Mata Kuliah: Ilmu Hadis
Dosen: Abd. Fattah, S.Th. i, M. Th. I
Jurusan: Tafsir Hadis
Prodi: Ilmu Hadis
HADIST DHAIF DAN
PEMBAGIANNYA
OLEH: KELOMPOK 7
ABDUL RAHMAN (3070112014)
NURUL FIRMAN(30700112024)
IDHAM(3070112021)
JURUSAN TAFSIR HADIS
PRODI ILMU HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN
DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR 2012
II.
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN
Hadis dha’if adalah
salah satu jenis hadis jenis hadis jika dilihat dari segi kualitasnya yang
berarti lemah. Kata dha’if menurut bahasa berarti lemah lawan dari qawiy (kuat), sinonim dari kata marid (sakit). Al-khattabiy menggunakan istilah saqim untuk yang lemah.
Penggunaan istilah marid
dan saqim yang berarti sakit,
tentu pengertian ini bersifat majazi tidak bersifat hakiki. Pengertian sakit
atau sehat pada hakikatnya berhubungan dengan keadaan jasmani atau tubuh
manusia.
Perbedaan antara hadis hasan dan hadis dha’if adalah: hadis hasan
diantara periwayatnya ada yang tidak sempurna ke-dabit-annya tetapi syarat lainnya terpenuhi, sedangkan hadis dha’if diantara periwayatnya ada yang
tidak sempurna sifat keadilannya, dan apabila salah satu atau seluruh criteria
keshahihan hadis tidak terpenuhi,
maka hadis tersebut jatuh menjadi dha’if.
A. DHA’IF KARENA KETERPUTUSAN SANADNYA[1]
Keguguran dalam
sanad ada dua macam:
1.
Keguguran
secara zhahir dan dapat diketahui oleh ulama hadist karena faktor perawi yang
tidak pernah bertemu dengan guru (syaikhnya), atau tidak hidup di zamannya.
Keguguran sanad dalam hal ini, ada
yang gugur pada awal sanad,atau akhirnya, atau tengahnya.Para ulama memberikan
nama hadist yang sanadnya gugur secara zhahir tersebut itu dengan 4 istilah
sesuai dengan tempat dan jumlah perawi yang gugur:
a)
MU’ALLAQ
Defenisi
Muallaq Menurut bahasa adalah isim maf’ul yang berarti terikat dan
tergantung.Sanad yang seperti ini disebut Mu’allaq karena hanya terikat dan
tersambung pada bagian atas saja sementara bagian bawahnya terputus, sehingga
menjadi seperti sesuatu yang tergantung pada atap dan yang semacamnya.Hadist
Mu’allaq menurut istilah adalah hadist yang gugur perawinya,baik seorang,baik
dua orang,baik semuanya pada awal sanad secara berurutan.Contohnya Bukhari
meriwayatkan dari Al-Majisyun dari Abdullah bin Fdhl dari Abu Salamah dari Abu
Hurairah Radhiallahuanhu, dari Nabi
shallallahu Alaihi Wasallam Bersabda, yang artinya “
Janganlah kalian melebih-lebihkan diantara para nabi.” Pada
hadist ini,Bukhari tidak pernah
bertemu Al-Majisyun”
Hukumnya:
Hadis
mu’allaq adalah hadis yang mardud (ditolak) karena gugur dan hilang
salah satu syarat diterimanya suatu hadis yaitu bersambungnya sanad, dengan
cara menggugurkan seorang atau lebih dari sanadnya tanpa dapat kita ketahui
keadaannya.
Hadit-hadis Mu’allaq dalam Shahih Bukhari dan Muslim
Dalam
Shahih Bukhari terdapat banyak hadis mu’allaq,
namun hanya terdapat pada judul dan mukaddimah bab saja. Tidak terdapatsama
sekali hadis mu’allaq pada inti dan
kandungan bab. Adapun Shahih Muslim, hanya terdapat satu hadis saja, yaitu pada
bab tayammum.
Hukum hadis Mu’allaq dalam Shahih Bukhari dan Muslim:
a) Jika diriwayatkan dengan tegas dan
jelas yakni dengan shigat jazm (kata
kerja aktif) seperti: qala (dia telah
berkata), dzakara (dia telah
menyebutkan), dan haka (dia telah
bercerita), maka hadisnya dihukumi shahih.
b) Jika diriwayatkan dengan shigat tamridh (kata ketrja pasif) seperti: dikatakan, disebutkan, dan diceritakan, maka
tidak dipandang shahih semuanya, akan tetapi ada yang shahih, hasan dan dha’if.
