MAKALAH DISKUSI
TAKHRIJ HADITS
MATA KULIAH ILMU HADITS
DISUSUN OLEH
NUR KHOLIS
HARIYADIN
AHMAD HUMAID
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh………….
Segala puji bagi
Allah Swt, yang tak henti-hentinya melimpahkan rahmat, hidayah dan nikmatnya
kepada manusia dan alam semesta, sehingga kita
masih dapat meluangkan waktu kita untuk beribadah dan senantiasa
berusaha untuk mencapai tingkat taqwa yang sempurna disisi-Nya.
Shalawat serta salam
semoga tercurhakan kepada junjungan baginda Rasulullah SAW, teladan setiap
manusia dalam meraih sikap sabar, syukur dan ikhlas dalam meniti Sunnah Beliau.
Beserta keluarga, sahabat dan oarang-orang yang mengikutinya hingga akhir
zaman.
Alhamdulillah, atas izin-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang
membahas tentang pengertian
TAKHRIJ HADITS,
serta metode-metode takhrij hadits. Makalah ini sengaja kami susun sebagai bahan kuliah
dan diskusi pada tatap muka perkuliahan. Tentu saja, kehadiran makalah ini sama
sekali tidak dimaksudkan membelenggu minat mahasiswa untuk membaca
makalah-makalah lainnya.
Penyusun berharap
agar para pembaca memberikan kritik dan masukan yang positif serta
saran-sarannya untuk kesempurnaan makalah ini.
Merupakan suatu
harapan pula, semoga makalah ini tercatat sebagai amal kebaikan dan menjadi
motivator bagi penyusun untuk selalu menyusun makalah lain yang lebih baik dan
bermanfaat. Amiin.
Makassar, 2 November
2012
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………...................................................
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………...................................................
BAB
I PENDAHULUAN………………………………………………………………...............................................
A. Latar
Belakang……………………………………………………………………...................................................
B. Rumusan
Masalah.....................................................................................................................
C. Tujuan Penulisan Makalah.......................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN.…………………………………………………………………...............................................
A. Pengertian Takhrij Hadits..........................................................................................
B. Tujuan
takhrij
Hadits.................................................................................................
C. Macam-macam Takhrij
Hadits...................................................................................
D. Metode
Takhrij
Hadits...............................................................................................
E. Manfaat
Takhrij Hadits...............................................................................................
BAB
III PENUTUP………………………………………………………………………………………………………….
Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………………………
Saran-saran………………………………………………………………………………………………………………………
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Hadits
merupakan sumber hukum islam ke-2 setelah Al-Qur’an, karena ia mempunyai
peranan penting, terutama sebagai hujjah dalam menetapkan hukum. Oleh
karena itu validasi sebuah hadits harus menjadi perhatian. Hadits mempunyai
tiga unsur penting yakni, sanad, matan dan perawi. Sebuah hadits
belum dapat ditentukan apakah boleh diterima (maqbul) secara baik atau
ditolak (mardud) sebelum keadaan sanadnya, apakah mereka muttashil ataukah
munqathi’. Sanad berperan menentukan nilai hadits, karena sanad adalah
matarantai para perawi yang mengantarkan sebuah matan. Sedangkan matan merupakan
lafadh yang menunjuk pada isi sebuah hadits. Dari segi periwayatannya,
posisi dan kondisi para perawi yang berderet dalam sanad sangat menentukan
status sebuah hadits, apakah ia shahih, dla’if, atau lainnya. Dengan
demikian ke-a’dalah-an, ke-tsiqoh-an dan ke-dlabith-an
setiap perawi sangat menentukn status hadits.
