MAKALAH
al-qira'ah
Disusun Oleh :
Kelompok VIII
ZUL KHULAFAIR
JURUSAN TAFSIR HADIS
PRODI ILMU HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirrakhim
Segala puji bagi Tuhan
yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan.
Tanpa pertolongan Dia mungkin saya tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini
dengan baik.
Sholawat serta salam
semoga terlimpahkan kepada junjungan kita nabi besar, Muhammad saw yang membawa
sedikit ilmu Alloh dan memberi contoh bagaimana mengamalkan ilmu itu.
Dewasa ini sudah
jarang orang mempelajari Al Qur’an beserta ilmunya. Banyak yang hanya
mengkoleksi kitab mp3 dan lain sebagainya nya akan tetapi jarang yang ingin
mempelajari Al Qur’an beserta ilmu – ilmunya. Banyak yang menganggap, bahwa Al
Qur’an hanya sesuatu hal yang biasa, padahal bila di teliti banyak para ilmuwan
islam maupun barat menemukan suatu penemuan dari hasil mempelajari Al- Qur’an
dalam hal ilmu pengetahuan dan tecnologi, di samping karena ke jeniusan yang di
miliki oleh individu ilmuwan – ilmuwan tersebut.
Dalam hal ini Saya
mengangkat tema judul makalah “ QIRO’AT DALAM AL-QURAN“ yang berisi ilmu
cara melafalkan/ Membaca Al Qur’an dan macam-macam, Syarat-Syarat qiro’at dalam
Al Qur’an dan pendapat Ulama’ tentang qiro’at.
Semoga tugas makalah
ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua pembaca pada umumnya.
Kritik yang membangun, Sangat penulis harapkan karena makalah ini jauh dari
kata sempurna. Hanya Alloh jua-lah yang maha sempurna.
Sukron katsiron
Walhamdulillahirobbil
a’lamin
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar .............................................................................................. i
Daftar Isi ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................. 1
A. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Qiro’ah .................................................................................. 3
B. Sejarah Qiraatil Qur’an ............................................................................ 4
C. Macam –Macam Qira’ah ......................................................................... 5
D. Syarat di Terimanya Qira’ah ................................................................... 9
E. Metode Penyampaian Qira’ah ................................................................. 10
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan .................................................................................................... 12
Saran-Saran ................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-qur’an adalah
kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara malaikat
Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang
merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah,
etika, mu’amalah dan sebagainya. Selain sebagai sumber ilmu,Al Qur’an juga
mempunyai ilmu dalam membacanya.
Dalam surat Al Isro’,Alloh swt telah berfirman
:
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي لِلَّتِي
هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ
أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
Artinya :
“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus
dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mu’min yang mengerjakan amal saleh
bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS. Al Isra : 9)
Juga telah di sebutkan
dalam sebuah hadits ,Sabda Rasulullah saw,“Orang yang membaca satu huruf dari
Kitabullah maka baginya satu kebaikan dan setiap kebaikan setara dengan sepuluh
kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf akan tetapi alih
satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
Begitu besar keagungan
Al Qur’an sampai – sampai dalam membacanyapun harus di sertai ilmu
membaca yang di sebut ilmu qiro’at, karena di kawatirkan apabila dalam membaca
Al Qur’an tidak di sertai ilmunya akan berakibat berubahnya arti,maksud serta
tujuan dalam setiap firman yang tertulis dalam Al Qur’an.
Selain ilmu qiro’at,
Al Qur’an juga suatu rangkain kalimat yang serasi satu dengan yang lainnya.
keserasian kalimat antar kalimat, ayat antar ayat sampai kepada surat antar
surat membuat Al Qur’an di juluki suatu rangkain syair yang begitu indah
mustahil untuk di serupai. dalam rangkaian UlumulQur’an, keserasian dalam Al Qur’an
di sebut Munasabah Al Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Qira’at?
2. Bagaimana sejarah Qira’atil Qur’an?
3. Sebutkan
Macam-macam Qira’at?
4. Sebutkan
Syarat di Terimanya
Qira’ah?