Hanya saja tidak terdapat didalamnya hadis yang dha’if karena keberadaannya
dalam kitab yang dijuluki dengan “Shahih”.
b)
MURSAL
Defenisi
Mursal menurut bahasa isim
maf’ul yang berarti yang dilepaskan. Sedangkan hadis Mursal menurut pengertian
istilah adalah hadis yang gugur perawi
dari sanadnya setelah tabi’in, seperti bila seorang tabi’in mengatakan,
“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda bagini atau berbuat seperti ini.”
Contohnya
Diriwayatkan
oleh Imam Muslim dalam shahihnya pada
kitab Al-Buyu’ berkata: telah
bercerita kepadaku Muhammad bin Rafi’, (ia mengatakan) telah bercerita kepada
kami Hujain, (ia mengatakan) telah bercerita kepada kami Laits dari Aqil dari
Ibnu Syihab dari Said bin Al-Musayyib ,
“bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam telah melarang Muzabanah
(jual beli dengan cara borongan hingga tidak diketahui kadar timbangannya).
Said
bin Al-Musayyib adalah seorang tabi’in senior, meriwayatkan hadis ini dari Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam tanpa
mnyebutkan perantara antara dia dan Nabi. Maka sanad hadis ini telah gugur pada
akhirnya, yaitu perawi setelah tabi’in. setidaknya telah gugur dari sanad ini
sahabat yang meriwayatkannya. Dan sangat mungkin telah gugur pula bersamanya
perawi lain yang selevel dengannya dari kalangan tabi’in.
Inilah
hadis Mursal menurut ahli hadis. Sedangkan menurut ulama
fikih dan ushul fikih lebih umum dari itu, bahwa setiaphadis yang Munqhati’ menurut mereka adalah Mursal.
Hukumnya
1. Jumhur (mayoritas) ahli hadis dan
ahli fikih berpendapat bahwa hadis mursal
adalah dha’if dan menganggapnya
sebagai bagian dari hadis yang mardud.
(tertolak), karena tidak diketahui kondisi perawinya.
2. Pendapat lain mengatakan bahwa hadis
mursal adalah shahih dan dapat
dijadikan sebagai hujjah, terlebih lagi jika tabi’in tidak meriwayatkan kecuali
dari orang-orang yang tsiqah dan
dapat dipercaya.
3. Imam As-Syafi’I berpendapat bahwa hadis-hadis
mursal para tabi’in senior dapat
diterima apabila terdapat hadis mursal dari
jalur lain meskipun mursal juga, atau
dibantu dengan perkataan sahabat (qaul
ash-shahaby).
Mursal
Shahabi (Mursal yang diriwayatkan oleh sahabat)
Jumhur
Muhadditsin (ulama hadis) dan ulama ushul fikih berpendapat
bahwa mursal shahabi adalah shahih
dapat dijadikan sebagai hujjah, yaitu apa yang dikhabarkan oleh seorang sahabat
tentang sesuatu yang telah dikerjakan oleh Nabi atau semisalnya, yang
menunjukkan bahwa dia tidak menyaksikan
c)
MU’DHAL
Definisi
Mu’dhal
secara bahasa adalah sesuatu yang dibuat lemah dan letih.disebut
demikian,mungin karena para ulama hadist
dibuat lelah dan letih untuk mengetahuinya karena beratnya ketidakjelasan dalam
hadist itu.adapun menurut istilah ahli hadist adalah: “hadist yang gugur
pada sanadnya dua atau lebih secara berurutan.