Diantara kita terkadang memperoleh
atau menerima teks, baik dalam majalah maupun buku-buku agama bahkan dalam
sebagian kitab karya Ulama’ Klasik, yang dinyatakan sebagi hadits tetapi tidak
disertakan sanadnya bahkan tidak pula perawinya. Maka
untuk memastikan apakah teks-teks tersebut benar merupakan hadits atau tidak,
atau jika memang hadits maka perlu diketahui statusnya secara pasti, siapa
perawinya dan siapa-siapa sanadnya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka
teks tersebut harus diteliti atau dilacak, darimana teks tersebut diambil
(menunjuk pada kitab sumbernya sekaligus siapa perawinya), dan bagaimana
keadaan para perawi dalam sanad setelah ditemukan sanadnya. Hasilnya akan
diketahui sumber teks (kitab dan penulis atau perawi), maupun sanadnya jika
teks pun diketahui apakah sahih atau tidak. Pelacakan seperti itulah namanya
penelitian hadits (takhrij al-hadits). Disini penulis akan sedikit
memaparkan segala sesuatu mengenai takhrij al-hadits dan tersusun
rumusan masalah sebagai berikut.
B. Rumusan Masalah
- Apa itu pengertian takhrij al-hadits ?
- Apa tujuan takhrij itu ?
- Ada berapa macam takhrij itu ?
- Bagaimana metode-metode takhrij itu ?
- Apa manfaat takhrij itu ?
C. Tujuan Penulisan Makalah
- Untuk menjelaskan pengertian takhrij al-hadits.
- Memaparkan tujuan takhrij, macam-macam takhrij dan contohnya.
- Menjelaskan metode ilmu takhrij dan manfaatnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Takhrij Al-Hadits
Secara etimologis takhrij (تَخْرِيجُ)
berasal dari kata kharaja (خَرَّج)
yang berarti tampak atau jelas. Seperti : (خَرَّجَتِ السَّمَاءُ خُرُوْجًا) artinya langit tampak cerah
setelah mendung.
Secara terminologis takhrij menurut ahli
hadits berarti bagaimana seseorang menyebutkan dalam kitab karangannya suatu hadits
dengan sanadnya sendiri. Jadi, ketika dikatakan : (هَذَالحدِيْتُ اَخْرجَهُ فُلاَنٌ) maka itu artinya pengarang
menyebut suatu hadits berikut sanadnya pada kitab yang dikarangnya. Para
muhaditsin berpendapat bahwa kata ikhraj (اِخْرَجَ)
memiliki arti sama dengan takhrij (تَخْرِجَ).
Menurut Al- Qosimi bahwa kebanyakan para ualam setelah membawa suatu hadits
mengatakan, “Hadits ini dikeluarkan oleh si Fulan,” Maksudnya dia (Fulan)
menyebutkan haditsnya itu. Dalam pengertian ini si Fulan disebut mukharrij
(pelaku takhrij), yaitu orang yang menyebutkan riwayat Hadits seperti Imam
Bukhori.
Terhadap kalimat الْكِتَا بُ خَرَّ جَهُ فُلاَ نٌ وَا
سْتَخْرَ جَهُ هَذَ para ahli berpendapat bahwa maksudnya adalah si Fulan
menyebutkan hadits-hadits dengan sanad-sanad miliknya sendiri, dan dalam
sanadnya bertemu dengan perawi dalam sanad pengarang kitab sebelumnya, baik
pada pihak guru pengarang pertama atau di atasnya lagi.
Menurut pendapat yang lain lagi
“takhrij” dalam kallimat خَرَّجَ اَحَا دِيْقَ كِتَابِ كَذَ berarti
mengembalikan suatu hadits kepada ulama yang menyebutkannya dalam suatu hadits
kepada ulama yang menyebutkannya dalam suatu ki9tab dengan memberikan
penjelasan krtiteria-kriteria hukumnya. Pendapat demikian diantaranya menurut
Al-Manawi. Lengkapnya pendapat beliau adalah menistbatkan hadits-hadits kepada
para ulama hadits yang menyebutkan dalam kitab-kitab mereka, baik yang berupa
jawami, sunad atau musnad-musnad. Pendapat Al-Manawi ini mengharuskan adanya
kejelasan-kejelasan kriteria hukum hadits-hadits.
Takhrij hadits sesuai dengan urutan-urutan
pengertiannya tersebut berkembang melalui frase-frase sebagai berikut:
1.
Penyebutan
hadits-hadits dengan sanadnya masing-masing. Terkadang pengarang
menitikberatkan pada masalah sanad atau matannya.
2.