5. Bagaimana
Metode Penyampaian
Qira’ah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qiro’ah
Berdasarkan etimologi
(bahasa), qiro’at merupakan kata kajian (masdar) dari kata kerja “qara’a” yang
berarti membaca. Bila dirujuk berdasarkan pengertian terminology (istilah), ada
beberapa definisi yang diintrodusirkan ulama :
1. Menurut az-Zarqani.
Az-Zarqani
mendefinsikan qiraah dalam terjemahan bukunya yaitu : mazhab yang dianut oleh
seorang imam qiraat yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan al-Qur’an
serta kesepakatan riwayat-riwayat dan jalur-jalurnya, baik perbedaan itu dalam
pengucapan huruf-huruf ataupun bentuk-bentuk lainnya.
2. Menurut Ibn al Jazari
:
Ilmu yang menyangkut
cara-cara mengucapkan kata-kata al-Qur’an dan perbedaan-perbedaannya dengan
cara menisbatkan kepada penukilnya.
3. Menurut al-Qasthalani
:
Suatu ilmu yang
mempelajari hal-hal yang disepakati atau diperselisihkan ulama yang menyangkut
persoalan lughat, hadzaf, I’rab, itsbat, fashl, dan washl yang kesemuanya
diperoleh secara periwayatan.
4. Menurut az-Zarkasyi :
Qiraat adalah
perbedaan cara mengucapkan lafaz-lafaz al-Qur’an, baik menyangkut
huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti takhfif
(meringankan), tatsqil (memberatkan), dan atau yang lainnya.[1]
5. Menurut Ibnu al-Jazari
Qira’at adalah
pengetahuan tentang cara-cara melafalkan kalimat-kalimat Al-Qur’an dan
perbedaannya dengan membangsakaanya kepada penukilnya.
Perbedaan cara
pendefinisian di atas sebenarnya berada pada satu kerangka yang sama bahwa ada
beberapa cara melafalkan al-quran walaupun sama-sama berasal dari satu sumber,
yaitu nabi Muhammad SAW.
Dari beberapa definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa qira’ah adalah cara membaca ayat-ayat
Al-Qur’an yang dipilih dari salah seorang imam ahli qira’ah yang berbeda
dengan cara ulama’ lain serta didasarkan atas riwayat-riwayat yang mutawatir
sanadnya yang selaras dengan kaidah-kaidah bahasa Arab yang terdapat dalam
salah satu mushaf Usmani.
B. Sejarah Qiraatil Qur’an
Pada periode
awal kaum muslimin memperoleh ayat-yat Al- Qur’an lansung dari Nabi Saw.
kepada para sahabat, dan dari para sabat ini kemudian kepada para tabi’in serta
para imam-imam Qira’at pada masa selanjutnya. Pada masa Nabi Saw.
ayat-ayat ini diperoleh dari Nabi dengan cara mendegarkan, membaca lalu
beberapa sahadat menhafalkannya. sehingga pada periode ini Alqur’an belum
dibukukan, pedoman dasar bacaan dan pelajarannya langsung bersumber dari Nabi
Saw. Serta para sahabat yang hafal Al-Qur’an . hal ini berlangsung hingga masa
para sahabat yang pada perkembangannya Al-Qur’an dibukukan atas dasar ikhtiar
Abu Bakar dan inisiatif Umar bin Khattab. pada perkembangan berikutnya,
al-qur’an justru tertata lebih karena kholifah usman berinisiatif untuk
menyalin mushaf dan dicetak lebih banyak untuk kemudiyan disebarkan kepada kaum
muslimindi berbagai kawasan. Langkah ini ditempuh oleh utsman bin affan karena
pada waktu itu terjadi perselisihan diantara kaum muslimin tentang perbedaan
bacaan yang mereka terima, maka dengan dasar inilah sejarah awal terjadinya
perdebatan Qira’at yang kemudiyan dipadankan oleh Utsman bin Affan
dengan menyalin mushaf itu menjadi satu bentuk yang sama dan mengirimnya ke
berbagai daerah.. Dengan cara seperti ini maka tidak akan ada lagi perbedaan,
karena seluruh mushaf yang ada di daerah-daerah kaum muslimin semuanya sama,
yaitu mushaf yang berasal dari kholifah utsman bin affan.
