam perspektif keagamaan, bukan kemanusiaan.Sebab karakter manusia
itu cenderung tidak suka ia memperoleh kebaikan, sementara orang lain juga
memperoleh kebaikan lebih banyak daripada yang diperolehnya. Dalam konteks ini
seseorang harus menentang karakter manusiawi. Jadi ia berdoha dan berharap bagi
saudaranya semoga mendapat kebaikan seperti ia su ka kalau kebaikan itu dia
dapatkan. Kalau seseorang tidak menyukai apa yag ada pada diri saudaranya
sebagaimana ia menyukai milik dirinya sendiri, berarti dia adalah orang y ang
pendengki. Dan menurut Imam Al-Ghazali, dengki itu dibagi menjadi tiga:
Pertama,
seseorang berharap nikmat yang ada pada orang lain hilan dan berpindah
kepadanya.
Kedua,
seseorang berharap nikmat yang ada pada orang lain hilang, meskipun ia tidak
berhasil mendapatkannya. Sama seperti ia mendapat nnikmat yang serupa, atau ia
memang tidak menyukainya. Orang ini lebih jahat daripada orang yang pertama
tadi.
Ketiga,
seseorang berharap nikmat yang ada pada orang lain hilang. Akan tetapi ia tidak
suka orang lain itu menguangguli kedudukannya.Yang ia mau minimal masing-masing
punya kedudukan yang sama. Ini juga haram, karena sama saja tidak ridho akan
pembagian Allah.
Bentuk
aktualisasi sumber dan ajaran islam oleh seseorang terhadap sesama manusia
terwujud dalam bentuk solidaritas social, toleransi, demokrasi, saling
menghargai,membantu, gotong royong, dan lain sebagainya. Untuk menjaga agar
seseorang benar-benar respek tehadap orang lain sehingga tidak menimbulkan
kinflik dan kekerasan, makasikap kemunafikan, somong, mencela atau mengumpat
orang lain, bohong, menghasut atau memfitnah, dendam dan iri hati, semuanya
harus ditinggalkan.
Rasulullah
saw bersabda:
ان
الله يحب الشهل الطليق . (رزاه البيهقى)
Artinya:
“Bahwasanya Allah menyukai orang yang tidak menyukar-nyukarkan
pekerjaan, yang jernih mukanya dalam menghadapi manusia”. (H.R. Baihaqi).[13]
Maksud hadis ini adalah kita harus
selalu bersikap ramah kepada siapa saja. Rasulullah saw biasa benar menggendong
anak-anak kecil yang beliau jumpai sebagaimana biasa sekali bersikap ramah dan
bercanda dengan anak-anak kecil.
Larangan Memutuskan Tali Silaturahim
Rasulullah
saw bersabda:
عن ابي هريرة رضي الله عنه ان رسول
الله قال: تفتح ابواب الجنة يوم الاثنين ويوم الخميس فيغفر لكل عبد لا يشرك بالله
شئا, الا رجلا كانت بينه وبين اخيه شحناء, فيقول:انظروا هذين حتي يصطلحا, انظروا
هذين حتي يصطلحا. (رواه مسلم)
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra,, bahwasanya Rasulullah bersabda:
“Pintu-pintu dibuka pada setiap hari senin dan hari kamis. Ketika itu, diampuni
dosa setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, kecuali
seseorang yang mempunyai permusuhan antara dia dan saudaranya, lalu dikatakan:
“Tangguhkanlah kedua orang ini hingga mereka berdamai! Tangguhkalah kedua orang
ini hingga mereka berdamai!’” (H.R. Muslim).[14]
Hadis ini adalah penegasan hukum
haramnya permusuhan. Oleh karena itu, dalam hadis I atas permusuhan disebutkan
setelah kemusyrikan. Wajib mendamaikan orang-orang yang bermusuhan, membela
mereka yang dizalimi, serta mencegah orang zhalim dan jahat dari perbuatannya.
Memusuhi dan memutuskan hubungan
dengan seorang muslim tanpa adanya alas an syar’I merupakan penghalang bagi
seseorang untuk masuk syurga.
Rasulullah bersabda:
عن
جبير بن مطعم رضي الله عنه قال قال رسول الله صلىالله عليه وسلم: لا يدخل الجنة
قاطع يعني قطع رحم ,متفق عليه
Artinya:
Dari Jubair Putra
Muth’am, ra ia berkata: “bersabda Rasulullah saw. “Tidak akan masuk sorga orang
yang senang memutuskan tali silaturahim”. ( Hadis ini disepakati Imam Bukhari
dan Imam Muslim).[15]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pentingnya
hubungan antara sesama, menjadikan kita lebih dekat lagi dengan apa yang ada
disekitar kita baik Keluarga, Tetangga, maupun Orang lain. Karena tanpa bantuan
orang lain manusia tidak akan mampu membentuk suatu kehidupan yang baik, dalam
hal ini manusia saling membutuhkan antara satu sama lain. Dengan adanya pulua
pedoman atau panduan kehidupan yang
dapat dijadikan suatu petunjuk untuk menjalani kehidupan ini dengan sebaik
baiknya yaitu Petunjuk atau tuntunan hadis yang telah hadir ditengah-tengah
umat manusia mulai pada zaman dahulu hingga sekarang hadis masih terus menjadi
pedoman untuk kita ummat manusia pada umumnya. Sebagaimana yang sudah dibahasas
dalam makalah ini tentang cakupan hadis atau penjelsan yang berkenaan tentang
pentingnya hubungan antara sesama baik Kerabat,Tetangga, maupun orang lain.