Penyebutan
hadits-hadits dengan sanad milik sendiri yang berbeda dengan suatu kitab
terdahulunya. Sanad-sanad pada kitab kedua ini menambah redaksi matan.
Setelah sunnah-sunnah Nabi terkumpul
dalam kitab besar, pengertian takhrij berarti penitsbatan beserta penjelasan
kriteria-kriteria hukum hadits-hadits tersebut.
B.
Tujuan Takhrij
Takhrij bertujuan menunjukkan sumber
hadits-hadits dan menerangkan ditolak atau diterimanya hadits-hadits tersebut.
C. Macam –
Macam takhrij
Adapun macam-macam takhrij itu ada 3
:
a. Takhrij Muwassa’.
b. Takhrij wasath atau mutawassith.
c. Takhrij Mukhtashar .
Berikut penulis makalah akan
menjelaskan pengertian masing-masing takhrij diatas :
a. Takhrij al-Muwassa’ adalah
هوغاية التخريج
ونهاية المطاف،وهو التخريج الذي يقوم فيه المخرِّج بإيراد الحديث بأسانيده مع الكلام على رواته
وبيان درجته وتوضيح الغامض في متنه،ثم يذكر ما يكون له من شواهد،وما يقع فيه من علل
Artinya :
“Takhrij yang dibentuk oleh
mukhorrij (orang yang mengeluarkan hadits) dengan cara mendatangkan hadits
berserta sanad-sanadnya, mengomentari rowi, menjeaskan derajatnya dan hal yang
samar pada matannya lalu serta menyebutkan syahid dan ilat – ilatnya dalam
hadits”.
Adapun takhrij ini terdapat pada
kitab badrul al-Munir karangan Ibnu al- Mulqin 10 jilid, kitab Nashbu al-Rayyah
karangan az-Zailai’I 4 jilid dan kitab Ikhbarul al-Ahya’ bi al- akhbaaril
al-ihya’ karangan Imam al-I’raqi.
Adapun motif dari takhrij muwassa’
ini adalah untuk :
1. Memutawatirkan atau mempopulerkan
hadits .
Contoh : Hadits tentang mengusap dua
muzzah, dalam hadits ini Imam al-Zailai’ mengomentari hukum mengusap dua
muzzah, beliau mengungkapkan bahwa hukum mengusap dua muzzah adalah boleh
karena adanya dalil sunnah dan khabar – khabar yang mashhur yang membincangkan
hadits tersebut. Imam al-zailai’ dari imam abu umar ibnu abdul al-Barr didalam
kitabnya al- Istidzkar beliau berkata :
رَوَى
عَنْ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - الْمَسْحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ نَحْوُ أَرْبَعِينَ
مِنْ الصَّحَابَةِ
Artinya : 40 shahabat meriwayatkan
tentang hadits mengusap dua muzzah dari nabi.
وَفِي الْإِمَامِ:
قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ: رُوِّينَا عَنْ الْحَسَنِ أَنَّهُ قَالَ: حَدَّثَنِي سَبْعُونَ مِنْ أَصْحَابِ
النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مَسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ
Dan di dalam kitabnya al-Imam, imam
ibnu al- Mundzir berkata : kami diriwayatkan hadits ini dari al-Hasan
bahwasannya beliau berkata : telah menceritakan pada kami dari 70 shahabat nabi
bahwasannya rosulullah pernah mengusap dua muzzah .
Selain itu juga Imam al-Zailai
memperluas dalam takhrijnya, dan motif beliau mentakhrij ini bukanlah untuk
menshahihkan hadits dan menolak ilat akan tetapi beliau mentakhrij hadits ini
tujuannya hanyalah untuk memutawatirkan dan mempopulerkan hadits .
2. Mengungkapkan ilat atau
menolaknya yang tertera dalam hadits, kemudian menghimpun dan mengadakan riset
(penelitian) periwayat hadits yang mempunyai peranan penting dalam memastikan
dan menolak ilat dalam hadits.
Dalam hal ini imam Ibnu al- Madini
berkata :
" الحديثُ
إذا لم تجمع طرقه لم تكشف علته"
Artinya : Jikalau hadits itu tidak
terhimpun periwayatnya maka ilatnya tidak akan tersingkap.