Contohnya:
Diriwayatkan
oleh Al-hakim dalam kitab “Ma”rifat ulum Al-Hadist“ dengan sanadnya
kepada Al-Qa’naby dari malik bahwasanya dia menyampaikan, bahwa Abu Hurairah
berkata, Rasulullah bersabda,
للمملوك طعامه وكسو ته باامعروف ولا يكلف من العمل الا ما يطيق
Artinya: “Seorang hamba sahaya berhak
mendapatkan makanan dan pakaian sesuai kadarnya baik,dan tidak di bebani
pekerjaan melainkan apa yang dia mampu mengerjakannya” Al-Hakim berkata,
“hadist ini mu’dhal dari malik dalam kitab Al-Muwaththa
Hadist ini kita dapatkan bersambung sanadnya pada
kita selain Al-Muwathatha, diriwayatkan dari malik bin Anas dari Muhammad bin
Ajlan,dari bapaknya,dari Abu hurairah.Letak kemu’dhalannya karena gugurnya dua
perawi dari sanadnya yaitu Muhammad bin Ajlan dan bapaknya.Kedua perawi
tersebut gugur secara berurutan.
Hukumnya
Para ulama sepakat bahwasanya hadits Mu’dhal
adalah dhaif,lebih buruk statusnya daripada Mursal dan Munqathi’,karena
sanadnya banyak yang terbuang.
Hubungan Antara
Mu’allaq dan Mu’dhal
Antara Mu’dhal dengan Mu’allaq ada kaitan
secara umum dan khusus:
1.
Mu’dhal dengan
Mu’allaq bertemu dalam satu bentuk,yaitu jika dihilangkan pada permulaan
sanadnya dua orang perawi secara berurutan,maka dalam khasus seperti ini hadist
itu menjadi Mu’dhal dan Mu’allaq pada saat yang bersamaan
2.
Antara keduanya
terdapat perbedaan:
a.
Jika pada tengah
isnadnya dihilangkan dua orang perawi secar berurutan,maka disebut Mu’dhal,
dan bukan Mu’allaq
b.
Jika seorang perawi
saja yang di hilangkan pada awal isnadnya maka disebut Mu’allaq dan bukan
Mu’dhal.
d) MUNQATHI’
Definisi
Munqathi’
menurut bahasa Isim fa’il yang berarti terputus, lawan kata dari muttashil
bersambung.
Sedangkan menurut istilah, para ulama
terdahulu mendefinisikannya sebagai: “hadist yang sanadnya tidak bersambung
dari semua sisi”,Ini berarti bahwa sanad hadist yang tidak terputus,baik dari
awal sanad,atau tengah,atau akhirnya,maka menjadi hadist munqathi’ meliputi Mursal,Muallaq,
dan Mu’dhal.
Dan para
ulama hadist belakangan mendefinisikan hadist munqathi’ sebagai” satu hadist
yang di tengah sanadnya gugur seorang perawi atau beberapa perawi tetapi tidak
berturut-turut.”Jadi yang gugur adalah satu saja ditengah sanadnya,atau dua
tetapi tdk berturut-turut pada dua tempat dari sanad,atau lebih dari dua tetapi
tidak berturut-turut juga. Dan atas dasar ini,maka munqathi’ tidak mencakup
nama mursal mu’allaq atau mu’dhal.
Contohnya:
Diriwayatkan
Abu Dawud dari Yunus bin Yazid dari Ibn Shihab bahwasanya Umar bin khattab Radhiyallahu’anhu
berkata sedang dia berada di atas mimbar, ”Wahai manusia,sesungguhnya
ra’yu (pendapat rasio) itu jika berasal dari rasulullah maka ia akan
benar,karena Allah yang menunjukinya,sedangkan ra’yu yang berasal dari kita
adalah zan {prasangka} dan berlebih-lebihan. Hadist ini jatuh dari tengah
sanadnya satu perawi,karena ibn syihab tidak bertemu Umar radiallahu’anhu.
Hukumnya:
Para ulama telah sepakat
bahwasanyahadist munqathi’ itu dhaif, karena tidak diketahui keadaan perawi
yang dihapus (majhul)
Tempat-tempat yang diduga terdapatnya hadist-hadist munqathi,mu’dhal
dan mursal
1. Kitab
“As-sunan” karya Sa’id bin Manshur
2. Karya-karya
Ibn Abi Ad-dunya.
Mudallas
Menurut bahasa adalah isim maf’ul dari
“al-tadlis” , dan tadlis dalam bahasa adalah penyembunyian aib barang dagangan
dari pembeli. Diambil dari kata “ad-dalsu” yaitu kegelapan atau percampuran kegelapan,
maka seakan-akan seorang mudallis karena penutupannya terhadap orang
yang memahami hadist telah menggelapkan perkaranya maka hadist itu menjadi
gelap. Tadlis menurut istilah:” Penyembunyian aib dalam hadist dan menampakkan
kebaikan pada zhahirnya.”