Setelah masa itu, maka
muncullah para qurra’ (para ahli dalam Membaca Al-Qur’an), merekalah
yang menjadi penutan di daerahnya masing-masing dan dari bacaan mereka di
jadikan pedoman serta cara-cara membaca Al-Qur’an.
Di madinah, misalnya
terdapat banyak qurro’ diantaranya Ibnul Musayyab, Urwah, bin Abdul
Aziz, Said bin Aslam. Di mekkah terdapat Ubaid bin Umar, Thoush, Mujahid dan
Ikrimah. Di kufah terdapat Alqomah, Masruq, dan Ubaidah. Di Basrah ada Abu
‘Aliyah, Abu Roja’, dan Nasir bin Asir. Di Syam juga terdapat para qurro’
diantaranya: Mughiroh bin Abi Syihab, Kholifah bin Sa’id, Sahibu abi Darda’.
Mereka semua adalah tokoh-tokoh yang ahli dalam qira’ah Al-Qur’an yang
termasyhur.
Selain itu qira’ah
Al-Quran juga dikenal bacaan yang teori membacanya berasal dari imam tujuh (qiro’ah
sab’ah) mereka adalah : Imam Abu ‘Amr, Nafi’, Ashim, Khamzah, Kisai,
Ibnu Amir dan Ibnu Kasir.
Tetapi ilmu qiro’ah
ini muncul pada abad IV H. Imam sayuthi menyatakan bahwa yang pertama kali
mengkaji dan membukukannya dalam sebuah kitab adalah Abu Ubaid Al-Qasim
bin salam, lalu imam Ahmad bin Jubair Al-Kufi dan Ismail bin Ishaq
Al-Maliki.
Adapun beberapa kitab
yang membahas Qiro’ah sab’ah adalah At-tafsir fi Qira’ati Sab’Ikarya
imam Abu amr’ Ad-dhani. Sedang yang membahas Qira’at asyrah adalah
Al-misbahud dzahir fi qira’atil asyir Dzawahir karya abduk kirom mubarak
bin hasan asy-Syahraqarzy.
C. Macam-Macam Qira’ah
Dalam
pembahasan tentang macam-macam qira’at ini akan di jelaskan pendapat
para Ulama’ mengenai hal ini diantaranya:
a. Dalam kitab mahabis
fii’ ulumil Qur’an, prof. Dr . manna’ul Qatthan membagi jenis qira’at
menjadi:
Pertama: Qira’ah
mutawatir, yaitu qira’ah yang periwayatannya melalui beberapa orang, seperti
Qira’ah sab’ah yang menurut jumhhur ulama’ Qira’ah sab’ah ini semua riwatnya
adalah mutawatir.. para imam yang termasuk dalam Qira’ah sab’ah adalah:
· Nafi’ bin Abdurrahman
(w.169 H.) di Madinah
· Ashim bin Abi Najud
Al-asdy (w. 127 H.) di Kufah
· Hamzah bin Habib
At-Taymy (w. 158 H.) di Kufah
· Ibnu amir al- yahuby
(w. 118 H.) di Syam
· Abdullah Ibnu Katsir
(w. 130 H.) di Makkah
· Abu Amer Ibnul Ala (w.
154 H) di Basrah
· Abu Ali Al- Kisa’i (w.
189 H) di Kufah
Kedua : Qiroat Ahad, yaitu
qiro’at yang sanatnya soheh tetapi tulisannya tidak cocok dengan tulisan mushap
usmani yang juga tidak selaras dengan kaidah bahasa arab. Qiro’at ini tidak
boleh untuk membaca al-qur’an.
Ketiga : Qiro’at Syadz,
yaitu qiro’at yang sanatnya tidak soheh, seperti bacaan ……………. Dengan bentuk
fi’il madi yang berasa dari bacaaan ibnu sumaifai.
Ø Dalam kitab Zubdah Al- Itqon Fii Ulumil Qur’an
Karya Dr. Muhammad bin Alwi Al-Maliki bahwa imam Al-Jaziri
mengelompokkan Qiro’at dalam lima bagian, yaitu:
1.