Contoh : Hadits tentang dua qullah
yang ditakhrij oleh Imam al-Daruthni didalam kitab sunannya dari 25 periwayat,
dan beliau mampu menolak ilat hadits itu dikarenakan asumsi para ulama mengenai
kekacauan hadits tersebut .
b. Takhrij wasath atau mutawassith
وهو
تخريجٌ بين المطوَّل والمختصر،يعني فيه المخرِّج بذكر روايات الحديث المشهورة
Artinya: Takhrij wasath atau
mutawassith adalah takhrij diantara takhrij yang panjang dan ringkas, maksudnya
si mukhorrij (orang yang mengeluarkan hadits) menyebutkan perowi hadits yang
masyhur.
Adapun Takhrij ini terdapat dalam
kitab al-Kasyfu al-Mubin An takhrij ahadiitsii ihya ulumuddin karangan
al-Iraqi, kitab al-Talkhish al-Habir karangan hafidz ibnu hajar, kitab
khulashoh al-Badrul munir karangan Ibnu al-Mulqin, dan beliau ketika
menjelaskan manhajnya di dalam kitab khulashoh beliau berkata : Motif saya
dalam mentakhrij hadits yaitu untuk menyebutkan periwayat yang paling shohih
dan hasan, dan di dalam maqalah – maqalah beliau tentang periwayat yang paling
rojih (unggul), beliau memberikan isyarat dengan perkataannya yaitu dengan
lafadz ) متفق عليه telah disepakati). Isyarat beliau ini muncul ketika yang
meriwayatkannnya adalah Imam muhadditsin yaitu Imam Abu abdillah Muhammad ibnu
ismail ibnu Ibrahim ibnu bardazbah al-Ju’fi al-Bukhori dan Abu al-Husain muslim
Ibnu al-Hujjaj al-Qusyairi an-Nasyaaburi, dan beliau juga berkata : رواه الأربعة
(diriwayatkan oleh 4 imam) ketika yang meriwayatkannya adalah Imam al-Turmudzi
didalam kitab jami’nya dan Abu dawud, an-Nasaii dan Imam ibnu majah didalam
kitab sunannya. Dan beliau juga berkataرواه الثلاثة (diriwayatkan oleh 3 imam ) ketika yang
meriwayatkannya adalah Imam yang telah disebutkan diatas di dalam kitab
sunannya selain Imam Ibnu majah .
c. Takhrij mukhtashar
هو التخريج
الذي يقتصر فيه المؤلف على رواية الحديث بأقوى أسانيد المؤلف أو بأعلاها وأشهرها - من حيث
السند- وأدل ألفاظها وأدقها في العبارة عند مؤلفه على المعاني والأحكام - من حيث المتن-.
Yang dimaksud dengan takhrij
Mukhtashar adalah Takhrij yang diringkas oleh pengarang kitab atas periwayatan
hadits dengan sanad-sanad Muallif (pengarang kitab) yang lebih akurat atau
dengan sanad- sanad muallif yang paling atas dan yang paling mashhur (terkenal)
ditinjau dari segi sanad dan dengan lafadz yang lebih mengena dan lembut dalam ungkapannya
tentang makna dan hukum – hukum menurut muallif ditinjau dari segi matan
(konteks) hadits.
Di dalam takhrij ini ada 2 macam
metodenya :
1. Takhrij dengan riwayah maksudnya
adalah para ulama hadits mencantumkan sebagian perowi hadits dari beberapa
perowi hadits yang ada kerena ada tujuan menurut pandangan salah satu dari
ulama tersebut. Seperti kitab as-Shahih nya Imam bukhari yang diringkas dari
kitab Musnad al-Kabir yang sebagian sanadnya yang shohih di tiadakan oleh
beliau. Begitu pula kitab shahih ibnu al-Khuzaimah.
2. Takhrij dengan penisbatan atau Ihalah (memindah) seperti kitab
al-Muntaqa minal badril munir karangan Ibnu al-Mulqin, dan kitab at-Tarhib wa
at-Tarhib karangan al-Mundziri, yang menjelaskan didalam muqaddimahnya, bahwa
kitab tersebut mentakhrij kitab mukhtasshar .