Pembagian Tadlis
Tadlis ada 2 macam: Tadlis
Al-Isnad dan Tadlis Asy-Syuyukh.
Tadlis Al-Isnad adalah bila
seorang perawi meriwayatkan hadist dari orang yang dia temui apa yang dia tidak
dengarkan darinya,atau orang yang hidup semasa dengan perawi namun dia tidak menjumpainya,dengan menyamarkan bahwa
dia mendengarnya darinya,seperti dia mengatakan, “dia fulan”….”, atau yang
semisal dengan itu dan dia tidak menjelaskan bahwa ia telah mendengarkan
langsung dari orang tersebut.
Contohnya:
Diriwayatkan oleh Al-Hakim dengan
sanadnya kepada Ali bin Khusyrum dia berkata, “Telah meriwayatkan kepada kami
Ibnu ‘Uyainah, “Dari Az-Zuhri…,” maka dikatakan kepadanya, “Apakah anda telah
mendengarnya dari Az-Zuhri?” Dia menjawab: “Tidak, dan tidak pula dari orang
yang mendengarnya dari Az-Zuhri.
Sufyan bin ‘Uyainah –
sebagaimana Anda lihat-dia hidup semasa Az-Zuhri dan dia pernah
menjumpainya,tetapi Ia tidak mendengar darinya,namun ia mendengar dari Ibnu
Razzaq dan Abdur Razzaq mendengar dari Ma’mar, dan Ma’mar inilah yang mengambil
dari Az-Zuhri dan mendengar darinya.
.
Tadlis Taswiyah
Diantara tadlis isnad ada yang
dikenal dengan tadlis taswiyah. Yang memberikan nama demikian adalah Abu
Al-Hasan bin Al-Qaththan. Defenisinya adalah:periwayatan rawi akan sebuah
hadist dri syekhnya, yang disertai dengan pengguguran perawi yang dhaif yang
terdapat diantara dua perawi yang tsiqoh yang pernah bertemu, demi memperbaiki
hadist tersebut.
Contohnya:
Diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dalam
kitab “Al-Illal” , dia berkata “Aku telah mendengar bapakku – lalu ia
menyebutkan hadist yang diriwayatkan Ishaq bin Rahawaih dari Baqiyyah[2], (ia
mengatakan) telah menceritakan kepadaku Abu Wahb Al-Asyady dari Nafi’ dari ibn
Umar sebuah hadist, “Janganlah kamu memuji
keislaman seseorang hingga engkau mengetahui simpul pendapatnya.”
Bapakku berkata, “Hadist ini mempunyai masalah yang jarang orang
memahaminya. Hadist ini diriwayatkan oleh Ubaidillah bin Amru dari Ishaq bin
Abi Farwah dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallama ,
dan ubaidillah bin Amru gelarnya adalah Abu wahb dan dia seorang asady (dari
kiblah Asad), maka baqiyyah sengaja menyebut namanya hanya dengan gelar dan
penisbatannya kapada Bani Asad agar orang-orang tidak mengetahuinya. Sehingga
apabila dia meninggalkan Ishaq bin Abi Farwah, ia tidak dapat dilacak.”
Hukumnya:
Tadlis
taswiyah meskipun
dalam termasuk dalam tadlis isnad, namun dia yang paling buruk diantara
macam-macam tadlis. Al-Iraqi berkata, “(Jenis Tadlis) ini mencemarkan siapa
yang sengaja melakukannya.” Dan diantara orang yang paling sering melakukannya
adalah Baqiyyah bin Al-Walid. Abu mishar berkata, “Hadist-hadist Baqiyyah
tidaklah bersih maka berjaga-jagalah engkau darinya.”
B.
DHAIF KARENA CACAT
Sebab-sebab
Cacat pada perawi
Sebab-sebab
cela pada perawi yang berkaitan dengan
ke’adalahan perawi ada lima, dan yang berkaitan dengan kedhabithannya
juga ada lima
a)
Adapun yang berkaitan dengan ke”adalahannya, yaitu:
1.
Dusta
2.
Tuduhan berdusta
3.
Fasik
4.
Bid’ah
5.
Al-jahalah
b)
Dan yang berkaitan dengan kedhabitannya,yaitu:
1.
