ZULKHULAFAIR MUCHTAR, seorang
lelaki kelahiran Kota Daeng 12 Februari 1990. Saat ini penulis sedang mengenyam
pendidikan di bangku perguruan tinggi pada jurusan Tafsir Hadis Fakultas
Ushuluddin, Filsafat dan Ilmu Politik. Penulis aktif bergiat di FLP Ranting UIN
Alauddin Makassar dan bercita-cita menjadikan FLP Ranting UIN sebagai cahaya
bagi mahasiswa UIN Alauddin Makassar. Untuk berkenalan lebih jauh dengan
penulis dapat melayangkan message ke alamat e-mail:
zulkhulafairmuchtar@gmail.com
AKIBAT TERPISAH PAKSA DARI ORANG TUA
Oleh: Zulkhulafair Muchtar
AKIBAT TERPISAH PAKSA DARI ORANG TUA
Angin tak memberikan harapan padaku
....
Bulanpun hanya membisu pilu....
Dan lautan tak mempercayaiku....
Akhirnya akupun terbang...
tanpa melihat wajah yang mengharu
biru...
***
Gadis berambut sebahu itu berjalan tanpa memperdulikan ombak
menyibak-nyibak kakinya. Pandangannya lurus dan kosong , wajahnya tak begitu
jelas karena tertutupi rambutnya yang tergerai oleh angin. Kemudian langkahnya
terhenti, dan sekarang dia menghadap lautan biru yang membentang. Wajah itu
terlihat buram dan pandangannya masih terlihat kosong. Dia memejamkan mata, dan
menyadari air matanya menetes perlahan. Deru ombak itu semakin keras terdengar.
“Aku tidak mengerti, mengapa kamu menjadi pendiam seperti
ini?“ Tanya arvel pada regina. Gadis itu hanya tersenyum.
“Kenapa? Aku mempunyai kesalahan sehingga membuatmu seperti
ini? “Tanya lagi. Kali ini gadis itu menatap wajah oriental milik arvel.
Tersenyum lalu berkata “Hmmm... tak ada kesalahan kalau tak ada sebabnya” Arvel
menatap haran. Terdiam melihat mata coklat itu berkaca-kaca. “Dan aku tak
mempunyainya” lanjutnya.
Regina tiba-tiba memeluk tubuh Arvel. Cowok itu mendengus
perlahan. Dadanya terasa lega mendengar kalimat Regina yang terakhir. Tersenyum
dan membalas pelukan Regina, gadis yang telah mengisi cintanya selama 3 bulan
terakhir ini.
* * *
“Ibu...” Gadis bermata coklat itu meringis kasakitan.
“Ibu... sakit...” Wanita paruh baya itu masih menarik rambut
Regina.
“Kau sudah mengerti semuanya! Kenapa kau masih disini ?”
Gertak wanita itu.
“Ibu...” Erangnya menahan sakit dikepalanya.
“Aku ingin bersama ibu, aku tidak mau pergi.”
“Apa kau bilang?” Dengan kasar wanita itu melepas tangannya
dari rambut Regina. Gadis itu menangis.
“Ibu adalah orang tuaku, aku ingin tinggal bersama ibu.”
“Kau masih berani berbicara seperti itu?” Wanita itu
mendekati Regina mencoba menamparnya. Belum wanita itu berhasil menampar
Regina, ada seseorang yang menahan tangan itu.
“Apa yang ibu lakukan pada regina?” Dengan kasar wanita itu
mencoba melepaskan tangannya dari jeratan tangan Fathir.
“Kaka...” Regina memeluk tangan Fathir.
“Kenapa kau melindunginya? Biarkan saja dia !”
“Kenapa ibu berbicara seperti itu? Regina adik Fathir dan
Fathir...” Fathir terdiam sejenak. Dia seperti tak mengenali sosok ibunya itu.
”Kau tau Fathir? Dia bukan adikmu , adikmu sudah mati...”
Fathir terkejut mendengar perkataan ibu yang lebih miripteriakan barusan.
“Tidak mungkin, dia masih tidak percaya apa yang ibu
katakan...”
“Ayahmu telah melakukan kesalahan besar “ kata wanita itu
sembari menyerahkan amplop putih pada Fathir. Fathir menerima amplop itu dengan
tangan gemetar. Dia membuka amplop itu dan mencoba membacanya. Jantungnya
berdebar kencang. Surat itu bertuliskan:
“Untuk ibu dan anak-anakku
tersayang...”
Ayah menulis surat ini hanya untuk
mengungkapkan kebenaran yang telah ayah sembunyikan bertahun-tahun lamanya.
Ibu, maafkan ayah karena tak tahu apa yang harus ayah lakukan saat dokter
mengatakan bahwa kondisi anak kita kritis dan akhirnya meninggal. Ayah tahu ibu
sangat mengharapkan anak kita lahir dengan selamat. Ayah tidak tega melihat ibu
kalau tahu kebenarannya. Entah bagaimana perasaan ibu kalau tahu kebenarannya
saat itu.