D.
Metode-Metode dalam Takhrij
Ada beberapa macam metode takhrij yaitu
:
1.
Takhrij melalui
lafal pertama matan hadits
Penggunaan metode ini tergantung dari
lafal pertama matan hadits. Berarti metode ini juga mengkondisikasikan
hadits-hadits yang lafal pertama dengan urutan huruf hijriyah. Setelah itu ia
melihat huruf pertamanya melalui kitab-kitab takhrij yang disusun dengan metode
ini, demikian pula huruf yang kedua dan seterusnya. Contoh : مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
Langkah-langkah untuk dengan metode ini
adalah :
a. Lafal pertama dengan melakukannya pada bab (م)
b. Kemudian mencari huruf kedua (nun) setelah (mim)
c. Huruf-huruf selanjutnya adalah ghain (غ)
lalu syin (س)
serta nun(ن)
d.
Dan seterusnya,
begitu juga dengan urutan huruf-huruf pada lafal matan.
Kelebihan dan kekurangan dalam metode
ini. Dengan menggunakan metode ini kemungkinan besar kita dengan cepat
menemukan hadits-hadits yang dimaksud. Hanya saja bila terdapat kelainan lafal
pertama tersebut sedikitpun akan berakibat sulit menemukan hadits.
Ada beberapa kitab-kitab yang
menggunakan metode ini antara lain: kitab al-Jami’ al-Shaghir, kitab Faidh
al-Qadir, kitab al-Fath al-Kabir, dll.
2.
Takhrij melalui
Kata-kata dalam Matan hadits
Metode ini tergantung kepada kata-kata
yang terdapat dalammatan hadits baik berupa isim atau fi’il. Para penyusun
kitab-kitab takhrij hadits menitikberatkan peletakan hadits-haditsnya menurut
lafal yang asing. Semakin asing suatu kata, maka pencarian hadits akan lebih
mudah dan efisien. Contoh :
اِنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى الله ُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ طَعَامِ الْمُتَبَارِ
يَيْنِ اَنْ بُؤْعَلَ
Sekalipun kata-kata yang dipergunakan dalam pencariannya
dalam hadits di atas banyak, seperti يُؤْكَلَ, طَعَامِ, نَهى akan tetapi sangat dianjurkan mencarinya melalui kata المُتَبَارِ بَيْنِkarena kata tersebut sangat jarang
sekali adanya. Menurut penelitian kata تَبَارى digunakan
dalam kitab hadits yang sembilan, hanya dua kali.
Kelebihan metode ini :
-
Metode ini
mempercepat pencarian hadits-hadits.
-
Para penyusun
kitab-kitab takhrij dengan metode ini membatasi hadits-haditsnya dalam beberapa
kitab induk menyebutkan nama kitab, juz, bab dan halaman.
-
Memungkinkan
pencarian hadits melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadits
Kekurangan metode ini :
-
Keharusan
memiliki kemampuan bahasa arab beserta perangkat ilmu-ilmunya yang memadai
karena metode ini menuntut untuk mengembalikan setiap kata-kata kuncinya kepada
kata dasarnya.
-
Metode ini
tidak menyebutkan perawinya dari kalangan sahabat yang menerima hadits dari
Nabi Saw, mengharuskan kembali pada kitab-kitab aslinya setelah mentakhrijnya
dengan kitab ini.
-
Terkadang suatu
hadits tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang yang mencarinya harus
menggunakan kata-kata yang lain.
Adapun kitab takhrij yang menggunakan
metode ini, yaitu : kitab al-Mu’jam al-Mufahras, dll.
3.
Takhrij melalui
Perawi Hadits Pertama
Metode takhrij yang ketiga ini
berlandaskan pada perawi pertama suatu hadits, baik dari kalangan sahabat bila
sanad haditsnya bersambung kepada Nabi (mutasil), atau dari kalangan tabi;in
bila hadits itu mursal. Sebagai langkah pertama kita harus mengetahui perawi
pertama setiap hadits yang kita inginkan diantara hadits-hadits yang tertea di
bawah perawi pertamanya itu. Jika sudah ditemukan, maka kita akan mengetahui
pula ulama hadits yang meriwayatkannya.