Kesalahan yang sangat buruk
2.
Buruk hafalan
3.
Kelalaain
4.
Banyaknya waham
5.
Menyelishi para perawi yang tsiqoh
Dan
berikut ini macam-macam hadist yang di karenakan sebab-sebab di atas:
MAUDHU’ [3]
Apabila
sebab kecacatan pada perawi itu disebabkan
oleh kedustaan atas Ratsulullah SAW, maka hadistnya dinamakan “Maudhu”
Pengertian
Maudhu’
menurut bahasa artinya sesuatu yang diletakkan sedangkan menurut istilah:
“sesuatu yang diciptakan dan dibuat-buat lalu dinisbatkan kepada Rasulullah
secara dusta.”Hadist ini adalah yang paling buruk dan jelek diantara
hadist-hadist lainnya.
Hukum
meriwayatkannya
Para ulama
sepakat bahwasanya diharamkan meriwayatkan hadist maudhu’ dari orang yang
mengetahui kepalsuannya dalam bentuk apapun, kecuali disertai dengan penjelasan
akan maudhuannnya, berdasarka sabda Nabi SAW,
من حد ث عني بحديث يرى انه كز ب فهو ا
حد اللكا ذ بينز
“Barang
siapa yang menceritakan hadist dariku
sedangkan dia mengetahui bahwa itu dusta, maka dia termasuk para
pendusta.”(HR.Muslim)
Motivasi-motivasi yang mendorong melakukan pemalsuan
1. Cerita-cerita
dan nasehat
Para tukang cerita ingin menarik perhatian orang
awam untuk mengajak mereka kepada kebaikan dan menghindari kemungkaran.Untuk
maksud itu mereka memalsukan hadist yang dinisbatkan kepada Rasulullah,dengan
tjuan mencari penghidupan.
2. Membela
suatu Madzhab
Khususnya madzhab kelompok politik pasca terjadinya
fitnah,dan yang paling banyak melakukan kebohongan adalah kelompok Syiah
Rafidhah.Imam Malik ketika ditanya tentang mereka ,mengatakan,”jangan mengajak
bicara dan jangan meriwayatkan dari mereka karena para pendusta.” Contoh hadist
buatan mereka adalah: “aku (Muhammad) adalah timbangan ilmu,dan Ali
sebagaipiringan timbangannya,Hasan dan Husain sebagai benang-benangnya,Fatimah
sebagai pengaitnya,dan para Imam sebagai tiang penimbang amalan orang-orang
yang mencintai kami dan orang-orang yang membenci kami.
3. Zindiq
Para pemimpin dan penguasa negeri yang ditaklukkan telah
tunduk pada kekuasaan islam,akan tetapi mereka masih memendam ras kedengkian
dalam hati,namun mereka tidak terang-terangan memusuhinya,akhirnya mereka
memalsukan hadist yang berisi kelemahan dan ejekan yang tujuannya merusak
agama, seperti: “Allah telah menciptakan malaikat dari keduabulu siku dan
dada-NYa. “Dan “Melihat wajah yang cantik adalah ibadah
Matruk
Pengertiannya
Al-Matruk menurut bahasa artinya yang dibuang,yang ditinggalkan.
Sedangkan menurut istilah adalah “hadist yang didalam sanadnya terdapat
seorang perawi yang dituduh berdusta.”Tuduhan berdusta kepada perawi karena
salah satu dari dua hal berikut ini:
Pertama, hadist itu tidak diriwayatkan kecuali dari jalur
dia saja,dan bertentangan dengan kaidah-kaidah umum yang digali oleh para ulama
dari nash-nash syar’i.
Kedua, dikenal berdusta dalam perkataan biasa,tetapi tidak
nampak kedustaannya.
Contohnya:
Hadist Amru bin Syamr
Al-Ju’fi Al-Kufi Asy-syi’I dari Jabir,dari abu Thufail, dari Ali an Ammar
keduanya berkata, “Adalah Nabi Shallalahu Alaihi Wasallama melakuka
qunut pada saat fajar,dan bertakbir pada hari arafah dalam sholat zhuhur dan
memotong sholat ashar pada akhir hari tasriq.’
Imam An-Nasa’I dan
Ad-Daruquthni dan ulama lainnya berkata tentang amru bin syamr, “Hadistnya
Matruk.”