Qiro’ah Mutawatir,
yakni Qiro’at yang disampaikan oleh sekelompok orang mulai dari awal sampai
sanad, yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta.
2.
Qiroa’at Masyhur,
yaitu qiro’ah yang memiliki sanad sohih, tetapi tidak sampai pada
kualitas mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan tulisan mushaf Usmani,
masyhur di kalangan ahli qiro’ah dan tidak termasuk qiro’ah yang
keliru dan menyimpang. Misalnya qiro’at dari imam yang tujuh yang
disampaikan melalui jalur berbeda-beda. Sebagian perawi misalnya meriwayatkan
dari Imam Tujuh , sementara yang lainnya tidak. Qiro’at semacam ini banyak di
jumpai kitab-kitab Qiro’ah misalnya At-taisir karya Ad-dani, Qashidah
karya As-Syatibi, Au’iyyah Annasr Fi Qiro’ah Al-Asyr dan Taqrib
An-Nasyr, keduanya karya Ibnu Al-Jaziri.
3.
Qira’at Ahad, yaitu
qira’ah yang memiliki sanad sohih, tetapi menyalahi tulisan mushaf Usmani, dan
kaidah bahasa Arab, tidak masyhur, seperti riwayat dari Al-Hakim Al-Jahdiri
dari Abu Bakrah yang menyebutkan bahwa Nabi saw. Membaca ayat:
متكئين عاي رفارف خضر وعباقري حسان
Dari Abu Hurairah,
Al-Hakim meriwayatkan bahwa Nabi saw. Membaca:
فلا تعلم نفس ما اخفي لهم من قرات اعين
Juga dari Abu
Hurairoh, Al-Hakim meriwatkan bahwa Nabi saw membaca:
لقد جاءكم رسول من انفسكم
(Huruf fa’ dibaca
dlommah: anfasikum)
Dari ‘Aisyah, Alhakim
meriwayatkan bahwa Nabi saw. Membaca:
فروح وريحا ن
((huruf fa’ di baca
dlommah: faruuhun)
4.
Qiro’ah syadz, yaitu
qiro’ah yang sanadnya tidak sohih. Contoh:ملك يوم الدين (di
baca malaka yauma)
5.
Qira’ah maudlu’
(palsu) seperti qira’ah Al-Khazza’i.
Imam
Suyuthi menambah jenis qira’ah yng keenam, yaituyang menyerupai hadits Mudroj,
yaitu adanya sisipan pada baca’an dengan tujuh penafsiran seperti qiro’ah Abi
Waqqash yang berbunyi:
وله اخ او اخت من ام
Juga sperti qiro’ah
Ibnu Abbas yang berbunyi:
ليس عليكم جناح ان
تبتعوا فضلا من ربكم في موسم الحج
b.
Sedang menurut Prof.
Dr.H. Abdul Djalal HA.dalam bukunay ulumul qur’an membagi qiroat
beberapa kritria, yaitu:
1. Qiro’ah ditinjau
dari segi para pembacanya ( qurrok ):
a)
Qiro’ah Sab’ah yang di sandarkan pada Imam Tujuh ahli qira’a, yaitu qira’ah
yang telah disebutkan diatas.
Ada dua alasan kenapa
di sebut qira’ah sab’ah:
Pertama: ketika kholifah Utsman mengirim ke berbagai
daerah itu berjumlah tujuh buah yang masing-masing disertai dengan ahli qira’ah
yang mengajarkan. Nama Sab’ah berasal dari jumlah qurro’ yang mengajarkan yaitu
Sab’ah (tujuh).
Kedua: tujuh qira’ah itu adalah qira’at yang sama
dengan tujuh cara (dialek) bacaan diturunkannya
Al-qur’an. Dua pendapat diatas di sampaikan oleh Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A.
yang mengutip dari pendapat Imam Al-Maliki.
b) Qir’ah Asyrah: qira’ah yang di sandarkan kepada sepuluh
orang ahli qra’ah, yaitu tujuh orang yang sudah tersebut dalam qira’ah sab’ah
di tambah dengan tiga orang, yaitu:
-
Abu Ja’far Yazid Ibnul Qa’qa Al-qari (w. 130 H.) di Madinah
- Abu Muhammad Ya’ Qub bin
Ishaal-Hadhary (w. 205 H.) di Basrah
- Abu Muhammad Kholf bin Hisyam Al-A’masyy (w. 229 H.)