Kelebihan metode ini antara lain :
-
Metode ini
memperpendek masa proses takhrij dengan diperkenalkannya ulama hadits yang
meriwayatkan beserta kitab-kitabnya.
-
Metode ketiga
ini memberikan manfaat yang tidak sedikit, diantaranya memberikan kesempatan
melakukan persanad, danjuga faedah-faedah lainnya yang disebutkan oleh para
penyusun kitab takhrij dengan metode ini.
Kekurangan metode ini antara lain :
-
Metode ini
dapat digunakan dengan baik tanpa pengetahuan terlebih dahulu perawi pertama
hadits yang kita maksud
-
Terdapatnya
kesulitan-kesulitan mencari hadits diantaranya yang tertea di bawah setiap
perawi pertamanya.
Adapun kitab-kitab dengan metode ini,
yaitu kitab-kitab al-Athraf, kitab-kitab Musnad.
4.
Takhrij Menurut
Tema Haidts
Takhrij denganmetode ini bersandar pada
pengenalan teman hadits yang akan kita takhrij. Kerap kali suatu hadits
memiliki teman lebih dari satu. Sikap kita terhadap hadits seperti ini
mencarinya pada tema-teman yang dikandungnya. Contoh :
بُنِىَ اْلاِسْلاَمُ عَلَى حَمْسٍ :
شَهَادَةِ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّالله ُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ
وَاِقَامِ الصَّلاَةِ وَاِيْتَاءِ الرَّكَاةِ وَصَوْمِ رَمَصَانَ وَحَجِّ
الْبَيْتِ لِمَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاً.
Hadits ini dicantumkan pada kitab iman,
tauhid, sholat, zakat, puasa dan haji untuk itu, kita harus mencarinya dalam
tema-teman tersebut.
Kelebihan metode ini, yaitu :
-
Metode tema
hadis tidak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan lain dari luar hadits.
-
Metode ini
mendidik ketajaman pemahaman hadits pada diri peneliti
-
Metode ini juga
memperkenalkan pada peneliti maksud hadits yang dicarinya dan hadits yang
senada dengannya.
Kekurangan metode ini, yaitu :
-
Terkadang
kandungan hadits sulit disimpulkan
-
Terkadang pula
pemahaman peneliti tidak sesuai dengan pemahaman penyusun kitab.
Adapun kitab-kitab takhrij yang
menggunakan metode ini antara lain : kitab Kanz al-‘Ummai, kitab Bulughul
Marom, Kitab Nushub al-Raayah, dll
5.
Takhrij
berdasarkan Status Hadits
Metode kelima ini mengetengahkan suatu
hal yang baru berkenaan dengan upaya para ulama yang telah menyusun kumpulan
hadits-hadits yang berdasarkan status hadits. Kitab-kitab sejenis ini sangat
membantu pencarian berdasarkan statusnya, seperti : hadits qudsi, hadits yang
sudah masyhur, hadits mursal, dll.
Kelebihan metode ini, yaitu :
-
Dapat
memudahkan proses takhrij, karena sebagian besar hadits-hadits yang dimuat
dalam suatu karya tulis berdasarkan sifat-sifat hadits sangat sedikit, sehingga
tidak memerlukan pemikiran yang lebih rumit.
Kekurangan dalam metode ini, yaitu :
-
Hanya metode
ini cakupannya sangat terbatas, karena sedikitnya hadits-hadits yang dimuat
Sistematika penulisan dalam metode ini :
Penulis sengaja mempersingkat pembicaraan sekitar metode
ini mengingat hadits-hadits sekitar metode ini hanya sedikit.
Adapun kitab yang disusun dengan menggunakan metode ini
yaitu kitab hadits mutawatir, seperti اَ ْلاَزْ هَارُالْمُتَنَا ثِرَةُ فِى
اْلاَخْيَارِالْمُتَوَاتِرَةِ ,
karangan Sayuthi. Hadits mursal اَالْمَرَا سِيْل karangan Abu
Daud, dll.