Dan jika hadist maudhu’ adalah seburuk-buruk tingkatan dhaif, maka
hadist matruk pada peringkat berikutnya.
Munkar
Apabila sebab kecacatan
perawi adalah karena banyaknya kesalahan,sering lupa,atau kefasikan,maka
dinamakan hadist munkar.
pengertiannya
Munkar menurut bahasa adalah isim
maf’ul dari kata “al-inkar
lawan kata dari”al-iqrar (pengakuan)
Adapun hadist munkar
menurut istilah,para ulama mendefenisikannya dengan dua pengertian berikut ini:
Pertama: yaitu sebuah hadist dengan perawi tunggal yang
banyak kesalahan dan kelalaiannya,atsau Nampak kefasikannya atau lemah
ketsiqahannya.
Contohnya:
Diriwayatkan oleh An-Nasa’I dan Ibnu Majah dari riwayat Abi Zakir Yahya
bin Muhammad bin Qais,dari Hisyam bin Urwah, dari bapaknya dari Aisyah secara
mar’fu’,
Makanlah balah (kurma mentah) dengan tamr (kurma
matang),karena syetan akan marah jika anak adam memakannya.”
An-Nasa’i berkata, ini
hadist munkar, Abu zakir
meriwayatkannya sendiri,dia adalah seorang syekh yang shaleh,imam Muslim
meriwayatkannya dalam mutaba’at. Hanya saja ia tidak sampai pada derajat
perawi yang dapat meriwayatkan hadist secara sendiri.
Kedua: Yaitu sebuah hadist yang diriwayatkan oleh
perawi yang lemah dan bertentangan dengan riwayat perawi yang tsiqah.
Contohnya:
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Hatim dari jalur Habib bin Habib Az-Zayyat-tridak-Tsiqah-dari Abu Ishaq
dan Aizar bin, dari Ibnu Abbas, dari Nabi shallallahu alaihi wasallama
bersabda,
Barang siapa yang mendirikan shalat, menunaikan
zakat,melaksanakan haji,berpuasa,dan menghormati tamu,dia masukm surga.
Abu Hatim berkata, “Hadist ini Munkar, karena para perawi yang
tsiqah selain (Habib Az-Zayyat) meriwayatkannnya dari Abu Ishaq hanya sampai
kepada sahabat (mauquf), dan diriwayat inilah yang dikenal.”
Dan hadist Munkar sangat lemah,menempati urutan setelah matruk.
Dan karena definisi kedua dari hadist munkar adalah lawan dari
hadist yang Ma’ruf maka berikut ini kami sebutkan tentang penjelasan
tentang hadist yang ma’ruf , meskipun ia termasuk hadist yang makbul
dapat dijadikan sebagai hujjah.
MA’RUF
Pengertiannya :
Al-Ma’ruf artinya yang
dikenal atau yang terkenal dan menurut bahasa berbentuk isim maf’ul.
Dan hadist ma’ruf menurut
istilah adalah “sebuah hadist yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah, yang
bertentangan dengan yang diriwayatkan oleh perawi yang lemah.”
Contohnya:
Hadist yang diriwayatkan
sebaian perawi tsiqah pada hadist Habib bin Habib Az-Zayyat-yang
tersebut diatas-dari Abu Ishaq, dari Al-Aizar bin Harits, dari Ibnu Abbas Radhiyallahuanhuma
secara maukuf (hanya sampai kepada sahabat),tidak dimarfu’kan kepada
Nabi Shallallahu alaihi wasallam, artinya bahwa perkataan ini tidak di
nisbatkan kepada Nabi, tetapi dinisbatkan oleh Ibnu Abbas.
Maka, Habib tidak tsiqah,
dan ia telah memarfu’kan hadist lalu menjadikannya sebagai perkataan
Rasullullah Shallallahu Alaihi Wasallam , sedangkan sebagian perawi
tsiqah menjadikannya sebagai hadist yang maukuf. Maka terjadilah
perselisihan.
Berdasarkan contoh ini, maka
hadist yang datang dari jalur para perawi yang tsiqah dinamakan ma’ruf,dan
yang datang dari perawi yang tidak tsiqah dinamakan Munkar.
MU’ALLAL
Apabila sebab kecacatan pada perawi itu adalh wahm
(keraguan), maka hadistnya dinamakan mu’allal.