Entah dorongan dari mana, ayah rela
menukar data bayi yang berada tak jauh dari anak kita, Regina. Regina kita
sudah meninggal. Dan gadis yang tinggal bersama kita adalah pengganti Regina.
Meskipun Regina bukan anak kandung ayah, namun ayah menyayanginya. Ayah juga
sudah mencari data orang tua kandung Regina, tempat tinggalnya dan dimana
mereka bekerja. Semua data orang tua Regina berhasil ayah temukan. Data itu
ayah tulis dibalik surat ini. Namun, itu hanya untuk diketahui saja. Karena
ayah juga sudah mengatakan hal ini pada orang tua kandung Regina. Dia bersedia
menerima kembali Regina dari tangan kita, ibu harus merelakannya.
Sekian surat dari ayah, sekali lagi
ayah minta maaf kepada ibu. Dan salam maaf kepada Fathir dan khususnya Regina,
ayah telah bersalah mengambilmu dari orang tua kandungmu. Ayah telah
memisahkanmu dari kedua orang tuamu. Maafkan ayah Regina.
Salam
ayah...
Setelah Fathir membaca surat itu, dia
menatap Regina yang menunduk, menangis. Mata Regina telah basah oleh air mata
yang bercucuran. Dia masih tidak percaya kebenaran ini. Regina berlari keluar.
Fathir mengejar regina dan berhasil. Dia mencengkram tangan Regina, gadis itu
merontah.
“Lepaskan...” Suaranya terdengar
parau.
“Regina...” gertak Fathir. Regina
menatap wajah tampan bermata lonjong itu. Regina tetap menangis dan menunduk.
Fathir memeluk Regina.
“Sampai kapan pun kau tetap adikku!
Meskipun kebenaran atau entah itu apa, kau tetap adikku.”
“Kakak...” Fathir melepaskan Regina.
Fathir tersenyum dan mengusap air mata Regina dengan kedua telapak tangannya.
Menyentuh wajahnya beberapa saat.
“Ingatlah , sampai riak ombak tak
lagi terdengar kau tetaplah adikku.”
“Kakak...” Gumam Regina. Tersenyum
meski isak tangis masih terus terdengar.
* * *
“Ayah,
ibu, lihat Regina menemukan kerang!” Gadis itu berlari kearah kedua orang yang
mengumpulkan kerang kedalam karungnya. Kedua orang tua itu menengadah, menatap dan tersenyum melihat
Regina.
“Tak perlu lari-lari seperti itu.” mendengar ayahnya berkata
seperti itu Regina menyeringai lebar.
“Ayah, ibu kerang ini sangat cantik.
Regina belum perna menemukannya , apa ayah dan ibu perna menemukan kerang
seperti ini?” Kagumnya.
“Ibu baru sekali melihatnya, benar
kerang ini sangat cantik. Ayah, lihatlah.” Ibu mencoba menarik ayah supaya
lebih mendekat kearah kerang yang ada ditelapak tangan Regina. Ayah
mengangguk-angguk penuh kekaguman.
“Ayah baru juga melihatnya”.
“Mana coba kulihat” tiba-tiba dari
arah belakang Fathir mengambil kerang yang ada ditangan Regina dan berlari
menjauh dari mereka.
“Kakak....kembalikan kepadaku....”
sambil berlari mengejar Fathir. Kedua orang tua itu tersenyum melihat mereka
berdua.
* * *
Regina kini telah berada dalam mobil
hitam metalik. Air matanya bercucuran, melihat ibu dan Fathir yang beridri
dirumah kayu di tepi pantai. Fathir mencoba tetap tersenyum, meski hatinya tak
sanggup kehilangannya. Sedangkan wanita disampingnya hanya terdiam. Terlihat
jelas matanya yang lebam oleh air matanya.
Mobil melaju, Fathir melambaikan
tangan pada Regina dan melakukan hal yang sama.
“Ibu, kakak , aku akan merindukan
kalian.” Seru regina yang mulai menjauh dari rumah kayu yang telah menjadi
saksi bisu bahwa ia adalah bagian dari keluarga yang mendiami rumah kayu itu.
Regina mendengus keras. Wanita paruh baya dan laki-laki yang menyetir mobil itu
melihat kearah Regina dan tersenyum lalu kembali keposisi semula. Senyum
kerinduan. Mungkin itu yang mereka rasakan saat ini. Regina mencoba menoleh
pada cowok yang ada disampingnya. Hanya terdiam. Cowok itu tidak berani menatap
ke arah Regina, yang telah menghiasi cintanya.
* * *
Regina membuka matanya perlahan.
Dilihatnya lautan biru yang terbentang luas. Mencoba menarik nafas dan
menghembuskannya perlahan. Kini dia harus bisa menerima yang sudah tertulis
digaris takdirnya. Bahwa ia bukan anak kandung dari keluarga rumah kayu. Kebenaran
bahwa dia adalah saudara kandung dari Arvel. Kekasih yang sangat menyayanginya.
Laut kau bisa mendengarku ???....
Aku bisa mempercayaiku....
Karena cintaku padamu....
Kaulah saksi cinta yang menoreh
dihatiku....
Cintaku dilautan biru....
Makassar, September 2013.
No comments:
Post a Comment