D.
Manfaat Ilmu Takhrij
Melihat kondisi hadits dari segi
historisitasnya, hadits adalah pusat perhatian yang mengundang para
pemerhatinya untuk bersikap waspada dalam memberlakukannya (menerima dan
menyampaikannya), mengingat hadits baru ditulis dan disusun secara resmi pada
abad ke II H. Itu menunjukkan proses panjang yang rentetan yang rekayasa
didalamnya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kecuali itu munculnya
kliasifikasi hadits menjadi shahih dan tidak shahih (dla’if), kemudian
muncul hadits hasan sebagai jawaban atas problema yang terjadi diantara
keduanya, bahkan hadits madlu’, juga merupakan faktor lain yang membuat kita
untuk berhati-hati terhadap hadits. Untuk
memperoleh hasil temuan yang dapat dipertanggung jawabkan itulah maka
diperlukan sebuah ilmu yang disebut dengan istilah Takhrij al-Hadits.
Takhrij sebagai ilmu perlu diketahui oleh setiap orang yang hendak mendapatkan
hadits dengan keadaan dan status yang jelas. Selanjutnya mengenai tujuan dan
manfaat takhrij hadits ini, ‘Abd al-Mahdi melihatnya secara terpisah antara
satu dengan yang lainnya. Menurut ‘Abd al-Mahdi, yang menjadi tujuan dari
takhrij adalah menunjukkan sumber hadits dan menerangkan ditolak atau
diterimanya hadits tersebut. Dengan demikian, ada dua hal yang menjadi tujuan
takhrij, yaitu :
1)
Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits, dan
2)
Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat dtierima atau ditolak.
Sedangkan manfaat takhrij secara
umum banyak sekali, diantaranya :
- Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu hadits beserta ulama yang meriwayatkannya.
- Menambah pembendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang ditunjukkannya.
- Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahhui apakah munqathi’ atau lainnya.
- Memperjelas perawi hadits yang samar karena dengan adanya takhrij, dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
- Dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan lafadz dan yang dilakukan dengan makna saja.
- Dan lain-lain
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian
Takhrij hadits adalah Menunjukkan letak Hadits dalam sumber – sumber yang asli
(sumber primer) di mana diterangkan rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan
Hadits dalam sumber – sumber yang asli (sumber primer) di mana diterangkan
rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan Hadits itu bila perlu.
Di dalam takhrij ini terdapat beberapa metode yang sangat
penting bagi kita seandainya kita mau mengadakan suatu penilitian hadits dan
ingin mengetahui kualitas sanad hadits dan sanadnya. Dan didalamnya juga ada
beberapa kitab yang diperlukan dalam mentakhrij suatu hadits. Berikut kami
menghimbau kepada pembaca agar selalu membacanya dan mempraktekannya bila anda
mau dan semoga apa yang saya tulis ini berguna bagi kita Amien.
B.
Saran-Saran
-
Untuk mengetahui informasi tentang
sebuah Hadis baik dari segi sanad maupun matannya maka perlu di ketahui
terlebih dahulu ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hal tersebut.
-
Untuk mendapatkan informasi yng
sesuai dengan keinginan kita, maka kita harus sesuikan dengan kitab yang
membahas tentang informasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Qasimi Al-, Qawa’id al-Tahdits Min
Funun Mushthalahat al-Hadits, (Isa al-Babi al-Halabi Wa Syurakah, 1961).
Auni, Dr.Hatim bin a’rif al-,
at-Takhrij Wa Dirosah al- Asanid, Multaqi Ahlil Hadits, Maktabah syamilah.
Dr.H.Abdul majid khon., Ulumul
hadis, Jakarta: Sinar Grafika Offset,Cetakan kedua,th.2009, hlm. 118-119.
Thahhan Mahmud Al-, Ushul al-Takhrij
Wa Dirasah Al-Asanid, (Riyadh: Maktabah al-Maa’rif, 1991).
Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman Ibnu
Abi Bakar As-, Al-Jami’ Ash-Shaghir, jilid 11,(Surabaya: Al-hidayah),
No comments:
Post a Comment