Pengertiannya
Mu’allal menurut bahasa artinya yang
ditimpa penyakit.
Hadist Mu’allal menurut
istilah adalah “hadist yang zhahirnya shahih, tetapi setelah di periksa
terdapat ‘illat yang dapat merusak keshahihan hadist itu.Illat
adalah sebab tersembunyi yang dapat merusak keshahihan sebuah hadist.
Salah satu hal yang paling menolong untuk mengetahui ‘illat sebuah
hadist adalah bila si perawi meriwayatkan hadist itu sendiri, atau riwayat
orang lain menyelisihi hadit yang ia riwayatkan,atau indikasi lainnya yang
hanya diketahui oleh orang yang ahli dalam ilmu ini,seperti terjadinya keraguan
dan kesamaran pada perawi. Ini dapat dilakukan baik dalam menyingkap hadist
yang sebenarnya mursal, atau memarfu’kan hadist yang mauquf,atau memasukkan
suatu hadist kedalam hadist yang lain,atau pengaburan serupa itu.
Dan illat kadang tedapat
pada sanad,dan kadang terdapat pada matan,dan kadang terdapat pada keduanya
secara bersamaan.
MUKHALAFAH LI ATS-TSIQOT (Menyelisihi Perawi yang Lebih
Kuat)
Apabila sebab kecacatan pada perawi karena penyelisihannya terhadap
periwayatan yang lebih tsiqah, maka akan menghasilakn empat macam pembahasan
ilmu hadist,yaitu: Mudraj, Maqlub,
Mazid fi Muttasil As-Sanad,Mudhtharib dan Mushahhaf.
1.
Jika penyelisihan terjadi dengan pengubahan bentuk
sanad atau penggabungan mauquf dengan marfu’, maka dinamakan mudraj.
2.
Jika penyelisihan terjadi dengan mendahulukan atau
mengakhirkan hadist, maka dinamakan Maqlub.
3.
Jika penyelisihan terjadi dengan penambahan seorang
perawi, maka dinamakan Al-Mazid fi
Muttasil As-sanad.
4.
Jika penyelisihan terjadi dengan penggantian perawi
dengan perawi yang lain atau dengan
terjadinya pertentangan dalam matan tanpa ada yang mentarjihkan, maka dinamakan
mudhtharib.
5.
Jika penyelisihan terjadi dengan pengubahan lafazh
dengan bentuk yang tetap maka dinamakan mushahhaf.
C.
Kehujjahan hadis dhoif
Hadis dhoif ada
kalanya tidak bisa ditolerir kedhoiffannya misalnya karena kemaudhu’annya, ada
juga yang bisa tertutupi kedhoiffannya(karena ada faktor yang lainnya). Untuk
yang pertama tersebut, berdasarkan kesepakatan para ulama hadis, tidak
diperbolehkan mengamalkannya baik dalam penetapan hukum-hukum,akidah maupun
fadhail al ‘amal.
Sementara untuk jenis yang kedua dalam hal kehujjahannya hadis dhoif tersebut ,ada yang berpendapat menolak secara mutlak baik unuk penetapan hukum-hukum,akidah maupun fadhail al ‘amal dengan alasan karena hadis dhoif ini tidak dapat dipastikan datang dari Rosulullah SAW. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah imam al Bukhari,imam muslim, dan Abu bakr abnu Al ‘Ar.
Sementara bagi kelompok yang membolehkan beramal dengan hadis dhoif ini secara mutlak adalah imam Abu Hanifah, An-Nasa’i dan juga Abu dawud. Mereka berpendapat bahwa megamalkan hadis dhoif ini lebih disukai dibandingkan mendasrkan pendapatnya kepada akal pikiran atau qiyas. Imam ibnu Hambal,Abd Al-Rahman ibn Al-Mahdy dan Abdullah ibn Al mubarak menerima pengalaman hadis dhoif sebatas fadhail al ‘amal saja,tidak termasuk urusan penetapan hukum seperti halal dan haram atau masalah akidah.