Menurut sebagian ulama’, pembatasan terhadap tujuh ahli qira’at
kurang tepat, karna masih banyak orang (ulama’) lain yang juga mamahami dan
pandai tentang qira’at.
c) Qira’ah Arba’a Asyrata: yaitu qira’ah yang di sandarkan
kepada 14 ahli qira’ah yang mengajarkannya, sepuluh ahli qira’ah yang telah di
tulis di tambah dengan empat orang, yaitu:
- Hasan Al-Bashri (w. 110 H.) di Basrah
- Ibnu Muhaish (w. 123 H.)
- Yahya Ibnu Mubarok Al- Yazidy (w.
202 H.) di Baghdad
- Abu Faroj
Ibnul Ahmad Asy-Syambudzy (w. 388 H.) di Baghdad
2. Di tinjau dari para
perawi
Qira’at dilihat dari perawinya di
bagi menjadi enam kelompok yang sudah di jelaskan pembagiannya pada pembahasan
yang terdahulu, yaitu qira’ah mutawatiroh, Qira’ah Masyhurah, Qira’ah Ahad,
Qira’ah Syadz, Qira’ah maudlu’ dan Qira’ah Mudroj.
3. Ditinjaudari segi
nama jenis
Sebagian ulama’ berpendapat
bahwa jika qira’ah itu ditinjau dari sisi nama jenis, maka qira’ah itu di bagi
menjadi:
a.
Qira’ah, yaitu untuk
nama bacaan yan telah memenuhi tiga syarat sebagaimana penjelasan di atas,
seperti Qira’ah Sab’ah, Qira’ah Asyrah dan Qira’ah Arba’a Asyrata.
b.
Riwayat, nama
bacaan yang hanya berasal dari salah sorang perawinya sendiri.
c.
Thariq, yaitu nama
untuk bacaan yang sanadnya terdiri dari orang-orang yang sesudah para
perawinya sendiri.
d.
Wajah, yaitu nama
untuk bacaan Al-qur’an yang tidak di dasarkan sifat-sifat tersebut di atas,
melainkan berdasarkan pilihan pembacanya sendiri.
D. Syarat di Terimanya
Qira’ah
Dengan
banyaknya periwayatan dalam qira’ah, maka ada beberapa syarat, agar qira’ah
tersebut shahih dan dapat di baca oleh umat. Syarat –syarat itu adalah:
a. Qira’ah tersebut harus
sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab,
b. Sanad dari riwayat
yang menceritakan qira’ah-qira’ah tersebut harus shahih,
c. Bacaan yang di
terapkan adalah bacan yang cocok dengn salah satu mushaf Utsmani.
Oleh
sebab itu maka qira’ah yang shahih harus memenuhi syarat-syarat di atas,
meskipun diriwayatkan kurang dari tujuh oang perawi Al-qur’an. Dengan pengertin
lain, bahwa apabila sebuah qira’ah sudah memenuhi persyaratan tersebut diatas,
maka qira’at tersebut dinyatkan Shahih yang harus di imani dan tidak bole di
pungkiri keberadaannya.
Berdasarkan
persyaratan tersebut, maka setiap qira’at yang sudah terpenuh tiga hal di atas
, maka dikatakan qira’ah shahih, baik berasal dari Qira’ah Sab’ah, Qir’ah
Asyrah Ataupun Qira’ah Arba’a Asyrata.
Prof.
Dr. H.A. Djalal juga menegaskan bahwa menurut Al-kawassy, semua qira’ah yang
shahih sanadnya, selaras dengan kaidah bahasa arab, dan sesuai dengan salah
satu mushaf Utsmani, itu adalah termasuk qira’ah sab’ah yang dinash
dalam hadits Nabi Muhammad saw.
E. Metode Penyampaian
Qira’ah
Menurut
Dr. Muhammad bin alawial-maliki dalam bukunya berjudul zubdah al-itqan fi
ulumil qur’an mengatakan, bahwa di kalanga ahli hadits ada beberapa
periwayatan atau penyampaian qira’ah di antaranya:
a.