B. Saran dan Kritik
Diahir
tulisan ini penulis ingin menyampaikan beberapa saran kepada pembaca:
1. Dalam
memahami suatu hadis hendaknya kita bersifat inklusif terhadap beberapa hasanah
pemikiran tentang segala hal. Sehingga ajaran Hadis dapat menjadi dinamis dan
dapat menjawab berbagai tuntunan perubahan zaman.
2. Hendaknya
setiap orang tetap bersifat terbuka terhadat berbagai pendekatan dan system
pendidikan yang ada. Karena hal itu akan menambah kekayaan intelektual dan
wawasan kependidikan bagi semua.
3. Semoga
hasil penelitian ini bxsermanfaat bagi segenap pembaca terutama kepada penulis
atau penyusun sendiri. Amin yaa Rabbal Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hilali. Syaikh Salim bin ‘Ied, Syarah
Riyadhush Shalihin, diterjemahkan oleh M.
Abdul Ghaffar E.M, Cet. I;
Surabaya: PT. Pustaka Imam Syafii, 2005.
Ilyas,Yunahar, Kuliah Akhlaq,
Cet.1; Yokyakarta: LPPI, 1999.
Nawawi, Imam. Riyadhus
Solihin.Cet:V. Surabaya: PT. Duta Ilmu. (t.th.)
Bariah,Oneng
Nurul, Materi Hadis, Cet.1; Jakarta Pusat:Penerbit Kalam Mulia,2008.
Al-Asqalani, Hafidzh Ibn Hajar.
(t.th.) Bulugul Maram. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Ash-Siddieqi, Teungku Al Muhammad Hasbi, Al Islam. Cet. 1; Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra,1998) hal.302
[1] Muhammad Husaini Bahesyti dan Jawab
Bohar, Intisari Islam, diterjemahkan oleh Philoshophi Of Islam (cet1;
Jakarta, PT. Lentera Basritama, 2003), hal. 302
[1] Ibnu Hamzah al Husaini al Hanafi Ad
Damsyiki, Asbabul Wurud 2, diterjemahkan oleh H.M Suwarta Wijaya,
B.Abdul rs. Zafrullah Salim (cet.7; Jakarta : 2009) h.305
[1] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Kumpulan
Hadis shahih Bukhari-Muslim, diterjemahkan oleh Arif Rahman Hakim, Lc
(cet.1; Jaw Timur:PT. Insan Kamil Solo, 2011) h.770
Abdullah bin Rahman Ali Bassan, Syarah Hadis Pilihan
Bukhari-Muslim, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi (cet.1; Jakarta: 2002)
h.677
[1] Imam nawawi, Syarah Arba’in
Nawawiah (cet.1; Jakarta Timur:Akbar Media Eka Sarana,2009), h.127
Al-Hafidzh Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulugul
Maram (Semarang: PT. Karya Toha Putra, Tth) hlm.748
[1]
Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, Syarah Riadush Shalihin (cet.3; Jakarta
: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2008)hal.7
[2]
Teungku Muhammad Hasbi Ash Siddieqy, Al Islam (cet 1; Semarang: PT.
Pustaka Rizki Putra,1998) hal.302
[3]
Ibid, h.303
[4]
Muhammad Husaini Bahesyti dan Jawab Bohar, Intisari Islam, diterjemahkan
oleh Philoshophi Of Islam (cet1; Jakarta, PT. Lentera Basritama, 2003), hal.
302
[5]
Teungku Op.cit, hal.304
[6]
Ibid
[7]
Ibid
[8]
Bila kita diganggu orang
[9]
Ibnu Hamzah al Husaini al Hanafi Ad Damsyiki, Asbabul Wurud 2,
diterjemahkan oleh H.M Suwarta Wijaya, B.Abdul rs. Zafrullah Salim (cet.7;
Jakarta : 2009) h.305
[10]
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Kumpulan Hadis shahih Bukhari-Muslim,
diterjemahkan oleh Arif Rahman Hakim, Lc (cet.1; Jaw Timur:PT. Insan Kamil
Solo, 2011) h.770
[11]
Abdullah bin Rahman Ali Bassan, Syarah Hadis Pilihan Bukhari-Muslim,
diterjemahkan oleh Kathur Suhardi (cet.1; Jakarta: 2002) h.677
[12]
Imam nawawi, Syarah Arba’in Nawawiah (cet.1; Jakarta Timur:Akbar Media
Eka Sarana,2009), h.127
[13]
Teungku Op.cit, hal.429
[14]Salim
Op.cit, hal.136-137
[15]
Al-Hafidzh Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulugul Maram (Semarang: PT. Karya
Toha Putra, Tth) hlm.748
No comments:
Post a Comment