Al-Qasiny memaparkan pendapat-pendapat ulama hadis yang lain tentang penerimaan terhadap hadis dhoif ini, yang juga tidak jauh berbeda dengan pemaparan di atas. Misalnya, ia mengutip pendapat ibnu Sholeah bahwa ia sendiri dalam kitabnya yang biasa dikenal ‘’Muqaddimah Ibnu Al-Sholah’’ tidak banyak mengulas tentang hal ini, selain kata ‘’hendaknya tentang fadhail dan semisalnya’’. Sementara Ibnu Hajar mengemukakan tiga syarat yang harus ada pada hadis dhoif yang bisa diterima dan diamalkan,yaitu:
- pertama, tingkat kelemahannya tidak parah: orang yang meriwayatkan bukan termasuk pembohong atau tertuduh berbohong atau kesalahannya banyak.
- Kedua, tercakup dalam dasar hadis yang masih dibenarkan atau tidak bertentangan dengan hadis yang shohih(yang bisa diamalkan), ketiga, ketika mengamalkannya tidak seratus persen meyakini bahwa hadis tersebut benar-benar datang dari Nabi SAW,tetapi maksud mengamalkannya semata-mata untuk ikhtiyath
Sementara As-Suyuti sendiri cendrung membolehkan beramal dengan hadis dhoif termasuk dalam masalah hukum dengan maksud ikhtiyath. Ia mendasarkan pada pendapat Abu Daud, Iama ibn Hambal yang berpendapat bahwa itu lebih baik dibanding menggunakan akal atau rasio atau pendapat seseorang.
E.
Kitab-kitab yang memuat hadis dhoif
Kitab-kitab
yang memuat dan membahas hadis dhoif diantaranya adalah sebagai berikut:
- Kitab ad-dlu’afa karya ibnu hibban,kitab ini memaparkan hadis yang menjadi dhoif karena perawinya yang dhoif.
- Kitab Mizan-al-i’tidal karya adz-Zahabi,karya ini juga memaparkan hadis yang menjadi dhoif karena perawinya yang dhoif
- Kitab al-Marasil karya Abu Daud yang khusus memuat hadis-hadis dhoif.
- Kitab al-‘ilal karya ad-Daruquthni,juga secara khusus memaparkan hadis yang menjadi dhoif karena perawinya yang dhoif.
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Hadis dhoif merupakan hadis yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shohih dan syarat-syarat hadis hasan. Hadis dhoif ini memilki penyebeb mengapa bisa tertolak di antaranya dengan sebab-sebab dari segi sanad dan juga dari segi matan.
- Kriteria hadis dhoif adalah karena sanadnya ada yang tidak bersambung,kurang adilnya perawi,kurang dhobiyhnya perawi dan Ada syadz dalam hadis tersebut.
- Hadis dhoif terbagi menjadi beberapa kelompok baik itu yang didasarkan pada pembagian berdasarkan sanad hadis atau juga matan hadis.
- Dalam menyikapi penerimaan dan pengamalan hadis dhoif ini terhadi khilafiah di kalangan ulama,ada yang membolehkannya dan ada juga yang secara mutlak tidak membolehkan beramal dengan hadis dhoif tersebut.
- Kitab yang memuat hadis dhoif adalah Mizan-al-i’tidal karya adz-Zahabi,Kitab ad-dlu’afa karya ibnu hibban, Kitab al-Marasil karya Abu Daud, Kitab al-‘ilal karya ad-Daruquthni.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Majid
Khon, Abdul. 2010. Ulumul Hadis. Jakarta: Sinar Grasika offset
2.
Solahuddin,
Agus dan Agus Suyadi. 2009. Ulumul Hadis. Pustaka Setia
3.
Al-Qathan,
Syaikh Manna. 2009. Pengantar Studi Ilmu Hadis. Pustaka Al-Kautsar.
[1] Nuzhat An-Nazhar hal.35 dan seterusnya,dan Taysir
Musthalah Al-hadist hal.67 dan seterusnya
[2]
Baqiyyah Al-Walid dikenal sebagai alah satu perawi yang banysak melakukan
tadlis (Edt)
[3] Tadrib
Ar-Rawi hal.178,Al-Ba’its Al-Hadist hal.78, Taisir Mushthalah Al-hadist hal.89
Postingannya sangat bermanfaat.
ReplyDeletekebetulan sekali saya punya tugas makalah ilmu hadits dengan tema hadits dhaif dan pembagiaannya. Saya juga dari UIN Alauddin Mks ang. 2012..
Kunjungi juga blog ku di >> http://nhurelnuyyuabbass.wordpress.com