Mendengar langsung dari guru
(al-sima’)
b. Membacakan teks atau hafalan di
depan guru (al-qira’ah `ala al-syaikh)
c.
Melalui ijazah dari guru kepada
murid
d. Guru memberikan sebuah naskah asli
kepada muridnya atau salinan yang di koreksinya untuk di
riwayatkan(al-munawalah)
e.
Guru menuliskan sesuatu untuk di
berikan di berikan kepada muridnya(mukatabah)
f.
Wasiat dari guru kepada para
murid-muridnya
g. Peberitahuan tentang qira’ah
tertentu(al-I’lam)
h. Hasil temuan (al-wijadah)
Para
imam qira’ah, baik salaf maupun kholafmeriwayatkan lebih banyak menggunakan
metode qira’ah `al al-syaikh. Metode ini juga di gunakan oleh nabi saw. Ketika
beliau menyodorkan bacaan al-qur’an di hadapan jibril pada seiap bulan
ramadhan. Adapun al-sima’tidak di gunakan oleh para imam qira’ah dengan
beberapa alasan:
Pertama: karna yang mendengar langsung dari
nabi hanyalah para sahabat. sedang mayoritas para imam qir’ah tidak pernah
mendengarkan secara langsung dari nabi saw.
Kedua: setiap murid yang mendengar
langsung dari gurunya tidak mampu secara persis meriwayatkan apayang telah di
dapat dari gurunya. Sedang para sahabat dengan kulitas kefasihan yng baik, mereka
mampu menyampaikan al- qur’an sama persis seperti ynag mereka dengarkan dari
nabi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Qira’at adalah cara membaca ayat-ayat yang
dipilih oleh salah seorang imam ahli qira’atyang berbeda yang berbeda dengan
cara ulama’ lain sertadi dasarkan atas riwayat yang mutawatir sanadnya yang
selaras dengan kaidah-kaidah bahasa arab yang terdapat dalam salah satu mushaf Utsmani
(AD)
b. Macam-Macam Qira’at:
a) Di tinjau dari segi membcanya
(qori’):
1. Qira’at sab’ah (tujuh)
2. Qira’at asyrah (sepuluh)
3. Qira’at arba’asyarata (empat belas)
b) Di tinjau dari perawi:
1. Mutawatir
2. Masyhur
3. Ahad
4. Syadz
5. Qira’at maudlu’
6. Qira’at mudraj
c) Di tinjau dari segi nama jenis:
1. Qira’at
2. Riwayah
3. Thariq
4. Wajah
c.
Syarat
Diterimanya Qira’at:
1.
Harus sesuai denga kaidah bahasa arab
2. Harus shahih
3. Bacaannya harus sesuai dengan mushaf Utsnami
d. Metode Penyampaian Qira’at:
1.
Mendengar dari guru
2.
Membaca di depan guru
3.
Melalui ijazah
4.
Melalui naskah dari guru
5.
Melalui tulisan
6.
Wasiat
7.
Melalui pemberitahuan
8.
Hasil temuan
e. Manfaat Dari Keberagaman Qira’at:
1.
Menunjukkan kemurnian al qur’an
2.
Mempermudah mempelajari al-qur’an
3.
Menunjukkan keagungan dan kemukjisatan al-qur’an
4.
Dapat membaca al-qur’an dengan metode qira’ah yang berbeda.
B. Saran- Saran
Demikianlah dalam hal ini penulis akhiri makalah ini tak
lupa mohon maaf kepada semua pihak, kritik dan saran, Penulis harapkan. Demi perbaikan
penulisan makalah ini selanjutnya.
Nur, Muhammad Qadirun. 2001. Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis. Jakarta. Pustaka Amani.
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. 2003. At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an. Jakarta. Darul Kutub Al-Islamiyah.
Al-Qattan, Manna Khalil. 1973. Mabahis Fi Ulumil Qur’an. Surabaya. Al-Hidayah.
Al-Qodi, Abdul Fattah Abdul Ghoni. 2009. Al-Wafi fi Syarhi Asy-Syathibiy. Mesir.
Dar el-Islam.
No comments:
Post a Comment